PIL 31

7.1K 892 80
                                    

Author POV

"Pi, Gana, Pi."

Tidak ada yang bisa Alfa lakukan selain memeluk Wita yang masih terisak dalam pelukannya. Masih di ruang tunggu ICU, mereka sedang menunggu dokter selesai menangani Ali. Wita sempat histeris begitu mobil Reyhan datang membawa Ali yang sudah tak sadarkan diri dengan kepala yang berlumur darah.

"Gana pasti baik-baik aja, sayang." Alfa menenangkan sambil terus mengelus bahu istrinya.

"Permisi, Tuan, Nyonya," ujar Reyhan yang baru saja datang.

"Ada apa, Rey?" Tanya Alfa.

"Saya ingin memberikan ponsel Tuan Muda, Tuan. Mungkin sewaktu kami membawa Tuan Muda, terjatuh dari sakunya," kata Reyhan sambil menyodorkan ponsel Ali pada Alfa. Ponsel falcon-nya sedikit ringsek dibagian LCD, mungkin karena Ali sempat terguling beberapa kali.

"Sebelumnya maaf, Tuan, karena layar ponselnya sedikit retak," tambah Reyhan rendah.

Alfa tersenyum kecil. "Terima kasih, Rey. Ah, iya, pulanglah dulu. Ganti pakaianmu. Kamu pasti tidak akan nyaman memakai baju penuh darah seperti itu," tutur Alfa.

Reyhan melihat kemejanya, kemudian menunduk kecil. Kemejanya yang berwarna biru langit memang penuh dengan noda darah Ali yang mulai mengering. Ali sama sekali tak lepas dari pangkuan Reyhan tadi. "Tidak masalah, Tuan," balas Reyhan tersenyum kecil.

"Pulanglah sebentar, Rey," ujar Alfa lagi.

"Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi," pamit Reyhan kemudian berlalu.

Isak Wita mulai mereda, mungkin perempuan itu sudah kelelahan karena menangis terus-menerus. Ia sadar, dengan menangis tidak akan membuat apapun kembali termasuk kejadian yang menimpa Ali hari ini. Padahal, kemarin baru saja ia berkunjung ke apartemen Ali, memangku kepala puteranya di pangkuannya dan Ali yang memeluknya dari belakang seusai membersihkan diri.

Tak lama dokter keluar dari dalam, disusul brangkar Ali yang di dorong oleh beberapa suster entah kemana. Wita yang panik, langsung melepas pelukan suaminya dan berdiri.

"Gana! Dokter, Gana mau dibawa kemana?" Tanya Wita panik. Air matanya kembali menggenang lagi, siap berjatuhan.

"Tenanglah, sayang," ucap Alfa sambil merengkuh bahunya lagi.

"Jangan panik, Nyonya. Kami hanya memindahkan putera anda ke ruang rawat. Beruntung putera anda cepat-cepat dibawa kesini sehingga kami bisa langsung menanganinya. Luka dikepalanya cukup parah, mungkin terbentur sesuatu yang keras," kata dokter itu.

"Apa ada luka dalam, Dokter?" Tanya Wita.

"Dari hasil diagnosa sebelum hasil lab-nya keluar, kami mendapati adanya keretakan pafa tulang pada tulang kering kaki kirinya. Hal itu kemungkinan besar terjadi karena himpitan benda keras. Sebentar lagi, hasil lab-nya akan segera keluar, kami akan menginformasikannya lebih lanjut lagi," lanjut Dokter.

"Retak tulang, Dokter?" Wita membekap mulutnya tak percaya.

"Ini baru diagnosa sementara sebelum hasil lab-nya keluar, Nyonya. Mohon tenanglah, putera anda adalah orang yang kuat. Buktinya, saat dia tersadar dan obat biusnya habis, dia sama sekali tidak merasa kesakitan saat kami melakukan penjahitan pada kepalanya," jelas Dokter itu tersenyum.

"Lalu bagaimana keadaan putera saya, Dokter?" Kali ini Alfa yang bertanya.

"Seperti yang saya bilang tadi, ia sempat membuka matanya saat kami sedang menjahit kepalanya, hanya beberapa menit setelah itu kembali terpejam lagi. Kami sudah menambahkan dosis obat tidurnya agar putera anda bisa beristirahat. Dia tidak apa-apa, mungkin akan sering merasakan sakit dikepalanya saja saat siuman nanti," ujar Dokter.

Powerpoint in Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang