Bagi seorang bu Mela, Zana adalah anak perempuan yang baik hati dan ramah kepada siapapun. Ia peduli dengan sesama, meskipun terkadang tidak peka. Dan ia sepakat dengan Ahda, anaknya kali ini.
Bagi bu Mela, Zana adalah seseorang perempuan yang bisa mengimbangi Ahda. Ahda yang memanjakan Zana itu adalah nilai plus bagi bu Mela. Baginya itu keseimbangan yang hakiki.
Bagi bu Nana, ibu kandung dari Zana, Zana adalah penyeimbang dalam rumah. Meskipun hanya ada mereka berdua. Zana itu mandiri. Pintar. Tegas. Dan kebanyakan mengalah. Anak yang jarang sakit. Tapi sekali sakit, orang-orang bisa nangis habis-habisan.
Ahda, bagi seorang bu Nana adalah anak laki-laki yang baik hati. Sedia menjadi tameng ketika Zana butuh bantuan. Anak laki-laki yang ia anggap seperti anak sendiri. Rumah akan lebih ramai kalau Ahda datang dan mengusili Zana.
Bu Nana pun mengakui bahwa kalau melihat aksi Zana dan Ahda, pasti ikut baper.
🌿
Dengan rombongan satu mobil mereka berbondong-bondong menuju ke bandara. Hari ini adalah kedatangan Zana dan Ahda dari tanah suci. Mereka berharap ada keajaiban yang terjadi.
Namun, sudah berjam-jam menunggu, kemunculan orang yang di nanti tak kunjung ada dari pintu keluar. Ayahnya Ahda berdiri membuang rasa gelisah. Menelpon seseorang untuk mengecek pesawat yang ditumpangi anaknya.
Tak ayal, selesai melakukan panggilan, sekelompok orang juga lewat dengan ekspresi yang berbeda-beda. Menangis, marah, dan lunglai.
Ponselnya berdering, informasi yang hampir tidak ingin ia dengar barang sedetik saja untuk saat ini.
"Papa, kok nggak datang-datang ya. Ini sudah berjam-jam loh." istrinya berdiri. "Aku bakalan tanyain sendiri ke bagian informasi."
Suaminya menahan tangan istrinya. Menyuruh duduk kembali, menceritakan yang sedang terjadi. Istrinya hampir histeris. Segera ia menutup mulutnya.
Lain halnya dengan bu Nana, ia selalu berdoa. Berharap anaknya akan baik-baik saja. Seperti ia berangkat kemaren.
🌿
Zana terbangun dari tidurnya, hendak buang air kecil. Namun ditahan Ahda.
"Aku kebelet, please Da."
"Tahan sebentar dulu, bisakan?"
Zana bingung, kebeletnya sudah di ujung sekali. Kalau ditahan terus bisa-bisa keluar. Ia memohon sangat dengan Ahda. Berkali-kali. Tak digubris. Ia menatap heran wajah Ahda yang memucat. Memegang dahi Ahda, 'dingin'. Zana kembali duduk.
"Kamu kenapa?"
Ahda menggeleng. Tutup mulut.
Zana menghela nafas. Rasa ingin buang air kecil jadi hilang akibat kelakuan Ahda yang mendadak diam membisu. 'Sabar Zan'
Getaran mulai terasa. Keringat dingin meluncur di pelipis Ahda. Zana hanya memandang kebingungan. Kemudian meraih tangan Ahda.
"Please ngomong ke aku, kamu kenapa?"
Zana tak mampu menyembunyikan risaunya lagi. Mengusap keringat yang terus turun di pelipis Ahda. Puncak dari rasa kegugupan Ahda, ia meraup tubuh Zana, memeluknya erat. Zana menepuk pundak Ahda pelan. Sambil berbicara bahwa 'nggak papa, ada aku disini'.
Bebalnya Ahda yang tak mampu memisahkan diri. Seorang pramugari menghampiri mereka, mengatakan untuk memasang sabuk pengaman. Pendaratan darurat akan segera dimulai. Namun Ahda tak mengindahkan. Dan bagi Zana ini tugas berat meyakinkan Ahda. Ia mulai paham darimana kekhawatiran Ahda sejak tadi dan alasan larangan ke toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
General FictionAku hanya berkeinginan agar kamu tau, bahwa aku ingin bersamamu sampai akhir hayatku. Menjadi wanita beruntung, bahagia dan sempurna. "Arsyila Romeesa Farzana" _____🌷 Aku terlalu bijaksana dengan menghadapi kelakuanmu. Bersedia menyembunyikan sesu...