-WONWOO POV-
Setelah menyiapkan makan malam untuknya, aku pikir aku harus segera pergi agar ia bisa makan dengan baik. Dia pasti masih merasa kesal denganku. Melihatnya sudah kembali ke apartement saja sudah membuatku bisa sedikit lebih bahagia.
Tapi ketika aku akan pergi dari apartementnya, langkahku terhenti ketika ia melontarkan pertanyaannya.
"Pernahkah kau merasa jantungmu berdebar ketika kau bersamaku?" Tanya (y/n)
Aku menoleh ke arahnya, ternyata ia tengah menatapku dengan lekat.
"Hm? Maksudmu-"
"Apa... kau masih menyukaiku?" Sanggahnya.
Aku memilih bungkam dan menunggunya mengucapkan hal lainnya.
"Karena aku rasa... aku baru menyadari satu hal"
Aku merasa detik demi detik waktu berjalan dangat lambat sehingga jantungku berdebar melebihi batasnya.
"Aku rasa... aku juga menyukaimu Wonwoo"
Entah dorongan dari mana, aku mulai melangkahkan kakiku ke arahnya. Dengan cepat aku menarik tengkuknya dan mendaratkan bibirku di atas bibirnya. Beruntungnya ia tidak melawannya sama sekali. Mungkin karena terkejut akan apa yang aku lakukan padanya.
Sesaat setelah itu aku menjauhkan diriku darinya dan menatapnya lekat.
"Maaf jika aku lancang. Aku tak tau harus bagaimana mengungkapkan rasa bahagiaku ini. Rasanya seperti ada kembang api di dalam sini" jelasku sembari menunjuk dadaku
Ia masih mematung di tempatnya dan ketika ia kembali menatap mataku, aku dapat melihat perubahan warna pipinya.
"Hingga kini aku masih menyukaimu. Jadi ayo kita resmikan hubungan kita. Kau mau kan jadi kekasihku?" Tanyaku
Ia diam cukup lama tapi setelahnya ia menggelengkan kepalanya, membuatku rasanya ingin menyayat diriku sendiri.
"Kenapa?" Tanyaku heran
"Maaf aku tak bisa" balasnya
"Tapi bukankah kau bilang kau mulai menyukaiku? Lantas apa yang membuatmu tak bisa?" Tanyaku lagi
Ia beranjak dari tempat duduknya dan mulai memandangi pintu keluar.
"Kau lupa bahwa kau sudah memiliki tunangan?" Tanyanya
Ah... aku melupakan yang satu itu. Bahkan selama ini, aku tak pernah menganggap Seolin adalah tunanganku. Karena ia juga terlihat tidak tertarik. Tapi sejak kedatangannya ke sekolah dan mulai memberanikan diri untuk menciumku tempo hari, aku rasa ia mulai tertarik dengan tunangan konyol ini.
"(Y/n), sebesar apa kau menyukaiku?" Tanyaku
Ia menoleh dan menatapku bingung
"Tidak lebih besar dari rasa sayangku pada Seolin." Ia menghela napasnya
"Wonwoo, apa kau pikir aku tega merusak hubungan kalian? Bahkan kalian tidak hanya berpacaran, tapi kalian sudah tunangan. Itu bukan hal yang main-main. Kau bilang kau sangat menyayangi kedua orang tuamu kan? Maka dengan melanjutkan pertunangan inilah caramu berbakti pada mereka" jelas (y/n) dengan wajah yang mengindikasikan bahwa ia akan menangis
"Tapi ada cara lain yang akan membuat kedua orang tuaku bahagia, (y/n)" balasku
"Apa?" Tanyanya
Aku beranjak dan menggenggam kedua tangannya lembut.
"Melihatku bahagia. Dan mereka tau bahwa aku telah jatuh cinta pada gadis berani yang telah menyelamatkanku pada saat aku ingin bunuh diri kala itu." Jelasku
"Wonwoo..."
Aku tersenyum lalu mencium punggung tangannya.
"Kau tak perlu khawatirkan tentang Seolin dan pertunangan itu. Aku akan mengatasinya. Tapi aku butuh kau disisiku." Jelasku
Ia masih terdiam sehingga aku memutuskan untuk menariknya dalam pelukku. Mendekapnya penuh cinta dan sesekali mencium puncak kepalanya berharap agar ia mengetahui betapa besar aku mencintainya.
"Jadilah milikku" pintaku dengan suara yang cukup rendah
"Apa aku bisa menolaknya?" Balasnya
Aku melepaskan pelukannya dan mencium keningnya sesaat.
"Tak ada pilihan untuk menolakku, (y/n)." Balasku
Ia tersenyum.
Senyum yang sangat ku rindukan. Senyum yang membawa hariku menuju musim seminya sendiri.
"Maka aku akan bersedia untuk itu. Mulai hari ini, aku milikmu dan kau milikku" ucapnya
Aku tersenyum dan kembali memeluknya hangat.
"Aku berjanji akan melindungimu" ucapku
"Aku pegang janjimu, tuan Jeon"
Setelahnya aku dan (y/n) tertawa hangat bersama. Sebelum suara perut (y/n) terdengar dan kamipun memutuskan untuk makan malam.
Tbc~
KAMU SEDANG MEMBACA
Situation [JWW] END
Short Story2nd bonus from SVT imagine Bermula dari pertolongan seorang wanita pada laki-laki yang sudah menyerah pada hidupnya sendiri.