Tigabelas

743 17 2
                                    

David's pov

Sekarang aku sedang berada di cafe tempat biasa menghabiskan waktu luang, hanya berdua denga Ria. Aneh memang saat tak ada Nia. Tapi, Ria selalu ada disisiku dalam keadaan apa pun.

Entah mengapa, hilangnya Nia membuatku tersadar bahwa cintaku kepada Nia tak sebesar cintaku kepada wanita yang berada di hadapanku sekarang ini. Tapi, memang aku mencintai Nia juga.

Dulu, bukannya aku tak tau bahwa Ria mencintai aku. Namun, aku tak kunjung membuat status yang lebih dari persahabatan. Begitu pula dengan Nia. Aku rasa, aku sangat egois. Aku tak ingin kehilangan keduanya. Walau kutau dengan seperti itu aku menyakiti keduanya. Hey! Jangan bilang aku laki-laki yang jahat. Coba kalian pikirkan. Saat ada banyak orang yang mencintai kalian, mengapa kalian harus memilih satu saat kalian dapat memiliki semuanya? Baiklah-baiklah... Aku mengakuinya.. Ya aku merasa jahat sekarang... Tapi siapa yang tidak mencintai mereka? Hanya orang bodoh. Biar kuberitau, Ria, dia adalah wanita dengan postur tubuh yang imut dan wajah yang sangat cute, rambut coklat yang bergelombang, mata bulat yang teduh dengan bulu mata lebat, dan bibir kecil yang selalu memberikan aku senyuman yang sangat manis. Walau pun dia selalu mengatakan bahwa dirinya nerd, tapi sebenarnya tidak. Sama sekali tidak. Hanya karena seseorang memakai kaca mata bukan berarti ia seorang nerd 'kan? Sedangkan Nia, dia memiliki postur tubuh yang tinggi dan berwajah 'jutek' jika kalian tak mengenalnya maka kalian akan menyangka bahwa dia orang yang jutek namun kenyataannya tidak, rambut pirang yang bergelombang, bermata hazel, senyum yang terkesan misterius. Sikap ria akan sangat dingin dan cuek dengan orang yang baru ia kenal, sedangkan Nia memiliki sikap yang ramah kepada siapapun. Katakan padaku siapa yang akan kalian pilih, jika kalian menjadi aku? Oh ya aku lupa memberi tau, cinta Ria kepadaku lebih besar dari cinta Nia. Kalian tau kenapa? Jelas tidak. Ria selalu mengutamakan aku, sangat-sangat mengutamakan aku. Kalian mau tau contohnya? Sebaiknya tidak usah, karena akan panjang sekali ceritanya.

"Dav, bisakah kau berhenti menatapku seperti itu?" tanya Ria tiba-tiba membuatku tersadar dari lamunan

"Mengapa? Aku senang memandangku" kataku dengan senyuman. Aku gombal? Aku tak perduli haha.

"Dav? Kau makan apa saja hari ini?" tanyanya sambil menatapku dengan penuh kerutan di dahinya

"Tadi pagi aku makan nasi goreng, lalu siang hari aku makan pasta, dan sekarang aku makan mini pizza. Ada apa memangnya?" tanyaku bingung

"Kukira kamu salah makan hahaha" katanya sambil tertawa

"Aku tak mengerti maksudmu" kataku bingung

"Hhhh.... Tingkahmu dari tadi aneh Dav."

"Aneh bagaimana?"

"Dari tadi kau terus diam dan menatapku, lalu kau mengatakan hal gombal. Itu sangat aneh. Karena biasanya kau sangat cerewet seperti ibu-ibu."

"Tega sekali kau mengatakan aku seperti ibu-ibu. Kau akan menerima balasannya..." kataku seraya berdiri dan menghanpirinya

"Kau mau apa memangnya?" ah rupanya dia tak percaya bahwa aku akan melakukan sesuatu. Tanpa menjawab aku menggelitik pinggangnya hingga ia tertawa dan mengeluarkan air mata.

"Ahahahaha... Da-Dav... Hen.. Hahaha... Hentikan... Hahaha.. S-stop it.... Ahahahaha..... Pleasee.... Hahahahaha..." aku pun berhenti menggelitikinya. Namun tanganku masih berada di pinggangnya. Nafasnya rersenggal. Masih terdapat sisa air mata di sudut matanya. Rambutnya sedik acak-acakan, namun dia tetap cantik. Entah setan dari mana aku ingin sekali mencium bibir mungilnya itu. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya hingga saat bibirku hampir menempel pada bibirnya, handphone-nya berbunyi. Sial sekali. Ria pun mengisyaratkan bahwa dia harus mengangkat panggilan itu. Aku pun mengangguk, mengizinkannya.

Ria's pov

Aku senang sekali melihat David tidak sesedih dulu. Tapi aku tak menyangka dengan tindakkannya yang hampir menciumku. Kutegaskan sekali lagi, MENCIUMKU. Memimpikannya saja aku tak berani. Namun, tak kupungkiri aku merasa senang. Tetapi sebelum bibirnya mendarat di bibirku, ponselku berbunyi. Mau tak mau aku menjauh darinya dan mengangkat panggilan tersebut.

"Ada apa?" tanyaku langsung tanpa menyapa si penelpon. Sungguh moodku mejadi rusak karena si penelpon ini mengganggu susana menyenang kan tadi. Namun, mood burukku itu terganti dengan cepat saat aku menerima laporan itu. Aku tak dapat menahan senyumku.

"Bagus" kataku seraya mematikan sambungan telepon secara sepihak dan tentu saja masih dengan senyum lebar di wajahku.

"Ada apa? Mengapa kau terlihat bahagia sekali? Tadi itu telepon dari siapa?" tanya David tiba-tiba sudah ada di dekatku.

"Tadi itu telepon dari tangan kananku. Dia bilang dia sudah menemukan Nia!" jawabku dengan senyuman lebar di wajah.

David's pov

"Tadi itu telepon dari tangan kananku. Dia bilang dia sudah menemukan Nia!" Jawab Ria dengan senyum lebar di wajahnya.

Nia sudah ditemukan? Entah ada apa dengan perasaanku. Harusnya aku senang buka, saat tau kalau Nia sudah di temukan? Tapi mengapa rasanya biasa saja?

"Hey! Mengapa kau terlihat biasa saja Dav?" tanya Ria dengan dahi berkerut, menandakan ia sedang bingung.

"Apa kau senang Nia sudah ditemukan?" tanyaku

"Kau ini bicara apa? Tentu saja aku senang Dav! Akhirnya kita bertemu sahabat kita lagi!" kata Ria dengan mata berbinar. Ria terlihat sangat bahagia.

"Jadi kapan kita akan pergi ketempatnya?" tanyaku

"Secepatnya! Besok mungkin." jawabnya

"Besok? Apa tidak terlalu cepat?" tanyaku. Aku memang merindukan Nia. Tapi entah mengapa saat ini aku sedang ingin berdua dulu dengan Ria.

"Ada apa kau ini? Aneh sekali. Awal-awal kamu yang memaksaku untuk terus mencarinya." katanya yang lagi-lagi dengan wajah bingungnya.

"Aku... Aku hanya lelah.." kataku

"Hemm... Jadi kau ingin kapan?"

"Tiga hari lagi bagaimana?"

"Baiklah terserah kau saja"

Setelah membahas tentang kapan kami pergi ke tempat Nia berada, aku dan Ria pun pulang. Tentu saja aku mengantarnya.

"Baiklah, sudah sampai princess" kataku setelah sampai di depan rumahnya.

"Terima kasih Dav, selamat malam." katanya seraya meninggalkanku. Sebelum dia beranjak pergi aku menggenggam tangannya. Menahanya pergi. Ria pun kembali menghadapku dengan wajah bingungnya. Sebelum ia sempat bertanya aku sudah mencium kening dan pipinya.

"Goodnight princess, sweet dreams" kataku lembut. Ria pun mematung.

"Masuklah sudah malam" kataku dengan lembut, sepertinya itu menyadarkannya.

"I-iya Dav. Hati-hati di jalan ya" katanya lalu masuk ke dalam rumah. Setelah ia masuk aku pun menjalankan motorku untuk pulang. Ah... Bahagia sekali aku hari ini.... Tapi... Aku tidak salah kan? Maksudku.... Entahlah, aku merasa tak enak dengan Nia.......


Yuhuu~ gatau kenapa bisa ngepost cepet nih hahaha.... Alhamdulillah yah semoga kalian suka;)

SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang