Bhanu 2.2

3.7K 117 2
                                    

Pagi itu jam masih menunjukan pukul 02.45, namun aktifitas keluarga Sudaryoko Pramono dan Endang Mirahayu sudah dimulai. Diawali suara alarm dari kamar kedua pasangan berusia setengah abad itu yang memulai kegiatan shalat tahajud keluarga ini. Endang segera mematikan alarm yang berbentuk bulat mungil yang sudah usang itu, perlahan ia melangkahkan kaki dan membuka pintu kamar. Kakinya menyusuri lorong yang membawanya ke kamar mandi, diputarnya tutup keran yang mengalirkan air yang akan digunakannya untuk berwudhu. Selepas mencuci kedua telapak tangan, berkumur, membasuh hidung, membasuh muka dan kedua tangan dilanjutkan membasuh kepala dan kedua telinga dan diakhiri dengan mencuci kaki wudhunya telah sempurna untuk mensucikannya sebelum melaksanakan shalat sunah tahajud. Sambil memegang holder yang ada di dinding kamar mandi ia perlahan melangkahkan kakinya kembali ke kamar. Dilihatnya sang suami masih duduk sambil beberapa kali meregangkan otot di badannya yang mulai menua. Endang mengambil mukena yang dilipat rapi diatas bangku meja rias yang dibungkus oleh sajadah yang cukup tebal pemberian anak perempuannya yang sekarang sedang menempuh pendidikan di Jakarta.

10 menit berlalu jam menunjukan pukul 02.55, waktu dimana Endang segera melepaskan mukena putih dengan renda yang sekarang membalut tubuhnya. Dilipatnya kembali mukena seperti sedia kala dan diletakkan pada bangku meja rias. Dirinya melangkahkan kaki keluar kamar, kembali menyusuri lorong namun kali ini bukan ke kamar mandi melainkan lurus melewati dapur dan ruang makan dan berhenti di depan sebuah pintu yang terpasang foto seorang anak kecil yang memakai kostum polisi yang biasanya disewakan saat hari Kartini tiba. Endang tersenyum kecil memandang foto yang sudah berumur lebih dari 15 tahun itu. ia mengetuk pintu kamar sebelum berjalan untuk masuk. Dilihatnya seorang pria yang masih tertidur pulas dengan posisi telentang dan kedua tangan terlihat berada di atas dada yang diselimuti oleh selimut berwarna senada dengan sprei yang dipasang. Bentuk rahang yang tajam, ujung hidung tinggi yang sama dimiliki oleh sang bunda serta mata yang masih terpejam rapat dengan bulu mata yang cukup lentik untuk seorang pria membuatnya tampak manis bahkan saat sedang tertidur.

"Bhanu, bangun ayo shalat tahajud"

Panggilan lembut itu perlahan menimbulkan respon gerak dari tubuh pria itu. Diangkatnya kedua tangan keatas dan diikuti gerakan dari pinggang hingga kaki. Ngulet bahasa jawanya. Kelopak matanya terbuka lalu menyipit sebelum berkedip-kedip melihat ibundanya berada hadapanya, beliau masih sabar menunggu sang anak benar-benar bangun dari tidurnya. Melihat wajah bunda membuat Bhanu segera menjadikan kedua tangannya sebagai tumpuan untuk ia bangun dari tempat tidurnya. Ia tersenyum dan segera mengeluarkan kakinya yang masih berada di dalam selimut. Ia mangangguk kecil sebelum berdiri dan berjalan keluar kamar untuk mengambil air wudhu. Sementara itu Endang kembali ke kamar setelah ia mengambil baju dan celana kotor dari keranjang yang ada di dalam kamar anaknya.

Bhanu keluar kamar mandi dengan menengadahkan kedua tangannya menghadap kiblat untuk membaca doa sesudah wudhu. Dibasuhkan kedua telapak tangan ke seluruh muka setelah itu ia beranjak menuju kamarnya memulai shalat tahajud 2 rakaat dengan sarung yang ia ambil dari atas meja belajar. Bhanu menengok kearah jam kamar yang berada di dinding atas kasurnya masih jam 03.12, diraihnya Hp yang berada diatas kasur tak jauh dari tempatnya duduk bersila saat ini. Tidak ada notif, hanya ada wallpaper sebuah lapangan yang menjadi layar kunci Hpnya. Setelah melepas sarung hijau tua yang ia kenakan ia memutuskan untuk menyiapkan seragam yang akan dipakainya dinas hari ini.Sudah 3 tahun Bhanu menjadi anggota brimob semenjak pelantikannya setelah lulus dari seba. Pakaiannya hari ini sama seperti hari biasanya, ia mengenakan seragam cokelat dengan baret biru yang dipadukan dengan sepatu dinas berwarna hitam yang menutupi sebagian celana dinas. Setelah merasa lengkap ia menyiapkan tas eiger hitam yang masih dipakainya sejak duduk di kelas 3 SMA. Tas itu adalah pemberian kakaknya, Kirana Kamahayu sebagai hadiah yang diberikan pada hari ulang tahunnya.

Jam menunjukan pukul 04.15, Endang sudah siap di dapur dan sedang mencuci wortel dan kubis yang akan ia gunakan untuk membuat sarapan hari ini. Bhanu yang sedang duduk dan memainkan Hpnya segera menekan tombol daya begitu mendengar suara pintu kamar tertutup dan melihat sang bapak yang keluar dari dalam kamar. Ia duduk tegap dengan kedua tangan lurus dan mengepal di atas lutut. Persis seperti posisi makan saat kegiatan bela negara.

"bapak nggak marah, bapak juga bisa maklumin kamu" ucapnya sambil menggeret kursi makan di depan Bhanu.

Bhanu menatap bapaknya, wajah garang dengan kumis yang menempel diatas bibirnya menjadi cirikhas wajah guru killer SMP. Ya, bapak Bhanu adalah seorang kepala sekolah SMP sedangkan sang bunda adalah guru SD di sekolah dasar dekat desanya. Bhanu dididik dari keluarga dengan latar pendidikan yang kuat, bahkan kakaknya sekarang sedang menempuh pendidikan S2 untuk lebih mematangkan karier mengajarnya.

"iya pak, Bhanu minta maaf" jawabnya

Kedua tangan Bhanu masih mengepal di atas lututnya, Endang yang datang lalu menepuk punggungnya lah yang sedikit bisa melenturkan sendi tubuh yang tadi menegang. Sang bapak melirik kearah Bhanu saat sang bunda sedang menepuk punggungnya. Ia tersenyum simpul melihat interaksi mereka. Tak lama Bhanu beranjak mengambil air panas dan segera pergi ke kamar mandi dengan handuk yang menggantung di balik leher dan menjuntai sampai ke perut. 8 menit setelahnya ia keluar kamar mandi dengan membawa kaos t-shirt hitam dan celana biru dongker diatas lutut yang semalam ia gunakan untuk tidur. Pinggang hingga bagian lututnya sudah kering dan sekarang dibalut oleh handuk abu-abu tua yang ditekuk 2 tekukan. Ia bertelanjang dada dengan beberapa bulir air mandi masih menempel disana-sini. Tangan kanannya mengacak-acak rambut cepaknya yang masih basah setelah diguyur air hangat pagi itu.

"baju mandi kamu mana Nuk?" Tanya sang bapak setelah memasang kaca mata tuanya

"lagi di cuci pak, sementara pake handuk dulu"

Sang bapak hanya berdehem mendengar jawaban Bhanu dan melanjutkan kegiatannya meminum teh hangat dan menonton berita pagi itu. kumandang adzan subuh menggema di desa yang berada tak jauh dari jalan raya itu, Bhanu segera bangkit dari duduknya dan pergi kekamar mandi untuk mengambil air wudhu. Selepas shalat subuh ia pergi ke ruang makan dimana sudah tersaji menu orak arik telur dengan wortel kacang polong dan kubis sebagai sayurannya. Tak lupa ada ayam bacem yang sudah disiapkan kemaren malam. Endang mengambil piring milik Bhanu dan segera mengambilkan 2 centong nasi untuknya beberapa sendok makan orak-arik dan sebuah paha ayam untuknya, sang bapak yang baru saja keluar dari kamar segera duduk dan mengambil piring, nasi lauk dan sayur sendiri. Endang memang cenderung memanjakan Bhanu jika dibandingkan dengan kakak perempuannya. Hal itu mungkin karena Endang merasa Bhanu terlalu dididik keras oleh sang bapak yang berlaku sangat lembut jika dengan anak perempuannya Kirana.

Bapak menyeruput air putih dalam gelas sebelum menyendokkan sesuap nasi ke dalam mulutnya, melihat hal itu Bhanu lalu menyuapkan sesuap sendok nasi juga kedalam mulut. Ia sudah diajarkan sejak kecil apabila makan semeja dengan orang yang lebih tua ia harus menunggu orang yang lebih tua tersebut untuk makan.

Jam menunjukan pukul 05.17, Bhanu yang telah selesai sarapan kembali ke kamar untuk ganti baju dinas, selepasnya ia beranjak keluar menuju teras rumah dan terlihat sedang memasang kaos kaki hitam di kaki kanannya. Setelah beberapa saat dengan sigap ia berdiri dengan pakaian dinas yang tampak ketat menempel di tubuhnya. Endang yang masih menggunakan daster dan lap di bahu kirinya keluar menyusul Bhanu yang akan berangkat ke kantor. Ia memberikan kunci dengan gantungan dompet berwarna cokelat kulit pada Bhanu yang diterima dengan senyuman simpul oleh pria 22 tahun itu.

"hati-hati ya nak, jangan ngebut." Pesannya

Bhanu mengangguk, ia memberi hormat pada sang bunda setelah mengambil tas hitam yang ada di dekatnya. Ia berlalu menuju ke mobil sedan hitam yang terparkir di halaman. Tak lama ia pun berlalu pergi meninggalkan rumah. 30 menit perjalanan ditempuh untuk sampai ke mako brimob. Sudah ada beberapa anggota yang terlihat di lapangan untuk apel pagi itu. begitu memakirkan mobilnya dibawah sebuah pohon Bhanu keluar sembari menggendong tasnya dari dalam mobil

"nunuk.." panggil Akmal, teman seperjuangan Bhanu semasa sekolah dulu

"apaan sih nunuk" goda Bhanu dengan bibir yang cemberut

Akmal merangkul pundak Bhanu dan beranjak menuju lapangan sebelum jam menunjukan pukul 06.00. langkah mereka terhenti begitu Bhanu merasakan getaran dari saki kirinya. Diambilnya Hp itu dan terlihat 1 notifikasi pesan yang diterima dari nomer yang tidak disimpan

"udah boleh rindu? B -> C"

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang