7

62 7 0
                                    

"Cieeeeeee"

"citciew"

Godaan dari pegawai kafenya santer terdengar kala Ahda menerima surat dari Zaidan. Pegawai disitu sudah tau siapa Zana, ketika Zaidan menyebutkan asal surat itu.

Ahda mempelototi seluruh pegawai yang terlihat bahagia. Pelototan Ahda tidak mempan untuk pegawainya. Setelah pamit dengan Zaidan, ia segera melewati deretan pegawainya.

Memasuki ruangan dan merebahkan dirinya ke sofa, memandang amplop pink muda itu. Kemudian meletakkan kembali amplop ke atas meja.

Astagfirullah

Ahda segera menuju mejanya untuk memeriksa laporan. Melakukan pengiriman email, melakukan panggilan ke papanya.

Tak terasa sudah satu jam ia memeriksa laporan. Hatinya tergelitik untuk membuka surat itu. Begitu ia hendak menuju sofa, ponselnya berdering. Ada panggilan dari pemasok bahan untuk kafenya. Ia terlupa dengan surat itu dan turun ke bawah.

Zaidan memperhatikan ekpresi wajah Ahda, tapi tidak ada perubahan sama sekali ketika melintasi mejanya. Zaidan kembali menikmati makanannya.

'Mbak Zana, aku sudah bantu sebisa aku untuk menyampaikan permohonan maafmu kepada mas Ahda. Semoga Allah membukakan pintu maaf di hati mas Ahda untuk mbak Zana.'

🌿

"Ren, siapa yang bersihin meja aku kemaren?" Ahda bertanya dari tangga yang menghubungkan ke lantai atas, ruangannya.

Reno yang ditanya bingung, ia izin kemarin. "Saya nggak masuk kemaren mas, bentar saya tanyain ke yang lain. Tunggu bentar." Reno memasuki bagian dapur. Lalu keluar setelah dapat informasi.

"Si Jono mas. Tapi dia lagi keluar sebentar beli obat sakit gigi." Reno kemudian menyodorkan cokelat dingin ke Ahda.

"Eh, bisa sakit gigi juga si Jono." Ahda mengambil duduk di samping Reno.

"Mending sakit gigi mas, daripada sakit hati. Lama kelarnya." Reno mengunyah kentang goreng.

Ahda menarik nafas. "Kamu lagi sakit hati?"

"Nggak lah mas, justru saya lihat mas Ahda yang sakit hati karena nggak ketemu mbak Zana." Reno terbahak.

"Ngomong-ngomong nama Zana kamu ucap tadi, si Jono itu kok lama ya, masalahnya surat dari Zana nggak ada di atas meja." Ahda mulai jenuh menunggu si Jono.

"Kalo Jono bersihin ruangan mas iti kemarin, tentunya udah di buang kali mas ke tempat pembuangan sampah di ujung jalan. Emang mas belum baca?" Reno ikut khawatir.

Ahda menggeleng.

Reno dengan segera menelepon Jono. "Lo kalau nggak balik sekarang, gue rontokin semua gigi lo supaya nggak sakit gigi lagi. Lima menit harus nyampe, eh salah, 2 menit. Tidak ada penolakan."

"Antrian di apotik masih banyak."

"Bilangin ke petugasnya, bini lo mau beranak dan dia sakit gigi."

"Oke."

Percakapan itu berakhir. Ahda melongo, pegawainya memang unik. Win win solution.

"Kenapa sih nyuruh si Jono cepat-cepat. Bohong lagi. Kasihan dia loh. Panas lagi." Ahda meminum kembali cokelatnya.

"Sesekali lah mas." Reno membuka kotak bekalnya.

"Makanan disini nggak enak? Sampai kamu bawa bekal?" Ahda memperhatikan kotak tupperware warna warni itu. Yah, dia ingat sekali, Zana sering memaksa Ahda untuk membawa kotak bekal ke lokasi pembangunan kafenya dulu.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang