Jantung Kerajaan Majapahit

418 10 0
                                    

Tanaman padi yang menguning, para petani yang menjaga sawah mereka , suara kerbau, mentok, dan kicauan burung yang terdengar ditelingga mengiring perjalanan kami setelah keluar hutan. Aku dan gatot sengaja berpisah, Patih Gajah Mada memberikan gatot tugas baru. Ia membawa dua surat satu untuk kakek hebat di kahuripan dan satu lagi untuk guruku bekel jajarana. Sedangkan aku mengikuti Patih Gajah Mada bersama 9 orang pasukan khusus terbaik di Majapahit.

Perjalanan kami terasa singkat karena tidak butuh berjuta langkah untuk sampai ke jalur utama masuk Trowulan. Jalur utama trowulan merupakan muara semua jalur ke/dari kota-kota dibawah pemerintahan Majapahit. kereta kuda, gerobak, kelomok pedangan, pendekar, atau rombongan prajurit/kerajaan dari kreajaan dibawah majapahit pasti akan mengarah ke jalur tersebut.

Dari tempat kami saat ini, kota Trowulan terlihat jelas. Gapura berwana merah bata yang menjadi pintu masuknya. Satu regu pasukan menjaga di pintu masuk. Beberapa orang pendatang telihat diperiksa sebagai standart keamanan majapahit. Dari kejahuan hanya gapura tinggi kuat dan pos pemeriksaan sebagai tanda kami memasuki jantung kota Majapahit.

Bebatuan yang sengaja disusun rapi sebagai alas jalur utama ke jantung kota menabah kesan trowulan memang kota yang sudah tertata dengan begitu baiknya. Rumah rumah tersusun dengan baik dan rapi pepohonan yang sangat indah dan rimbun membuat langkah kami menjadi semakin mantab. Aku melihat lapangan luas dimana terlihat beberapa anak kecil sedang bermain disana. Pemukiman, Bangunan pemerintahan, Pure untuk tempat ibadah, Pasar, lapangan sebagai pusat aktivitas warga, saluran irigasi yang baik membuat hidup di Trowulan merupakan pilihan yang sangat baik.

Senyum hangat dan suasana yang kekeluargaan sudah terasa saat menginjak tanah trowulan. Senyum warga yang mengarah pada kami bukan sesuatu yang instan tetapi memang sebagai respon warga kepada mereka. Pasukan patih yang menyapa mereka terlebih dahulu.

"Tejo! Habis berburu lagi?" seorang pasukan menyapa warga. "Non Anom, Permisi" sapa ibu paruhbaya bersama dengan cucunya berpasan dan menuju kearah kami datang. "Iya mbok hati-hati dijalan, ini aku ada bekal" tangapan seorang wanita yang tadi malam mengobatiku dan masih banyak lagi orang-orang yang menyapa kami dalam perjalanan ke rumah patih. Mereka terlihat seperti kesatria yang aku pelajari dari para kaum brahmana di hujung galuh.

"Hei kamu ikut!" suara ketus yang semalam terdengar lagi. "sendiko senopatih"jawabku sambil merapatkan tangan dan memposiskannya pas di depan kepalaku. "Kata Senopati Aryo kamu ikut pulang denganku dulu!". Aku hanya merespon dengan anggukan kepala saja. Kami berpisah dan kami menuju ke barat sedangkan mereka menuju ke keraton.

"Selamat datang di Trowulan!  aku sudah menyuruh mbok-mbok disini untuk mencarikanmu pakaian layak pakai milik kakakku, dan sekarang kamu ikut mbok ina agar kamu tau tempat membersihkan badan. setelah selesai tunggu aku disini " kata senopati ayu padaku. Aku berjalan dan mengikuti semua perintahnya maklum aku orang luar yang tak punya jabatan apa-apa.

.

Gelap dan hawa dinggin mulai terasa karena matahari sang sumber kehangatan lelah dan beristirahat. "mbok apa rumah ini sesepi ini?" tanyaku saat tau salah satu pelayannya lewat di belakangku. "maaf den, saya tidak berani berkomentar"jelasnya. "aden dipanggil non Anom ke ruang tengah"

Aku berjalan dan meneumi seorang wanita muda cantik dan anggun. Tanpa pikir panjang saat melihatnya langsung saja bertanya "maaf permisi mbak mau mencari siapa?". Tak kusangka kepalan tanggan melesat dan menghantam kepalaku. "aduh!... sakit..."teriakku. "ini rumahku kenapa kamu yang malah bertanya" ucap perempuan tadi dan suara yang familiar di telingaku.

