13

71 5 4
                                    

Ahda memandang deretan bangunan di kejauhan sana. Sambil sesekali melirik Zana yang tertidur pulas. Cairan infus masih tersisa separuh. Ia menggigit jarinya, gemas. Karena tak menemukan jawaban apapun atas rasa penasaran yang menyerangnya semenjak setengah jam lalu.

Menarik kursi, duduk di dekat ranjang Zana di rawat. "Kamu menyembunyikan hal sepenting ini dariku. Apa aku tidak layak menjadi sahabatmu lagi?" memandang lama Zana.

"Ahda."

Ahda mendongak, menatap Zana yang sudah membuka mata dan tersenyum kecil kepadanya. Ia membalas senyuman itu.

"Zan. Alhamdulillah kamu sudah bangun." Bibirnya gatal sudah hendak bertanya, namun ia tahan karena bukan saat yang tepat.

Zana mengangguk pelan. Ia juga senang karena Ahda duduk di hadapannya kini.

Ahda menyodorkan gelas yang berisi air putih ke Zana. Membantu Zana duduk sebentar. "Cepat sembuh, kita harus ke tanah suci untuk umroh."

Zana memandang Ahda. Kaget, tentunya.

"Aku bernadzar bila kamu sembuh kita harus berangkat ke sana. Kamu tidak keberatan bukan?"

Zana mengedipkan matanya secara cepat. Ahda tertawa. Salah satu gerakan yang ia sukai dari Zana kalau dapat kejutan dadakan.

"Nggak usah dikedipkan terlalu sering, nanti aku jatuh cinta." Ahda tertawa terbahak-bahak.

"Mataku kelilipan, makanya berkedip." Zana cemberut.

Ahda menggeleng tidak percaya. "Mau makan pisang?"

Zana mengangguk bahagia.

"Giliran pisang aja bahagia banget." Ahda terkekeh sambil mengupas pisang untuk Zana. "Kamu lapar?"

"Iya, pengen makan mie judes level 6." Zana antusias mengunyah pisang.

Ahda menggeleng kepala tanda tidak setuju dengan keinginan Zana. Baru sembuh ingin makan pedas. Zana mendengus.

"Tuhkan siapa yang nanya-nanya tadi, kok sekarang tidak sepakat." Zana menghabiskan seluruh pisang yang dikupasnya sendiri.

"Zan, kok kamu makan semuanya?" Ahda kaget dengan kulit pisang yang ia terima tadi.

"Nggak papa, aku lapar."

"Astagfirullah." Ahda menarik nafas sebanyak mungkin.

Pintu terbuka, dokter dan perawat masuk. "Hai Zana."

"Iya dokter." Zana tersenyum.

"Masih nyeri nggak lengannya?" Dokter mulai memeriksa keadaan Zana.

"Sudah mendingan dok. Ini aja nggak kerasa sakitnya."

"Kamu banyak makan pisang ya?" si dokter memperhatikan kulit pisang di atas piring kosong.

Zana mengangguk.

"Seharusnya sedikit saja. Lambung kamu pasti kaget." Dokter itu menghentikan pemeriksaan.

"Lapar dok." Zana cengengesan.

"Ya sudah, kamu minum obatnya karena sudah siuman. Saya permisi dulu." Dokter mengode perawat agar mengikuti keluar. "cepat sembuh." mereka berjalan keluar.

"Ayo, aku bantu kamu buat minum obat." Ahda mengambil beberapa tablet obat dan air segelas.

"Zan, aku boleh tanya sesuatu nggak?"

Zana memandang wajah Ahda yang nampak serius. Kemudian mengangguk.

"Kamu sudah punya calon suami?" Ahda bertanya hati-hati.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang