"Gus, Gus Malik!" Lubna berusaha menyadarkan Malik yang belum siuman.
"Mbak Lubna, Binda Raudah dimana?"
"Nyai, Gus, Nyai ..." Lubna sesenggukan.
"Binda Nyai kenapa? Dimana?"
"Nyai di ICU, Gus. Beliau banyak mengeluarkan darah. Mobil box itu menabrak Nyai dari belakang. Malik berusaha bangkit, lengan kirinya yang terkena pecahan kaca masih terasa nyeri. Terlihat kepalanya juga dibalut perban. Lubna hanya terlihat lecet dikeningnya, karena posisnya berada ditengah. Sementara benturan keras berasal dari belakang dan depan mobil.
"Sebaiknya Bapak istirahat dulu, kondisi Bapak belum stabil," salah satu suster memperingatkan.
"Tidak, Sus. Saya harus menemui bibi saya dulu."
"Tapi, Pak"
"Aargh..." Malik mengerang keskitan.
"Pak, sebaiknya anda istirahat dulu!"
"Iya, Gus. Panjenengan belum stabil."
"Tidak, Mbak. Saya harus segera mengantarkan binda Raudah ke Masjid. Saya bertanggung jawab atas beliau."
"Tapi, Gus!"
Tanpa banyak bicara, Malik segera keluar dari ruang pasien. Suster dan Lubna saling bertatapan. Mereka segera mengikuti Malik dari belakang.
Dengan tertatih-tatih, Malik segera menuju ruangan tempat nyai Raudah di rawat. Dilihatnya wanita yang sudah melahirkan orang yang teramat dicintainya itu sudah terbaring lemah di balut banyak perban di tubuhnya. Lubna memperhatikan mereka dari balik jendela kaca ruang ICU.
"Maliiik," panggil nyai raudah lirih.
"Binda, Binda tenanglah, saya disini."
"Malik, Binda sudah tidak kuat."
"Binda harus kuat, kita harus segera melihat akad pernikahan Syakira, Binda. Tenanglah, Binda akan baik-baik saja," Nyai Raudah menggeleng.
"Binda rasa, waktunya sudah dekat. Bindaa, Binda titip Syakira, ya, Malik. Jaga dia, nikahi dia. Kalian bisa pindah dari Salafiyah. Buat pesantren yang baru, yang penting Syakira bisa bahagia."
"Itu semua tidak mungkin, Binda. Syakira milik mas Raja."
"Pernikahan Syakiran dan Raja tidak boleh terjadi."
"Apa yang sedang Binda katakan?"
"Tas itu, bukalah!" nyai Raudah menunjuk sebuah tas di nakas. Dengan sigap Malik meraih tas itu dan merogok isinya.
"Ini adalah surat wasiat Mas Hussein. Disini tertulis, yang akan menikahi Syakira adalah Malik Rajaby bukan Ikmal Rajaby," Malik segera membuka isi map, dan benar. Terpampang jelas namanya di sana, Malik Rajaby Al-Qarni.
"Saat itu mas Hussein dalam keadaan struk, selepas kecelakaan. Perkataannya tidak jelas. Karena sejak kecil Ikmal adalah tunangan Syakira maka kami mengira, kata "Mal Ra-by" itu adalah Ikmal Rajaby, bukan Malik Rajaby, nama kecilmu. Bibi menyesal, uhuk.. uhuk.." suara Nyai Raudah tertahan, nafasnya sesak.
"Binda menyesal tidak pernah membuka surat wasiat ini, karena Binda pikir, surat ini hanya surat biasa," dengan nafas tersengal-sengal dan suara terbata-bata Nyai Raudah berusaha menjelaskan pada Malik.
YOU ARE READING
MAHKOTA SANG RATU (SUDAH DINOVELKAN)
General FictionAlfi Syakira Awwaliya Hussein, seorang Ratu Ruham As-Salafiyah yang dianggap sebagai wanita berdarah Ardanareshwari, wanita hebat yang kelak akan melahirkan raja-raja. Tirakatnya sejak ia belia, membuatnya tumbuh menjadi wanita anggun yang agung. Di...