"Aduh maaf senopatih" aku langsung tersungkur dan memohon maaf. dari pada diladenin malah panjang ceritanya. "ayo ikut aku aku mau memperlihatkan keindahan jantung Majaphit kepadamu"Kata senopati ayu. Aku Tak menyaka ia terasa hangat dan berbeda jauh sekali saat tadi malam sampai sore tadi. "apa harus disiram air dulu ya baru balik ke wujud semula" pikirku dalam hati. Tapi memang terlihat cantik, rambunya terurai indah kebawah, kebaya yang iy pakai assesoris yang iya kenakan terlihat sangat cantik.

Saat ini bulan bekerja dengan benar. Cahayanya menyinari wajah senopati sehingga terlihat lebih menawan. Jalan menuju tempatyang akan kita tuju juga terlihat jelas

"non senopati,,"tanyaku dengna canggung. "apa! panggil ayu aja" katanya.

"non ayu. Disini kalau malam sepi ya?" kataku

"ya jelas sepi semua warga berkumpul di lapangan. Lihat begitu terangnya bukan" katanya smbil menunjuk arah dimana sinar matahari versi dua terlihat oleh kami.

"jalan itu kedepan jangan nunduk2 !" cetusnya lagi

"takut. non Ayu. " jawabku cepat
"takut! Non Ayu! Sekali lagi aku pukul dengan tanganku kalau panggin non!" tanggannya yang sudah penuh dengan tenaga terlihat siap melayang. iya mengumpulkan energi sekitar yang membuatnya berkumpul di gemgamannya.

"Maaf ... maaf ayu aku minta maaf" kataku padanya

"kamu itu lebih hebat dari aku ngapain minta maaf palingan aku pukul dengan kekuatanku mungkin hanya terasa geli bagimu" ceritanya lagi padaku

"Aku tau kamu sengaja menahan semua energimu wir. Kamu pikir bisa membohongiku. Aku sudah merasakan energimu saat mengobatimu tadi malam. " Sambungnya

"aku hanya manusia biasa yang tidak sengaja bertemu dengan bekel jajarana, Patih Gajah Mada,dan bertemu denganmu disini." Jawabku mengutip cerita seorang pujangga yang suka bercerita di pasar hujung galuh.

"Kamu mabuk tuak? Belum sampai dilapangan kamu malah mabuk duluan" tegurnya

"cahaya obor disetiap rumah terlihat indah. seperti bintang-bintang jika kita melihat dari atas bukit sana" sambil menjuku salah satu bukit diselatan trowulan.

Terlalu asik berbincang kami tak sadar sudah menginjakkan kaki di tempat yang dituju. Lapangan ini sangat ramai dan terang sampai tak terasa bahwa ini sudah malam. Ini seperti terlihat seperti pasar kalau aku gambarkan. Orang berjualan, main-main berhadiah, ada warung dadakan, dan beberapa hiburang seperti wayang orang dll. Orang-orang terlihat bercanda gurau, Kaum bangsawan dan warga juga berkumpul meskupun terlihat sekali perbedaannya. Anak-anak berlarian kesana kemari. Ada yang bermain sesuatu yang belum pernah aku lihat. Hingga salah satunya anak berlari menabrak senopati. Ia berdiri dan meminta maaf lalu melanjutkan bermainnya kembali.

Inilah jantung Majapahit. Kota yang lebih maju dengan pusat kota dari kerajaan-kerajaan lain. kehangatan warga dan keindahan kota menjadi salah satu daya tarik tersendiri.  Siapapun dan apapun bentuknya dapat kita kerjakan dan menghasilkan asal ada kemauan pasti akan hidup disini. Kami berbaur dengan keramaian hingga sebuah gong dibunyikan pertanda sudah tengah malam

.

Kami pulang setelah mendengar bunyi gong tadi.

"Wir ayo kita pulang."ajaknya.
"Baik Mbak"sapaku.
"Terdengar lebih baik"katanya.

Kami membawa hadiah yang ia menangkan dari permaian di pasar malam tadi.

"Mbak apa yang akan terjadi besok ya ?"tanyaku.
"Aku juga tidak tau meskipun senopati arya adalah ayah angkatku tidak semua informasi bisa ia berikan dengan sembarangan." Katanya.
" semoga tidak ada yang aneh ya mbak." Kami mengakhiri mala mini dengan baik.
" Ini mbak ayu, ini sebagai tanda terimakasih karena sudah hangat dan mau berteman denganku." Aku memberikan gelang kulit yang aku dpt dari bermain adu kekuatan.
"Apa ini.wir?" Tanyanya.
"Tadi aku dapat dari pasar."sebutku cepat.
"Terimakasih ya. Baru kali ini ada yang memberikan sesuatu padaku."ceritanya padaku sambil mengarah ke rumah. Kami berjalan dan melewati hari ini dengan sangat menyenangkan.

Ilustrasi saya mengambil dari : amamoto,2014,atristektur majapahit,https://srandilponorogo.wordpress.com/2014/06/25/arsitektur-majapahit-sketsa-negara-kertagama-8/

Perjalanan PengembaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang