Friend

2.4K 363 4
                                    

Ini sudah hampir satu minggu sejak kejadian itu, dan semuanya masih sama, kau datang ke sekolah dengan tenang tanpa ada yang menganggu. Bahkan Seolin nampak mengacuhkanmu, tapi itu tidak memiliki efek apapun padamu.

Lain halnya dengan laki-laki yang kini tengah bersenda gurau dengan kawannya itu. Setelah beberapa hari yang lalu, akhirnya hari ini kau melihatnya tersenyum bahkan sesekali tertawa. Kau cukup lega mengetahui hal tersebut. Setidaknya kau bisa mengasumsikan bahwa Wonwoo mulai terbiasa tanpamu.

Disatu sisi kau senang bisa melihatnya memiliki lebih banyak teman, tapi di sisi lain kau merasa kesepian karena tak bisa lagi dekat dengannya. Jangankan dekat, sudah hampir seminggu ini kau dan Wonwoo tidak berkomunikasi baik di sekolah maupun  sosial media.

Sejujurnya kau rindu, tapi kau sadar bahwa ini keputusanmu. Menjauh untuk sementara waktu memang sulit, tapi kau yakin ini adalah pilihan yang terbaik untukmu dan juga untuk Wonwoo.

"Hey"

Kau menoleh pada Seolin yang entah sejak kapan mulai kembali berinteraksi denganmu.

"Kau memanggilku?" Tanyamu

Ia mengangguk. Nampaknya ada sesuatu yang ia ingin sampaikan padamu tapi ia terus menahannya sejak kemarin.

"Ada apa?" Tanyamu terlebih dahulu

"Hm... tidak jadi" balasnya acuh kemudian menoleh ke arah lain

Kau mengangguk pelan dan kembali pada aktivitasmu, mencatat buku catatan yang kau pinjam.

"Apa hubunganmu dan Wonwoo baik-baik saja? Maksudku, apa kalian mengakhirinya dengan baik?" Tanyanya tanpa melihat ke arahmu

Kau menghentikan aktivitasmu kemudian menoleh ke arahnya.

"Itu bukan urusanmu kan? Bukankah bagimu yang terpenting adalah hubunganku dan Wonwoo sudah berakhir?" Tanyamu sedikit sarkas

"Aku hanya... penasaran. Ternyata kau membawa pengaruh yang cukup besar baginya." Jelas Seolin

Kau hanya menghela napas berusaha untuk mengacuhkannya, namun kemudian ia memulai perkataannya lagi.

"Kau tau, dulu semenjak dia kehilangan kedua orang tuanya, ia tak pernah tersenyum, bahkan menurutnya memiliki teman hanya akan menyusahkannya kelak. Tapi saat ini, kau bisa lihat sendiri, bagaimana ia tertawa sangat puas hanya karena perbincangan yang mereka ciptakan." Jelas Seolin

"Apa pertunangan kalian sudah berlangsung sangat lama?" Tanyamu penasaran. Karena dari cara Seolin menjelaskan, nampaknya gadis itu tau segala hal tentang Wonwoo.

Ia menatapmu sinis kemudian menyeringai, "Sebenarnya itu bukan urusanmu. Tapi karena aku sedang bosan, maka aku akan menceritakannya." Balasnya

Kau memutar bola matamu malas tapi akhirnya mendengarkannya juga.

"Pertunangan kami itu sebenarnya hanya karena untuk memenuhi janji kedua kakek kami yang ingin cucu-cucunya dojodohkan. Terdengar kuno memang, tapi kami tak punya pilihan. Aku yang saat itu sedang menyukai orang lain, tentu saja menolak apalagi Wonwoo saat itu sangat dingin dan menutup diri. Aku tak suka lelaki seperti itu."

Seolin menjeda ucapannya karena mengingat hal yang menurutnya konyol itu.

"Tapi sampai saat itu tiba, saat dimana aku mendengar kedua orang tua Wonwoo meninggal dunia, aku merasa iba padanya. Belum lagi ia yang ingin bunuh diri saat itu. Aku merasa menjadi satu-satunya orang yang ia miliki karena masih terikat dalam pertunangan itu dengannya. Maka dari itu aku kemari. Aku menjadi semakin posesive saat tahu dia dekat denganmu."

Seolin menatap matamu dengan sendu.

"Tapi setelah mengerti keadaannya, aku merasa kedatanganku kemari ternyata tidak diharapkan, karena yahh... dia sudah menemukan orang lain yang lebih ia butuhkan. Dan itu dirimu. Tapi anehnya..."

Seolin kemudian menarik kedua sudut bibirnya dan beralih menatap Wonwoo yang masih asik mengobrol.

"...aku justru merasa lega. Kau tau kenapa?"

Kau yang sejak tadi hanya menyimak perkataannya, kali ini menggelengkan kepalamu bingung.

Seolin terkekeh, "dasar bodoh" hinanya

"Tentu saja artinya selama ini perasaanku padanya bukan perasaan cinta. Yang aku rasakan selama ini ternyata hanya perasaan kasihan dan merasa bertanggung jawab untuk membuatnya bahagia kembali." Ucapnya

Kau terdiam sesaat sampai kau akhirnya mengerti semua perkataannya. Ia benar.

"Aku memang menyayanginya, tapi hanya sebagai manusia yang masih memiliki hati dan insting untuk membuat orang lain yang tengah bersedih untuk bahagia juga. Kau tau, seperti rasa kasih sayang seorang saudara" tambahnya

Kau tertegun. Tak ada kata yang bisa keluar dari bibirmu meskipun kau sangat ingin mengutarakannya.

"S-seolin... kau-"

"Aku memperingatimu, jangan katakan hal ini padanya. Kau mengerti?" Ancamnya

Kau mengangguk dan tersenyum. Ingin rasanya memberikan pelukan terhangatmu untuknya.

Meminta maaf karena selama ini kau telah salah menilainya dan membencinya setiap hebusan napasmu.

Ia menghela napasnya kemudian mengalihkan wajahnya ke arah lain agar kau tak melihat wajahnya yang entah kau yakini pasti merasa sangat lega.

"Seolin, bolehkah aku mengatakan satu hal kepadamu?" Tanyamu pelan

Seolin kembali menoleh ke arahmu kemudian menganggukan kepalanya ragu.

"Terimakasih, karena telah mempedulikan Wonwoo sampai sejauh itu. Aku merasa bangga bisa menjadi orang yang kau percaya untuk mengetahuinya. Sekali lagi, terimakasih Seolin-ah" ucapmu lembut

Seolin kemudian tersenyum dan menganggukam kepalanya pelan.

"Can we be friend, ... again?" Tanya mu

"Why not?"  Balasnya dan kalian pun mulai menertawai kecanggungan yang tercipta.

Melupakan hal-hal buruk yang penah terjadi di antara kalian.

Kau mengerti, butuh banyak keberanian bagi Seolin untuk mengungkapkannya. Belum lagi ia yang tak memiliki teman semasa sekolahnya, pasti sangat tertekan dan kesepian. Maka disana kau hadir menawarkan diri untuk berbagi indahnya pertemanan.



Tbc~

Situation [JWW] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang