Shelina 5.1

2K 82 0
                                    

"Iban ujan Ban gimana pulangnya" Shena menunjukan wajah khawatir.

Gibran menunjukan ekspresi yang sama, dengan barang bawaan yang banyak dan estimasi jarak rumah yang cukup memakan waktu, tidak mungkin rasanya jika mereka menerjang hujan saat ini. Akhirnya mereka mutuskan menunggu hujan sedikit reda. Jam menunjukan pukul 19.08, mereka meluangkan waktu untuk shalat isya di rumah makan itu, setelahnya mereka duduk di kursi tunggu yang posisinya ada di pojok rumah makan. 

Shena menghembuskan nafas berat untuk kesekian kalinya, ia sangat khawatir jika harus pulang terlalu malam. Walaupun ia sudah mendapatkan ijin dari ibunya,tetap saja ada perasaan tidak tenang dalam dirinya. Gibran yang juga merasakan kekhawatiran dari Shena, namun lelaki itu tidak dapat berbuat banyak, hujan lebat dan guntur yang masih terus bergejolak hingga sekarang membuatnya tak bisa melakukan apa-apa.

"Ce, kalo tau bakal hujan kaya gini aku tadi bawa mobil".

Gibran menatap Shena dengan mata yang terkulai. Shena jstru tersenyum simpul, ia meletakan kepalanya di pundak Gibran. Tingkah Shena membuat Gibran sedikit kaget, hal itu terlihat dari pipinya yang memerah. Badannya reflex menegang, tidak pernah Shena melakukan tingkah seperti ini sebelumnya.

"Ce, kamu kenapa" Gibran bertanya dengan nada kikuk.

"kenapa? Emang ga boleh ya kaya begini?" Shena menjawab dengan memainkan suaranya menirukan anak kecil sambil memanyunkan bibirnya.

Gibran menegakkan kepala Shena dengan tangannya, didekatinya wajah Shena hingga kedua mata mereka bertemu satu sama lain. Gibran membelalakkan matanya begitu melihat kedua mata Shena yang terlihat merah dan sayu. Tangan kanan Gibran memegang kening Shena, satu hal yang langsung ia rasakan. Suhu panas.

"Shen, kamu sakit?!" suara Gibran meninggi, ia terlihat sangat khawatir melihat badan Shena yang mulai melemas. Shena menggeleng pelan menjawab pertanyaan dari Gibran.

Suara dering Hp di saku celana Shena membuyarkan pandangan Gibran. Shena nampak memejamkan matanya sembari menyenderkan badannya di tembok. Gibran dengan hati-hati mengambil Hp milik Shena, sebuah panggilan masuk dari Ibu. Gibran segera pergi meninggalkan Shena untuk menerima telfon dari Youra. Setelah menjelaskan kondisi yang sekarang dialami mereka dan Shena yang terlihat tidak enak badan, Youra memutuskan agar Shena dijemput oleh sang ayah yang kebetulan belum kembali dari kantor. Gibran menyetujui permintaan Youra untuk tetap menjaga Shena agar tetap sadar sembari menunggu sang ayah datang.

 Setelah mengakhiri pembicaraan di telfon dengan ibu Shena, Gibran segera berlari menemui Shena. Dilihatnya wanita itu tertunduk dengan kedua tangan masuk kedalam saku jaket. Gibran segera duduk jongkok di depan Shena, dipanggilnya Shena dengan lembut. Shena membuka sedikit kedua kelopak matanya, ia tersenyum menatap wajah Gibran.

"aku pesenin teh anget ya?" Gibran yang terlihat panik mengelus lengan Shena.

Shena menggeleng, ia berkata dengan suara yang sangat pelan sampai Gibran harus mendekatkan telingannya ke bibir Shena. Ia meminta Gibran untuk duduk disampingnya, agar ia bisa meletakan kepalanya yang terasa berat saat ini. Mendengar permintaan itu Gibran hanya bisa mengangguk dan melakukan apa yang diperintahkan Shena.

30 menit berlalu, hujan masih mengguyur hingga saat ini walaupun dengan intentitas tidak selebat tadi. Seorang pria dengan jaket hitam bercelana dinas memasuki ruang makan dan mengedarkan pandangannya mencari sang anak. Agung segera berlari dan menjumpai Shena yang sedang tidur dipaha Gibran dengan sebuah jaket tebal yang menyelimuti tubuhnya. Agung menghembuskan nafasnya lega, ia bersyukur memiliki seseorang di samping anaknya yang dapat dijaga kepercayaannya. Gibran meraih tangan Agung begitu melihatnya, perlahan ia membangunkan Shena. Gadis itu nampak sudah tidak bertenaga, secepatnya Agung dan Gibran membawanya ke dalam mobil dengan bantuan 2 orang pegawai yang memayunginya. Sesampainya di mobil, Shena di dudukan di kursi tengah dengan jaket Gibran yang masih diselimutkan di tubuhnya. Barang belanjaan Shena tidak lupa diletakan di bagasi belakang mobil. Gibran menutup pintu bagasi sebelum menyampaikan kronologi yang menimpa Shena.

