3

71 9 0
                                    

"Aku pulang duluan Zan, Nada nungguin sudah." Ahda berucap sambil membereskan buku-bukunya.

"Hemm." Zana mengerjapkan mata, menguap tepatnya. Ia mengantuk efek obat yang masih harus rutin diminum.

Ahda berlalu.

Mbak Wiwin mendekat, "kalian berdua sekarang jarang banget bareng ke kampus sama pulang. Ahda sekarang kayaknya punya pacar deh."

Zana menoleh ke arah mbak Wiwin, ini nih teman yang udah tua di atas kita kok suka ngurus temannya. "May be, duluan mbak. Assalamu'alaikum."

Mbak Wiwin mengangguk.

Zana melangkah ke perpustakaan. Ia sempat terpikirkan ucapan mbak Wiwin. Benar sih Ahda sekarang jarang sama dia. Lebih banyak bareng Nada.

Astagfirullah, Zan Zan, mikir apa sih kamu. Itu kan hak si Ahda.

Cepat-cepat Zana berjalan ke perpustakaan. Pemikiran macam apa itu. Ia menggelengkan kepala beberapa kali. Bahkan sempat ditegur kaka tingkat.

"Assalamu'alaikum mbak Putri."

Perempuan yang disapa menjawab salam.

Zana mengisi buku tamu dan berjalan menuju rak buku. Memilih buku dan duduk dipaling pojok. Memasang headset ditelinga. Mengetik dengan tenang.

🌿

Ahda memarkirkan motornya di parkiran kampus. Bertanya ke salah satu temannya yang masih duduk santai di taman kampus.

"Zana tadi kayaknya ke perpustakaan."

Ahda bergegas.

Nafasnya terengah-engah. Ia setengah berlari. Sampai depan ruang perpustakaan yang hening.

Perlahan ia mendorong daun pintu, mendapati mbak Putri yang sedang mengecek buku baru yang tertumpuk di atas mejanya.

Ahda mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Zana duduk di pojokan sendiri. Sesegera mungkin ia berjalan.

Menarik headset dan memandang tajam sahabatnya yang kaget.

"Kamu bilang apa sama Nada hah?"

Zana masih bingung. Datang-datang si Ahda bikin ulah.

"Maksudnya?"

Emosi Ahda memuncak. Tersangka utamanya pura-pura tidak mengaku.

Zana menelan air liurnya. Agak takut dengan ekspresi Ahda. Zana melirik mbak Putri yang masih setia duduk manis.

"Kamu pura-pura tanya? Zan, kamu kok tega sih."

Nada suara Ahda meninggi.

Akhirnya pandangan mbak Putri berubah arah, menatap Zana dan Ahda.

Zana paham tatapan itu, menarik keluar Ahda setelah membereskan peralatannya. Pamit undur diri dengan mbak Putri yang menatap keduanya penasaran.

Zana dan Ahda berhadapan di area taman belakang kampus. Sedari tadi Ahda bungkam menahan kekesalannya.

"Tolong jelaskan."
Zana memandang wajah Ahda. Ini adalah hal pertama yang Zana lakukan selama mereka bersahabat. Biasanya cuma sekilas. Aura tegas Zana keluar.

"Nada minta putus. Dan itu semua gara-gara kamu. Kamu ngomong apa aja sama dia! "

Ahda membentak Zana. Kali pertama dalam sejarah mereka berdua bersahabat.

"Aku nggak ngomong apapun sama dia. Ketemuan sama dia juga nggak pernah lagi semenjak kamu ngenalin ke aku." Zana terpancing emosinya.

"Halah Zan, kamu cemburu kan aku sama Nada jalan bareng terus. Makanya kamu bikin karangan kata-kata busuk supaya aku sama Nada putus." Ahda tersenyum sinis.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang