Mereka berdua masih berusaha mencapai puncak gunung, selagi masih banyak tenaga.
Zana melihat jam tangannya. "Kita istirahat sebentar yuk, sudah masuk waktu ashar."
Ahda mengangguk, "kamu disini dulu, aku cari mata air buat wudhu."
"Jangan, nanti kamu salah jalan, kita bisa saja terpisah. Kita cari sama-sama." Zana memandang Ahda.
"Oke. Ayo."
Mereka berdua berjalan melihat mata air yang bisa digunakan untuk berwudhu.
"Kalau masih tidak dapat juga, kita tayamum saja." Ahda memandang perempuan di sampingnya yang mulai kelelahan.
"Iya." Zana mengambil botol minum. "Kamu mau minum?"
Ahda mengangguk. Menerima botol yang diberikan kepadanya.
Dari dulu sampai sekarang, bagi Ahda, Zana tidak berubah. Selalu baik. Rela berbagi disaat sulit. Tidak bisa menolak ketika orang minta bantu.
"Kayaknya memang tidak ada mata air untuk wudhu." Zana mengeluarkan mukena dan sajadah.
Ahda mengangguk setuju. Mereka mencari tempat yang agak luas untuk melakukan sholat berjamaah.
Selesai melaksanakan sholat, Zana merebahkan dirinya di atas matras yang dijadikan alas tempat sholatnya.
"Pasti lelah ya?" Ahda melipat jaketnya dan tanpa permisi menaruh di bawah kepala Zana.
Zana kaget ketika kepalanya punya bantalan. "Makasih. Maafin aku ya Da, siapa tau umur aku bikin nggak sempat minta maaf sama kamu."
"Kamu ngomong apa sih Zan. Jangan mendahului takdir Allah. Aku sudah maafin kamu. Aku juga minta maaf karena bikin hubungan kita jadi seperti ini."
Zana duduk, mengangsur kelingking, "best friend forever Ahda Pian Mauza"
Ahda tertawa, Zana memang seperti ini, akan bersikap kekanakan di saat tertentu. "best friend forever Arsyila Romeesa Farzana"
Mereka berdua tertawa bersama. Sahabat yang tidak jadi untuk diikhlaskan. "Gimana si Nada, hubungan kalian balik lagi kan semenjak aku pergi?"
"Nggak sama sekali. Dia jalan sama cowok baru berduit." Ahda menggulung matrasnya.
"Lah, kamu kan berduit juga Da. Kamu pelit mungkin sama dia." Zana merapikan matrasnya ke tas.
"Nggak tuh, buktinya ke kamu, pernah nggak aku pelit."
Zana menggeleng.
"Udah, kita lanjut lagi, sudah pukul empat. Suasana hutan mulai gelap. Paling tidak sampai pos kedua." Ahda membantu Zana berdiri. "Tas kamu berat banget sih. Nanti punggung kamu sakit. Bawa apaan?"
"Bawa air minum sama peralatan lainnya." Zana terkekeh.
"Jangan ribet. Kita tukeran tas, kamu bawa tas aku." Ahda mengambil alih.
"Nggak papa, aku kuat." Zana mengambil kembali tas.
"Zan, please, kalau kamu kenapa-napa kita bakalan lambat sampai atas." Ahda memelas.
Zana sekarang mengerti, mengapa Ahda terlalu dekat dengatnya, Ahda ingin terus melindungi Zana. Padahal Zana sangat mandiri. Kuat berjalan berkilo-kilo. Pertahanan tubuhnya juga kuat. Tapi tidak begitu pandangan seorang Ahda kepadanya. Dia tetap perempuan yang baik untuk terus dilindungi dalam keadaan apapun. Termasuk saat ini.
Zana mendekat dan mengangsur tasnya. Tanpa banyak bicara Ahda segera menyandang tas Zana.
"Jadilah cewek manis untuk sesekali." Sembari mengusap kepala Zana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
General FictionAku hanya berkeinginan agar kamu tau, bahwa aku ingin bersamamu sampai akhir hayatku. Menjadi wanita beruntung, bahagia dan sempurna. "Arsyila Romeesa Farzana" _____🌷 Aku terlalu bijaksana dengan menghadapi kelakuanmu. Bersedia menyembunyikan sesu...