BAGIAN 22

33 6 1
                                    

Budayakan vote sebelum membaca dan komen setelah baca

Selamat membaca cerita Alice dan Reynand

•••

Masa kamu kalah sama rasa kamu sendiri? Kamu mau dia terus rendahin dan ngejek karena belum move on?

***

Rey menghempaskan badannya ke atas ranjang king size miliknya. Setelah menemui Alice, rasa rindunya semakin mereda. Meski setiap bertemu Alice pasti ada saja hal yang menjadi perdebatan.
Rey pikir, sudah seharusnya dia mulai memperbaiki semua ini, tentang Alice yang harus mendapatkan kebahagiaan dan menyelesaikan masalah pertunangan ini. Rey harus bicara dengan papahnya, dan dia harus memastikan dengan baik untuk Siapakah hatinya saat ini.

Rey mengubah posisinya menjadi duduk, dia memutar-mutarkan ponselnya, ini kesempatan untuk bicara dengan papahnya karena besok papahnya sudah pergi ke luar kota.

"Gue harus ngomong sama papah"

Rey menghela nafasnya, ia mengetukkan lengannya pada pintu ruang kerja papahnya.

"Masuk" Terdengar suara papah Rey, segera ia masuk ke dalam ruangan itu.

"Ada apa Rey?" Tanya pak prasetyo sambil menutup laptopnya.

"Aku mau bicara hal penting, papah ada waktu?"

Pak prasetyo mengangguk, "bicaralah"

"Ini soal pertunangan sama Rani pah, apa gak ada cara lain selain tunangan?" Tanya Rey hati-hati, Rey tau alasan papahnya memaksa Rey untuk tunangan, dan Rey tidak mau alasan itu menjadi tembok penghalang kebahagiaannya.

"Memangnya kenapa? Papah tau kamu sudah jatuh cinta pada Rani kan? Sudah lah Rey, Terima saja. Dia cantik kok"

Rey mendecak, dia sebal dengan sifat papahnya yang keras kepala, "pah, yang mau ngejalanin kan aku? Kenapa jadi papah yang harus ngatur permasalahan ini?" Rey jadi berani pada papahnya, bukan bermaksud melawan atau membantah hanya saja Rey sadar, kalau dia perlu bahagia.

"Papah perhatiin, akhir-akhir ini kamu jadi sering ngelawan? Siapa sih yang buat kamu seperti ini?"

"Papah." Rey menyeringai, "papah yang udah bikin aku kaya gini, ada orang yang rela nyisain waktunya hanya untuk buat aku bahagia pah, dia nemenin aku disaat papah dan mamah gak di rumah, mana mungkin sekarang dengan gampangnya aku putusin dia demi permintaan papah yang akan menyebabkan permasalahan semakin runyam"

Plak....

Rey memelalakan matanya, dia memegang pipinya yang sudah merah akibat insiden tadi, "kenapa papah nampar aku? Aku bicara benar kok, tampar lagi pah, tampar!"

Pak prasetyo mengusap wajahnya gusar, "kenapa kamu gak ngerti hah? Kalo bukan kamu yang menjadi alat papah, terus siapa lagi? Kamu anak satu-satunya papah dan kamu harapan papah untuk balas dendam, kenapa kamu gak ngerti?"

"Kalo papah hanya ingin memuaskan hasrat papah untuk balas dendam, itu semua gak akan pernah ada hentinya pah! Lalu bagaimana dengan nasib anak aku nanti?"

Diam. Pak Prasetyo bungkam, dia memang tidak memikirkan sampai situ, bahkan yang ada di pikiran pak prasetyo saat ini adalah bagaimana cara untuk mendapatkan perusahaannya kembali.

"Aku minta maaf, tapi untuk kali ini aku gak bisa bantu papah" Rey beranjak dari ruangan itu.

"Rey"

*

PAGI yang sejuk mengiringi langkah setiap siswa yang datang ke sekolah, dengan perasaan yang senang dan gembira, entah itu karena apa, mungkin suasana hatinya sedang senang.

Alice [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang