8

59 5 10
                                    

"Aku nggak izinin kamu sama tante Nana untuk pindah."

Beep

Zana memandang layar ponselnya. Ini sudah menit kesekian ia di buat syok oleh panggilan dadakan dari Ahda. Setelah hampir berbulan-bulan mereka tidak berkomunikasi. Bukan Zana bermaksud jual mahal, tapi Ahda memblokir nomornya tanpa perasaan. Dan hari ini ia sudah dibuat bingung, darimana laki-laki itu tau masalah rencana kepindahan ia dan mamanya.

Hanya satu orang yang bisa jadi informan untuk Ahda.

Zaidan.

Zana menggulir deretan nama kontak. Ketemu, ia langsung melakukan panggilan.

"Assalamu'alaikum Dan."

"Wa'alaikumsalam mbak Zana."

"Kamu bicara apa aja sama Ahda. Dia nelpon mbak."

"Mbak dimarahin sama dia?"

"Dan, jangan bercanda."

"aku cuman minta tolong sama mas Ahda buat cari orang yang bisa ngurus administrasi kepindahan mbak sama tante."

"Dan, mbak kan sudah bilang, mohon banget pembicaraan pindah atau yang lainnya itu nanti aja."

"maaf mbak, aku memang sengaja bikin alasan itu ke mas Ahda. Aku hilang akal bahkan cara buat bantuin mbak, mas Ahda keras kepala."

"Dengerin mbak, mbak hafal gimana Ahda. Sekeras kepalanya dia, tetap aja nantinya di balik lagi melunak. Usaha kamu sangat mbak hargai. Kalau semua usaha kamu nggak berhasil sama sekali, berhenti ya. Mbak mohon. Kasihan kamu. Kalau dia memang sahabat mbak, dia bisa memulai untuk bicara sama mbak. Tapi, kalau dia tidak pernah mulai bicara untuk menyelesaikan, jangan buang waktu buat meyakinkan dia. Karena bagi mbak, mbak ngga bakalan ninggalin dia, sejatuh-jatuhnya dia."

Hening.

Zana menyusut air matanya.

Zaidan diam terpaku di ujung telepon.

"aku bakalan usaha terakhir kali mbak, kalau memang tidak berhasil, aku pasti berhenti."

"Kalau mbak bilang berhenti pun, kamu pasti nggak mau. Tapi ingat satu hal, jangan pernah berlebihan. Mbak tutup teleponnya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

🌿

Zana membuka aplikasi whatsapp, deretan chatnya ke Ahda sudah bercentang warna biru. Tapi tidak ada balasan.

Zana menggumam, "aku masih sanggup menahannya Da." Meletakkan ponselnya di atas meja, berdiri menuju halaman rumah untuk menyiram bunga tante Khansa.

"Buat kamu"

Zana terkesiap, melihat bungkusan kerudung di depan wajahnya. Menoleh ke samping. "Mas bikin kaget."

Haziq tertawa. Menggoyangkan bungkusan itu lagi. "Tolong di ambil, tanganku pegal."

Zana menggeleng. Tidak enak.

"Hemm. Dengar nona manis, ini adalah ucapan selamat buat kesembuhan kamu. Jadi, diterima! " Haziq merebut selang air dari tangan Zana, dan menggantikan dengan kerudung.

"Aku tidak tau warna kesukaan kamu, jadi terima saja. Oke. Bye." Haziq berlalu ke dalam rumah.

Zana memandang dengan seksama bungkus kerudung itu. "Ya sudah ini rezeki, pantang di tolak." memandang Haziq yang sudah mencapai pintu masuk. "Makasih mas"

Haziq berbalik dan mengangguk.

🌿

"Da, tanyain gih ke Zana, kapan pulang." Ina berkacak pinggang.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang