KEMBALI PULANG PART 6

3.6K 205 2
                                    


***

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Afka dan Nayla berpamitan pulang. Mereka seolah lupa untuk pulang saking asyiknya bercerita bersama didalam kamar.

Sepulang mereka, hatiku kembali tidak nyaman. Aku harus kembali menapaki kenyataan pahit yang aku alami saat ini. Aku mematung di halaman sambil menatap jejak mobil mereka.

"Syakira, bisa ikut mbah nyai sebentar?" Mbah nyai membuyarkan lamunanku. Dia mengajakku ke balkon atas, wajahnya sangat serius. Sepertiya ada hal penting yang ingin dia bicarakan denganku. Jantungku berdebar hebat. Ada apa ini?

Suasana alam sangat sunyi dan dingin, tak ada pergerakan apapun. Tersebab para santri diwajibkan tidur pada pukul sepuluh tiga puluh malam. Hanya ada beberapa kang-kang santri penjaga yang masih terlihat mengilatkan cahaya senter untuk menjaga keamanan.

"Halima adalah anak dari Trenggono. Dia bajingan tengik yang selalu ingin menghancurkan pesantren ini. Hussein ingin berdamai dengan kelompok mereka dengan cara menikahi anak-anak mereka. Walau pada akhirnya Raudah, ibumu selalu menerima ketidak adilan karena sikap egois Halima. Ya, begitulah manusia. Tak ada manusia yang benar-benar adil," mbah nyai menatapku sayu, seolah mesyesali apa yang baru saja terjadi pada keluarga kami.

"Apakah berdamai dengan mereka harus dengan cara menikahi anak-anaknya, mbah nyai? Apa tidak ada cara lainnya?" aku menatap mbah nyai sungguh. Darahku mulai mendidih.

"Ada, tapi jalan pernikahan jauh lebih ampuh dibandingkan dengan cara lainnya. Seperti pada saat Rasulullah menikahi wanita dari Banil Musthalik, Juwairiyah. Wanita itu adalah anak musuh bebuyutan kaum muslimin, Al-Harits bin abi Dlirar. Mereka bertahun-tahun memerangi dan menyakiti umat islam. Kebencian penuh kebencian terus bekobar dihati mereka. Namun saat mereka kalah dan Rasululah memilih memerdekakan Juwairiyah dengan cara menikahinya, membuat ratusan keluarga banil Musthalik masuk islam seluruhnya. Dan kebencian itu sirna seiring berjalannya masa."

Mendengar penjelasan mbah nyai membuatku terdiam, bungkam. Aku hanya mampu menundukkan pandangan, sesekali mataku menyapu ujung-ujung atap pondok yang sudah terlihat memburam. Mbah nyai terlihat menarik nafas. Dia kembali menatapku dalam.

"Sya, pesantren ini sudah dibuat susah payah oleh mbah Sayyid Ruham. Membabat hutan untuk mendirikan pesantren dan mengembalikan keimanan banyak orang yang sudah tersesat bukan hal yang mudah. Pesantren ini tidak boleh jatuh pada orang-orang yang salah seperti keturunan Trenggono. Garis keturunan mbah Sayyid Ruham harus tetap utuh," aku masih dalam katupan.

"Kamu sebagai satu-satunya pewaris Hussein harus bisa melahirkan garis keturunan murni dari mbah Ruham!" mataku menyipit menatap mbah nyai yang juga sedang menatapku.

"Ngapunten, mbah nyai. Maksud panjenengan nopo nggeh?"

"Sya, kami berharap kamu bisa mendapatkan keturunan murni dari mbah Ruham. Dan satu-satunya cara untuk menghasilkan putra mahkota yang murni, kamu harus menikah dengan keturunan mbah Ruham juga."

"Menikah?"

"Iya, kami sudah mempersiapkan semua ini sejak lama. Bahkan ketika Hussein masih ada. Kami sudah menjodohkanmu dengan Ikmal Rajaby putra Hassan yang minggu depan akan pulang ke tanah air."

Deg...

Jantungku kembali berdegup hebat. Kenyataan apa lagi ini? Aku menggenggam jilbabku erat-erat. Tanganku mulai gemetar.

Rajaby? Mas Raja, putra paman Hassan. Pemuda yang di elu-elukan karena ketampanannya namun egois dan kurang hormat pada kedua orang tuanya? Paman Hassan meminta dia untuk melanjutkan pendidikannya di Tarim, Yaman. Tapi dia justru memilih melanjutkan pendidikannya di Singapura. Entah apa yang ada dibenak pria itu. Walau sepupu aku tidak pernah mengenalnya. Aku hanya tau dari cerita-cerita ummi tentang dia.

MAHKOTA SANG RATU (SUDAH DINOVELKAN)Where stories live. Discover now