Farhan tidak langsung pulang ke rumah setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Awalnya, ia ingin pulang lebih cepat. Sebab siang tadi, ia mendapat telepon dari Pak Juki yang melaporkan bahwa istrinya tidak berada di rumah. Padahal supir yang ia tugaskan untuk mengantar-jemput Widya hanya keluar sebentar untuk membeli sate padang pesanan istrinya yang sedang ngidam. Kalau saja tadi ia tidak sedang meeting bersama rekan bisnisnya, mungkin Farhan sudah pulang saat itu juga. Syukurlah menjelang sore, ia mendapat kabar bahwa Widya sudah kembali ke rumah dalam keadaan baik-baik saja.
Mobil yang dikendarai Farhan melaju menuju restoran miliknya. Malam ini, ia punya janji kumpul dengan tiga sahabatnya semasa kuliah. Sebenarnya, yang satu kampus dengannya hanya Rasyid dan Imam, dimana ia dan Rasyid satu fakultas. Ia mengenal Bima karena Rasyid selalu mengajaknya ikut serta jika Rasyid mengadakan kumpul dengan dua sahabatnya dari SMA tersebut.¹)
Saat memasuki restoran, ia menemukan Rasyid dan Imam sudah duduk di meja yang biasa mereka tempati setiap kali kumpul disana. Seperti yang sudah-sudah, Bima menjadi yang paling terakhir datang ke acara kumpul mereka.
"Ya Allah, kusut amat muka lo, Bro. Udah berapa hari nggak dapet jatah?" ledek Rasyid ketika Farhan baru saja mendaratkan pantatnya di kursi.
Farhan mendengus singkat sebelum membalas Rasyid. "Lo nanya kayak udah pernah ngerasain aja. Buruan nikah sana." Memang diantara mereka berempat, baru Farhan yang sudah menikah.²)
Rasyid terkekeh.
"Kayaknya nggak lama lagi dia nyusul lo, Han. Makanya dia ngumpulin kita sekarang buat ngasih kabar tentang dia yang lagi kasmaran," ujar Imam yang duduk di sebelahnya.
"Oh, ya?" sahut Farhan sedikit antusias. Sahabat yang ia ketahui paling cerewet dan ahli menarik perhatian wanita diantara mereka berempat sudah berniat akan menikah.
"Kali ini serius kan, lo? Ntar ujung-ujungnya nggak jadi lagi," ucap Farhan lagi.
"Serius gue, Han. Baru kali ini gue ketemu cewek yang nggak mempan gue gombalin," jawab Rasyid sambil terkekeh. Ia dan Imam hanya geleng kepala.
"So, anak mana? Satu kantor bareng lo?" tanya Imam penasaran.
Yang ditanya hanya menggeleng. "Eits, kalau mau tanya-tanya jangan sekarang. Kita tunggu dokter keren dulu, baru gue ceritain detailnya. Gue nggak mau cerita dua kali." Farhan dan Imam serentak mendengus. Mereka memilih menyantap makan malam yang sudah terhidang terlebih dahulu, sembari menunggu Bima yang akhirnya datang beberapa menit kemudian.
Malam itu, Farhan tidak menceritakan mengenai masalahnya dengan Widya. Selain tidak ingin merusak suasana ceria dari Rasyid, ia merasa permasalahannya sekarang tidak perlu diumbar. Farhan juga bisa melepas sedikit rasa penatnya dengan berkumpul dengan ketiga sohibnya tersebut.
***
Malam ini, hanya ada Widya dan papi yang mengisi ruang makan. Farhan masih belum terlihat batang hidungnya. Widya tidak merasa penasaran akan keberadaan pria itu sehingga belum pulang. Tetapi papi lebih dulu berinisiatif membagi info—yang menurutnya tidak penting—bahwa Farhan tengah ada perlu di restorannya. Widya hanya bergumam untuk merespon ucapan papi.
Usai menyantap makan malamnya, Widya ingin segera meninggalkan ruang makan tersebut. "Widya duluan ke kamar, Pi." Ia langsung beranjak setelah papi mengangguk.
Kamar Widya terasa asing oleh dirinya sendiri sejak Farhan ikut menempati kamar itu. Meski risih, Widya tidak berani menolak Farhan sekamar dengannya jika tidak mau mendapat omelan dari papi. Untung saja Farhan sadar bahwa ia masih risih bila mereka tidur berdua di ranjang sehingga pria itu memilih tidur di sofa yang ada di dalam kamarnya tersebut.
Widya naik ke atas kasur, lalu duduk bersandar di kepala ranjang. Di tangannya sudah ada ponsel yang baru saja dibelinya tadi siang bersama Raka. Ia sangat senang menatap ponsel barunya tersebut. Nomor baru Raka sudah ia simpan. Jadi Widya bisa kapan saja menghubungi kekasihnya tersebut. Walaupun sangat ingin menghubungi Raka, Widya tahan karena ada hal lain yang lebih mendesak untuk dilakukan saat itu juga.
Widya membuka halaman web dari Root Corporation, perusahaan milik papi. Ia ingin mencari tahu kebenaran informasi yang didapatnya dari Raka tadi siang. Ia segera menelusuri profil dan jajaran penting perusahaan.
Manik hitam milik Widya terpaku saat membaca nama yang sangat ia kenali. Ternyata apa yang diucapkan Raka benar. Farhan Pratama—nama lengkap pria yang menjadi suaminya—menduduki jabatan direktur utama sejak dua tahun lalu.
Widya tidak mengerti mengapa papi memilih Farhan untuk menggantikan posisinya sebagai dirut. Memang, ia dalam kondisi tidak mampu bekerja saat itu karena hilang ingatan yang ia alami sejak kecelakaan. Namun papi bisa menggantikannya sementara, bukan? Tidak perlu menunjuk orang asing untuk menduduki posisi tersebut. Oke, mungkin karena Farhan sudah menjadi menantu sehingga papi dengan mudah mengalihkan jabatannya pada pria itu.
Widya mencebik. Kenapa harus Farhan yang menjadi suaminya? Kalaupun Papi tidak mau mengambil alih jabatannya untuk sementara, bukankah papi masih punya keponakan laki-laki yang Widya rasa lebih berhak untuk itu dibanding Farhan.
Seketika Widya merasa pusing. Dadanya juga terasa sesak. Ia menutup halaman web yang baru setengah bagian ia baca. Widya butuh ketenangan. Dan hanya bisa ia dapatkan jika menghubungi kekasihnya. Semoga Raka sedang tidak sibuk di studio dan mau menenangkan hatinya malam ini.
***
Farhan sampai di rumah saat jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam lebih lima belas menit. Ia langsung menuju kamar. Tujuan utamanya tentu saja untuk melihat keadaan istrinya.
Farhan menemukan Widya belum tidur setelah dirinya memasuki kamar. Istrinya itu sedang duduk bersandar di kepala ranjang sambil memainkan sebuah ponsel.
Tunggu, sejak kapan Widya mendapat kembali ponselnya? Seingat Farhan, ia belum mengembalikan ponsel milik Widya.
"Kok kamu bisa pegang ponsel? Punya siapa?" tanya Farhan menatap heran ke arah Widya. Namun tak ada jawaban dari istrinya tersebut. Farhan beranjak menuju lemari dan mulai membuka kemeja yang sedang ia kenakan.
"Oh iya, kamu kemana tadi? Pak Juki bilang kamu lagi ngidam sate, tapi kamu nggak ada di rumah saat Pak Juki pulang membawa satenya."
"Widy, kamu denger aku?" Kegiatannya membuka kancing kemeja terhenti. Farhan berbalik menghadap Widya karena tak jua mendengar jawaban dari mulut istrinya itu.
"Hmm," gumam Widya malas. Matanya masih fokus menatap layar ponsel yang sedang digenggamnya. Ia sama sekali tak peduli pada Farhan yang sudah mulai emosi karena sikap acuhnya.
"Kenapa kamu nggak menjawab pertanyaanku?" suara Farhan sudah berubah datar dan tegas.
"Penting?" tanya Widya yang menatapnya sekilas sebelum kembali fokus pada layar ponsel.
Mendengar respon Widya yang tidak menghargainya sama sekali membuat amarah Farhan mencapai ubun-ubun. Ia melangkah mendekati ranjang. Tangannya meraih ponsel yang daritadi digenggam istrinya. Belum sempat ia menyemprotkan amarah, ia lebih dulu dibuat bungkam oleh kalimat Widya.
"Kamu belum puas setelah menunduki jabatan yang aku punya dulu? Menikahiku dalam keadaan aku nggak ingat apapun, bahkan membuatku hamil. Apalagi yang akan kamu lakukan supaya puas?"
"Apa maksudmu?" Farhan terlalu kaget sehingga tidak mengerti arah perkataan Widya. Harusnya saat ini dirinya yang marah, kenapa malah Widya yang menyemprotkan emosi.
"Aku mau kita pisah." Sekali lagi Farhan dibuat bungkam. Sungguh, ia benar-benar dibuat bingung tiap kali berkomunikasi dengan Widya yang telah pulih dari amnesia.
Merasa butuh konfirmasi atas kalimat yang ia rasa salah dengar, Farhan bertanya lagi, "Aku tanya, apa maksud ucapanmu tadi?"
"Ceraikan aku."
Bersambung.
Tinggalkan jejak vote dan komen kalian ya.. makasiih
¹) Cerita tentang Rasyid ada di work aku yang lain dengan judul "Menuju Tiga Tahun". Ceritanya udah tamat. Kalau penasaran, baca aja😆
²) Jadi setting waktu cerita Farhan ini lebih dulu beberapa tahun dibanding setting waktu di cerita Rasyid.
![](https://img.wattpad.com/cover/180214437-288-k484689.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilar Hati
RomanceSpin off "Menuju Tiga Tahun" *** Farhan sudah menyangka semua akan berubah ketika ingatan Widya kembali. Namun tidak mudah baginya melepaskan Widya. Apalagi ketika Widya tengah mengandung buah hatinya. *** Awal publish : agustus 2019 Tamat : - -Ziti...