PIL 21

5.7K 779 33
                                    

Author POV

"Ra, gue perhatiin... kok lo kayaknya makin deket ya sama si Mr. Bossy itu?"

Prilly menghentikan aktifitas membacanya. Alisnya mengerut, melirik heran Satya yang tengah menyabuti rumput-rumput kecil kemudian membuangnya malas.

"Mr. Bossy?"Tanya Prilly, kemudian kembali fokus pada kamus lengkap Bahasa Indonesia nya.

"Iya. Si Ali."

"Nggak juga," ujar Prilly santai.

"Lo kurang-kurangi deh berurusan sama dia," kata Satya.

Prilly mendelik kecil, menoleh aneh pada Satya lantas menutup bukunya. "Lo kenapa sih? Yaa, gue deket sama dia cuma karena tugas. Lo tau sendiri kan, gue jadi settingan para guru." Satya berdecak pelan. "Kerjaan banget sih, kenapa harus lo?" Kesal Satya.

"Ih kok lo jadi nanya lagi? Kan udah gue ceritain waktu itu,"

"Lagian ngapain sih lo kesini kalo cuma selonjoran sambil cabut-cabutin rumput gak jelas gitu? Ayo ah masuk aja kedalem, aneh banget sih lo." Lagi, untuk kesekian kalinya Prilly mengajak Satya masuk. Entahlah apa yang aneh dari sahabatnya ini. Datang pagi-pagi kesini, tapi hanya untuk menyabuti rumput kecil yang tumbuh di teras.

Satya melirik tanpa minat Prilly yang asyik dengan bukunya, "Bosen amat gue liat lo baca buku. Coba liat!" Dengan seenaknya Satya merebut buku Prilly lantas membaca cover depan buku tebal itu.

"Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Dilengkapi EYD... ahh tau dah puyeng!" Satya mengembalikan buku yang menurutnya sama sekali tak menarik itu pada Prilly.

"Buat apa sih lo baca gituan?"

"Gituan gimana maksud lo!" Prilly menjambak rambut belakang Satya, membuat kepala cowok itu terhuyung kebelakang.

"Jalan yuk," ajak Satya kemudian.

"Kemana?"

"Lo mau nya kemana?"

"Uhm..." Prilly berfikir.

"Gak ada museum, gak ada toko buku, gak ada gedung teater, gak ada perpustakaan!" Sela Satya sebelum Prilly membuka suara. Prilly terperangah, merubah eskpresinya menjadi malas.

"Gak usah jalan kalo gitu! Kok jadi larang-larang gue?"

"Ya nggak larang. Sepet aja gitu, lo kan tau gue suka nguap mulu kalo dateng ke tempat-tempat begitu. Bawaannya ngantuk tau gak."

"Iya deh iyaaa... terus lo mau nya kemana?" Prilly pun memilih pasrah. Sudah menjadi kebiasaan kalau ia dan Satya suka menghabiskan waktu jalan-jalan berdua. Hanya saja akhir-akhir ini jarang karena Prilly yang sibuk dengan kegiatannya.

"Asik, bener yaa terserah gue?"

"Iya,"

"Oke. Ya udah gih lo siap-siap," suruh Satya. Prilly belum juga beranjak. "Kemana dulu?" Tanya Prilly.

"Siap-siap dulu baru gue kasih tau,"

"Kasih tau dulu baru gue siap-siap!"

"Nggak ada. Siap-siap dulu baru gue kasih tau."

"Sat, kok gitu sih?"

"Yaa emang begitu yee. Ck, udah sana ah, bawel lo kebanyakan nanya. Nanti aja nanyanya gue belum bukan QnA." Satya mendorong tubuh Prilly agar memasuki rumah.

"Ishh iya iyaaa, tunggu lima belas menit," kata Prilly lantas berlalu kedalam.

"Seribu tahunpun gue sanggup, Ra nungguin lo!" Teriak Satya. Namun, mungkin jarak tidak menyampaikan kata-kata itu pada Prilly, karena nyatanya Prilly tak terlalu mendengar jelas teriakannya.

Powerpoint in Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang