Shelina 4.2

2.4K 90 1
                                    

"Cece, aku berangkat ke tempat futsal sama anak-anak ya

besok aku beliin ya, kamu kan uda kepengen banget kesitu dari dulu

pokoknya besok aku anter kamu beli, kamu ambil mana yang kamu suka okee?"

Shena memekik riang begitu membaca pesan dari sahabat masa kecilnya, Gibran. Ia membalas pesan WA itu dengan penuh emot senyuman dan tanda love yang lalu ia kirimkan.

Pagi ini rencananya Iban akan menjemput Shena pukul 08.00, sebelum pukul 08.00 ia sudah berdiri di depan gerbang rumahnya. Dengan baju flannel kotak-kotak dan celana kain warna silver serta kerudung pashmina dengan warna biru dongker ia tampak sudah tak sabar menunggu kedatangan Iban. Tak lama, sebuah motor matic berhenti di depan Shena.

"udah nunggu lama Ce?" Tanya pria berkumis tipis itu.

Shena menggeleng kecil, ia segera memakai helm bogonya dan naik ke atas motor. Mereka berkendara sambil membicarakan acara sepulang kuliah nanti. Pukul 08.30 mereka sampai ke kampus. Setelah berpamitan, Shena dan Iban memisahkan diri menuju gedung fakultas masing-masing. Shena menuju keatas untuk masuk ke gedung fakultas ekonomi sedangkan Iban melangkahkan kakinya turun menuju gedung fakultas teknik. Iban adalah teman Shena sedari masih di bangku sekolah dasar, lelaki itu adalah murid pindahan dari Jakarta saat masih kelas 3. Mereka menjadi teman akrab setelah Shena ikut belajar dengan ibu dari Iban yang merupakan  seorang guru. Selain itu mereka selalu satu sekolah bahkan sampai sekarang satu kampus saat kuliah.

Shena disambut oleh Mona dan Ema yang menyusulnya dari arah belakang. Mereka bertiga jalan bersama menuju ruang a2.b5 yang ada di lantai 2, begitu sampai di dalam kelas yang masih sepi itu sudah ada Raya dan Fina yang sedang bercengkrama. Mereka berlima duduk di baris kedua dari bangku dosen.

"guys.. aku mau cerita sesuatu sama kalian" ucap Shena.

Seketika keriuhan keempat temannya mereda, semua wajah tertuju pada Shena yang duduk disamping Raya.

"jangan-jangan elo mo ngomong kalo akhirnya elo di tembak Gibran?" Fina menunjuk kearah Shena dengan wajah curiga.

"cie cieee" ucap Raya Mona dan Ema serempak.

"bukan bukan.. ga mungkin lah gua sama dia jadian, gua kan pernah cerita kita uda jadi temen lama banget. Dan dia tu bukan tipe yang boyfriendable so.. enaknya di jadiin kakak dan sahabat gitu" sahut Shena. membayangkannya berpacaran dengan Gibran sudah membuatnya geli sendiri.

"terus kamu mo cerita apaan sama kita?" nada Raya sudah penuh penasaran.

Shena berdehem sebelum memulai pembicaraanya,

"jadi gini, kemarin ibuku ngajak ketemuan gitu sama temennya. Dan ternyata di balik ketemuan itu, dia mo ngenalin gua ke cowok!"

"hah?!" "jadi kamu dijodoin gitu?" "kek gimana orangnya?" "anak mana?" "siapa namanya"

Pertanyaan langsung memberondong Shena, ia memutuskan untuk menutup kedua telinganya saat itu. "guysss"

Shena berhenti melanjutkan kalimatnya melihat seorang teman sekelasnya  masuk ke dalam ruangan. Mereka memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan itu nanti, setelah selesai makul.

Jam menunjukan pukul 16.00, 3 makul sudah dijalani Shena dan keempat temannya hari ini. Mereka pergi ke gazebo dekat koperasi mahasiwa dan berniat melanjutkan pembicaraan pagi tadi.

"jadi gimana nih kelanjutanya. Kepo banget gua" tanya Ema antusias.

"sebenernya gua gatau sih ya dia itu namanya siapa, anak mana, dan sekarang kerja dimana. Setauku dia itu orangnya sibuk, buktinya dia ga sempet dateng kemaren karna masih ada kerjaan" Shena kembali mengingat kejadian pertemuan kemarin.

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang