Sembilan

658 29 1
                                    

Tania's pov

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya di ruangan ini. Tunggu. Ruangan ini sangat asing untukku. Di mana ini? Ruangan ini terang dan rapih. Apa yg sebenarnya terjadi?

-Flashback-

kreekk... *suara semak-semak*

Aku menoleh ke sumber suara. Entah mengapa perasaanku menjadi tak enak sekarang. Aku memperhatikan semak-semak, namun tak kutemukan tanda apa-apa. Mungkin hanya karena tertiup angin. pikirku. Aku mulai melanjutkan langkahku. aku merasa sedang diikuti sekarang. Namun, saat aku menoleh ke arah belakang tak ada siapapun di sana. Aku pun melanjutkan langkahku, namun kali ini lebih cepat dan lebar. Lagi-lagi aku merasa ada yang mengikutiku. Aku menoleh lagi ke arah belakang dan hasilnya masih sama. Tak ada siapapun di sana. Namun, saat aku menoleh ke depan aku terkejut mendapati dia ada di hadapanku saat ini dan sedang tersenyum ke arahku. Tunggu. Itu bukan sebuah senyuman. Itu sebuah seringaian yang menyeramkan.

"kau... apa yang kau lakukan di sini?" Tanyaku padanya

"untuk memberitahumu bahwa kau sudah melewati batas." jawabnya dengan suara rendah yang menyeramkan

"maksudmu?" tanyaku tak mengertu

"you will know later" jawabnya seraya berjalan ke arahku. Perasaanku menjadi tak enak. Tapi, tak mungkin dia berbuat sesuatu yang jahat padaku kan?

"aku tak meng---" belum sempat aku menyelesaikan perkataanku dia sudah menyekapku dengan saputangan yang sepertinya sudah di berikan obat, karena setelah itu aku tak bisa melihat dan merasakan apa-apa. Semuanya menjadi gelap. Hitam pekat....

-Flashback end-

Jadi.... Apa aku sedang di sekap sekarang?  Ruangan ini tidak nampak seperti ruangan untuk tempat penyekapan. Tapi, apa salahku sampai dia menyekap ku seperti ini?

Ceklek....

Seketika aku menoleh ke arah pintu. Itu dia...

"Hello sweetie..." sapanya padaku. Aku tak menanggapinya.

"Oh Nia.... You know, I won't do this to you. But, I don't have a choice..." katanya padaku. Dan aku masih terdiam tak menanggapi.

"Makanlah ini. Aku tak mau kau sakit dan lalu mati." katanya lagi dan aku hanya melihat makanannya saja, tak kusentuh makanan itu.

"Tenang saja, aku tak memberi racun di makanan dan minunan itu." tambahnya lagi

"Baiklah, mungkin kau tak ingin makan di hadapanku. Aku akan pergi." katanya seraya berjalan pergi dari ruangan ini. Sesaat sebelum dia menutup pintu dia mengatakan "tenang Nia, aku tak akan membunuhmu.... Maksudku tidak sekarang... Belum saatnya..."

Tubuhku menegang seketika. Benarkah itu? Apakah dia tega membunuhku? Bahkan aku tak tau apa salahku.

Sudah seminggu aku di sini. Dia hanya memberiku makan sehari sekali. Terkadang dia mencambuk ku sambil mengatakan 'mengapa kau datang di kehidupanku?' namun aku masih belum mengerti mengapa dia seperti ini. Berulang kali aku bertanya mengapa, berulang kali dia menjawab 'you will know later sweetie'. Tuhan, aku ingin dia kembali seperti dulu. Kembali menjadi seseorang yang menyayangiku. Kembali menjadi seseorang yang perduli denganku. Aku tidak kuat seperti ini terus Tuhan. Kembalikan dia seperti dulu Tuhan. Aku mohon.

Walau pun dia menyiksaku, tak pernah sedikit pun aku membencinya. Aku selalu menyayanginya seperti dulu.

Entah karena aku lelah menangis atau lelah disiksa seperti ini, aku pun terlelap menuju mimpi indah dan berharap esok hari menjadi hari yang lebih baik dari hari ini.

Hallo... Hehehe maaf ya baru posting lagi... Baru sempet nih hehe... Makasih ya sama yang masih setia baca cerita ini.. Vote dan komennya ditunggu

SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang