EXTRA PART

2.3K 85 0
                                    

3 Tahun Kemudian...

Kampus

Seorang gadis datang menghampiri sosok lelaki yang kini duduk di sebuah meja taman kampusnya. Gadis itu mengambil duduk di samping lelaki yang masih nampak asyik dengan buku tebal yang tengah ia baca.

"Ravin!"

"Hmm.."

"Fayra kesel banget sama dosen sok cantik itu." Ravin mengalihkan pandangannya dari buku menuju pada gadisnya.

"..." Ravin menaikkan sebelah alisnya. Ia tak tahu apa yang terjadi pada gadisnya itu.

"Dia itu sok cantik. Nanya-nanya tentang kamu lagi. Sebel. Emang dia nggak tahu apa? Kalau Fayra ini tunangannya Ravin."

"Yaudah sih, Fay. Biarin aja." Ravin menatap Fayra dengan senyum manisnya.

"Ihh...kamu belain dosen sok cantik itu? Kamu suka karena dia kepoin kamu?" Fayra semakin kesal dibuatnya.

"Aku tahu kalau dia itu masih muda-"

"Emang kamu ngerasa udah tua, Fay?" Ravin menggoda Fayra.

"Enak aja. Aku lebih muda dan cantik dari dia."

"Nah itu tahu. Pinter banget..calon istriku."

Pertengkaran kecil itu berakhir saat itu juga. Ravin mengelus puncak kepala gadisnya. Fayra pun tak lagi marah-marah ataupun merasa kesal.

Hubungan yang mereka jalin sejak 4 tahun lamanya memang kerap dilanda sebuah pertengkaran. Namun, wajar saja. Karena pada dasarnya, sebuah hubungan pasti ada rintangan yang akan menjadi pemanis jalannya.

***

"Gimana sih, Ad? Kok nggak jemput aku." Eva keluar kosnya dengan memasangkan jam tangan ke tangannya.

Eva ketiduran sejak setengah jam yang lalu. Dan ia telat 15 menit untuk mengikuti pelajaran dari dosen istimewanya. Istimewa dalam artian dosen keramat. Dosen tertib dan super tegas.

"Loh? Kok udah di sini? Kenapa nggak bangunin aku?"

"Nggak tega, Va. Kata ibu kos kamu semalem begadang sepulang kerja."

Jauh dari orangtua membuat Eva harus mandiri. Dan ia bekerja sampingan untuk menambah uang jajan sekaligus menambah aktivitasnya.

Eva memutuskan kuliah di luar kota. Ia tak menyangka jika Adrian juga akan kuliah di tempat yang sama dengannya.

"Yaudah...ayo buruan berangkat. Pak Suryo pasti hukum aku, nih." Eva masuk mobil dengan menggerutu mengenai dosen istimewanya.

"Mati aku.." Wajah gadis itu sedikit pucat. Mengingat kumis tebal milik Pak Suryo.

"Tenang aja, Va. Nanti aku yang bilang ke Papa."

"..." Eva menatap Adrian dengan sebuah tatapan yang tak dapat diartikan.

"Pak Suryo..Pak Suryo Papa kamu?" Sepersekian detik setelah Eva mencerna apa yang Adrian katakan.

"...." Adrian tersenyum bangga dan mengangguk yakin.

"Celaka 19 20!! Siap-siap dipecat jadi mantu, nih." Gelak tawa menghiasi mobil yang kini mulai melaju itu.

***

Airport

"Aku udah mau keluar, Fay."

"Jangan peluk gue ya..nggak enak sama Ravin." Godanya masih memegangi ponsel sambil berjalan keluar.

"Satria!" Teriak Fayra menghampiri lelaki itu.

"Ternyata kamu nggak berubah, ya..tetap ganteng." Fayra menyenggol bahu Satria. Lelaki itu memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku celana.

"Hhh..bisa aja lo." Satria melihat ekspresi datar Ravin yang ada di samping Fayra.

"Hai, Bro! Apa kabar lo?"

"Hm..baik. Seperti yang lo lihat." Ravin tersenyum sejenak.

"Bentar ya, Sat. Kamu tunggu di restoran yang udah aku pesan aja. Udah aku share lokasi tadi."

"...." Satria tahu maksud Fayra. Ia pun pergi terlebih dahulu, meninggalkan keduanya.

"Bisa nggak kamu jangan seperti itu sama Satria?" Hardik Fayra tatkala Satria tak lagi ada di jarak pandangan.

"Aku biasa aja. Kamu tuh yang kecentilan." Ketus Ravin.

Bukannya menjawab. Fayra malah menyusul Satria menuju restoran yang ada di ujung jalan raya.

Restoran

Acara makan bertiga itu berjalan hening. Fayra tak menyangka jika kecanggungan akan menghiasi makan mereka.

"Ekhmm..kenapa jadi diam-diaman gini ya?" Satria membuka suara.

"Gue tahu, itu luka lama. Tapi..ini udah 3 tahun lebih, Rav. Gue udah lupain semua itu. Gue ke Indonesia cuman mau kasih ini.." Satria menyodorkan 2 tiket penerbangan.

"Undangan pernikahan gue, sekaligus tiket buat kalian berdua."

"Wahh...akhirnya selamat ya, Sat. Aku ikut seneng liatnya."

"Maafin gue ya. Gue masih belum bisa move on...dari luka lama itu. Gue takut kehilangan dia, kayak dulu gue ditinggalin dia."

"Makanya, Bro. Buruan halalin!" Ucap Satria sambil menepuk bahu Ravin.

Canda tawa akhirnya pecah di meja makan itu. Mereka saling bertukar cerita mengenai kehidupan masing-masing.

TAMAT


Painful [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang