PIL 4

5.8K 685 9
                                    

Author POV

Prilly merutuki kenapa harus ada jam kosong setelah istirahat. Guru yang mengajar Kimia berhalangan masuk. Tidak ada tugas titipan dari guru yang bersangkutan dan itu membuat suasana kelas menjadi tak terkondisi. Gaduh. Berisik. Dan itu sangat tak Prilly sukai. Padahalkan sebentar lagi penilaian tengah semester, seharusnya hari ini jadi review kalau gurunya masuk.

Merasa tak ada yang menarik selain bengong atau bergabung bersama bundaran meja gosip sebelah, Prilly memilih mengeluarkan laptopnya. Laptop yang sejak kelas sembilan menemaninya. Kado pemberian sekolah sebagai apresiasi karena dirinya adalah pemegang IQ superior disekolah. Walaupun bukan laptop mewah dengan apel kegigit sebelah, tapi Prilly mensyukuri itu. Yang penting bisa untuk dipakai.

Tombol power mulai ditekan lama, menunggu sepersekian detik hingga jendela windows tampil cantik dilayar. Ia memasukkan beberapa digit kata sandi yang dihafalnya di luar kepala untuk membuka menu.

Daripada bergaduh tak jelas, aka jauh lebih baik jika digunakan untuk menyelesaikan pesanan powerpoint nya yang masih tersisa tiga lagi. Oke, sedikit menceritakan teknisi pekerjaan Prilly. Awalnya, entah dari mana ide ini berasal hingga ia menekuninya. Yang jelas, ini menghasilkan. Baginya, ini seperti memberi jasa. Simbiosis mutualisme. Menyelesaikan tugas. Salah satu nya ya mengerjakan persentasi yang diberikan guru dalam bentuk powerpoint. Persentasi yang biasa di lakukan berkelompok, namun mungkin beberapa saja yang mengerjakan. Jadi, bagi beberapa diantara mereka yang tidak mempunyai laptop hanya bermodalkan flashdisk, akan memudahkan mereka jika meminta bantuan Prilly. Hanya membantu, materi atau selebihnya adalah konsepan real orang yang bersangkutan. Prilly hanya bertugas menyalinnya dalam bentuk slide di Microsoft Powerpoint saja.

Prilly menggeledah isi tasnya, mengelurkan earphone, ponsel, flashdisk, dan buku kecil yang terselip kertas-kertas abstrak didalamnya. Ia mulai mencolokkan kabel earphone pada ponselnya mulai mendengarkan lagu. Sementara tangannya sudah menari-menari diatas keyboard dengan begitu lincahnya. Sesekali pandangannya serius menatap papan ketik dan LCD bergantian.

"Politik etis dan pers pembawa perubahan. By Kelompok 1, 12 Mipa 1--"

"Ngapain lo disini?!" Prilly menghentikan aktifitasnya saat mendengar suara Ali yang membaca ketikannya dilayar laptop. Ia sedikit menundukkan layar laptop, menggesernya jauh dari jangakauan Ali. Ia tak mau kejadian tombol power dimatikan oleh cowok ini terulang kembali.

"Duduk lah, apalagi?" Ali acuh, mengedikkan bahunya santai.

"Ya gue tau lo lagi duduk, tapi kenapa harus disini? Sana duduk ditempat lo!" Usir Prilly sewot. Ali disini kalau bukan untuk menggangunya lalu untuk apa? Membantunya? Oh tidak tidak. Itu sama sekali tidak mencerminkan seorang Ali. Dia kan sukanya ngerusuh. Sukanya tengil sana sini.

Ali masih terlihat acuh. Kakinya sudah asyik nangkring diatas meja. Prilly mendesah frustasi lantas kembali pada aktifitasnya yang sempat terhenti.

"Gana kalo merem gitu bulu matanya kayak sapu ijuk deh. Jadi pengin jilat."

Prilly mendelik aneh pada salah satu temannya yang sedang menatap Ali dengan liur yang siap menetes. Ternyata Ali tengah memejamkan matanya.

"Paan lo liat-liat gue?!" Tegur Ali dengan mata terpejam. Lho? Dia nggak tidur. Dia negur siapa? Prilly atau fans fanatiknya itu?

"Abis kamu ganteng sih." Celetuknya dengan genit, hal itu membuat Prilly bergidik ngeri.

Ali membuka matanya, matanya langsung beradu pandang dengan mata Prilly. "Paan lo liat-liat gue?! Ulangnya lagi. Jadi tadi Ali berbicara dengannya?

Powerpoint in Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang