Selama di tanah suci, Zana sangat bersyukur dirinya kuat menjalankan ibadah selama disana. Hari ini terakhir di tanah suci. Rasanya ia ingin minta tambah jatah beribadah disini. Tapi, Ahda keberatan pikirnya.
"Kamu kenapa?" Ahda datang mengagetkan Zana yang berdiri disebelah pintu mesjid usai menjalankan sholat Subuh.
Zana menggeleng.
"Coba aku tebak. Kamu masih pengen disini kan?"
Zana mengangguk.
"Tuhkan, kebaca dimata kamu. Kapan-kapan kita balik ke sini lagi. Aku janji" Ahda berucap dengan percaya diri.
"Kamu bakalan berkeluarga, aku juga sama. Lagian kita itu beda finansial. Kamu kesini bisa berkali-kali. Aku, bisanya cuma sekali ini." Zana mengambil ponselnya dan menjepret matahari yang mulai naik diatas mesjid.
Ahda tersenyum. "Nanti aku bayarin."
Zana menggeleng.
"Kamera kemaren mana?"
"Malas ah, fotonya harus share kesana kemari." Zana mengotak-atik ponselnya. "Coba kamu berdiri disitu, fokus fotonya bagus." Zana mengarahkan Ahda agar bergeser dari posisinya.
"Kan hasilnya baik banget Da." Zana tersenyum puas. Lalu menekan tombol share ke status whatsapp dengan caption 'kamu dan matahari itu beda. Matahari bersinar cemerlang, kamu bersinar menawan'.
"Sudah puas senyum-senyum?" Ahda mengambil tas yang berisi sajadah dan mukena serta al quran Zana.
Zana tersenyum dan mengangguk. "Sekalian pegangin ponsel aku."
Ahda menerima dengan lapang dada. Akibat sering dimanjakan olehnya. Mereka berjalan menuju tempat menginap. Bersiap-siap untuk pulang.
Ahda melirik ke ponsel Zana yang semenjak tadi bergetar dengan ritme cepat. Ia mengecek whatsapp Zana. Banyak chat masuk, salah satunya mamanya sendiri yang ikut mengomentari status Zana. Ahda menutup ruang chat, dan membuka status Zana yang terunggah beberapa menit lalu.
Ahda jadi tertawa sendiri. Zana selalu punya kejutan menarik untuk orang lain. Zana masuk ke kamar yang jadi satu dengan seorang ibu. Ahda berdiri di depan kamar. "Tasnya ini masukkan ke koper apa dipegang aja?"
"Dipegang aja. Supaya enak kalau shalat di tengah jalan." Zana kembali menghampiri Ahda dan memasukkan dompet ke dalam tas nya.
"Kan uangnya cukup minta ke aku kan?" Ahda hendak mengeluarkan dompet Zana.
Zana menggeleng, tanda bahwa biar di simpan di tas jinjing itu. Ahda menurut dan tidak ingin berdebat. Ia pamit kembali ke kamarnya. Zana kembali masuk dan menutup pintu kamar. Membereskan barang-barang yang belum masuk koper.
"Nak Zana, ini ambil."
Zana menerima sebuah Al-Qur'an kecil pemberian ibu tadi yang sekamar dengannya. "Makasih bu."
"Sama-sama nak, itu kenang-kenangan ibu untuk kamu. Karena kamu sudah mau menjaga dan merawat ibu selama disini." ibu itu tersenyum bahagia sambil memeluk Zana. "ibu doakan semoga kamu segera menikah. Dapat suami yang sayang sama kamu."
Zana mengangguk dan mengusap punggung ibu itu.
Mereka melerai pelukan itu kala terdengar ketukan pintu dan panggilan. Zana memandangi barang-barang ibu tadi sudah rapi. Ia berdiri membukakan pintu.
"Nak Zana dan Ibu Raudah sudah siap?" ucap pimpinan rombongan.
"Alhamdulillah sudah pak."
"Ini trolinya ya. Bapak mau ke sebelah lagi." Seraya menyodorkan troli dua buah ke hadapan Zana. "Assalamu'alaikum"
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
General FictionAku hanya berkeinginan agar kamu tau, bahwa aku ingin bersamamu sampai akhir hayatku. Menjadi wanita beruntung, bahagia dan sempurna. "Arsyila Romeesa Farzana" _____🌷 Aku terlalu bijaksana dengan menghadapi kelakuanmu. Bersedia menyembunyikan sesu...