Agung memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk memastikan Shena baik-baik saja, ia memberikan sebuah kantong plastik berisi jas hujan dinas yang ia selalu bawa. Setelahnya Agung meminta Gibran untuk segera pulang agar kedua orang tuanya tidak khawatir, lalu pergi berlalu dengan mobilnya. 10 menit perjalanan di tempuh untuk mencapai sebuah rumah sakit. Disana Shena masuk ke ruangan UGD dengan sang ibu yang sudah menunggunya dari tadi. Setelah melakukan pemeriksaan, Shena dipindahkan ke ruang inap Aster yang ada di samping bangunan utama rumah sakit. Kamar dengan 1 buah ranjang pasien dan 1 buah kasur penunggu pasien serta sofa, tv, kulkas, dan kamar mandi dalam ini menjadi ruang inap yang Shena tempati malam ini.

Agung tampak sibuk mengurus administrasi rumah sakit, sedangkan Youra mengganti baju anak perempuannya itu dengan baju babydollnya. Shena membuka matanya yang masih nampak merah, ia menggerakan bibirnya mengatakan sesuatu. Youra yang tidak bisa mendengar dengan jelas suara Shena segera mendekatkan telinganya ke arah Shena.

"bu, tolong jaket Gibran disimpan baik-baik" Youra mengangguk sambil tersenyum mendengar permintaan anaknya itu.

Keesokan harinya, Shena mulai menunjukan perkembangan kesembuhan. Ia sudah bisa membuka kedua matanya dengan sempurna walaupun badannya masih lemas dan sering kali kepalanya pusing jika duduk terlalu lama. Keempat sahabat Shena menjenguknya siang hari itu, mereka membawakan buah dan beberapa novel dari koleksi Fina untuk dipinjamkan.

"sakit apa kamu Shen?" Tanya Fina sembari memberikan novelnya pada Shena.

"biasa kecapekan, tipes sama bumbu-bumbu maag ekek".

Keempat sahabatnya menepuk jidat mendengar jawaban dari Shena, tak lama terdengar suara pintu kamar dibuka dan seorang pria dengan tas ransel dengan hoodie hitam dan celana jeans denim masuk ke dalam ruangan.

"Gibran??" Senyum Shena mengembang melihat sahabatnya itu membawakan sekeranjang penuh buah-buahan.

"yokk gaes mundur mundur" Ema menarik ketiga sahabatnya untuk duduk di sofa tunggu.

Gibran melangkahkan kakinya berat mendekati Shena, dilihatnya wajah Shena dengan mata yang berkilau tergenang air mata. Ia menyerahkan bingkisan buah pada Mona, lalu Gibran mendekati Shena dan memeluknya. Mona, Ema, Raya dan Fina sontak memalingkan muka mereka.

"Gibran kamu kenapa?" Shena terlihat kaget mengetahui badan mungilnya dipeluk oleh Gibran. Gibran tidak menjawab, tidak ada suara yang Shena dengar keluar dari mulut lelaki itu. Shena tersenyum simpul, ia merangkulkan kedua tangannya di punggung Gibran sembari mengelusnya.

"maafin aku ya, kamu pasti khawatir" bisik Shena dengan lembut di telinga Gibran. Gibran melepaskan pelukan eratnya pada Shena, ia memastikan jika sahabatnya itu benar-benar baik-baik saja yang diiringi seruan "cie-cie" dari keempat sahabat Shena.

Youra terlihat sedang berada di dalam supermarket yang berada di sebrang rumah sakit, membeli kebutuhan yang dibutuhkan selama masa opname anaknya seperti tisu kering,tisu basah, minuman mineral dalam gelas untuk tamu yang datang menjenguk dan hal lainnya yang sudah ia catat di memo Hpnya. Setelah merasa semua barang dan kebutuhan yang ia catat sudah lengkap di dalam trolli, Youra segera mengantre di kasir 3 yang sedang melayani seorang pembeli. Tak sampai 5 menit barang belanjaan Youra di masukan ke dalam 2 buah kantong belanja hijau, sebelum pergi ke luar supermarket ia meletakan kedua kantong hijau itu di sampingnya untuk menerima sebuah panggilan yang masuk.

"waalaikumsalam ibu Endang" Youra menjawab salam dari Bu Endang dengan ramah

"iya ibu, maaf belum bisa telfon untuk kasih kabar. Iya bu, tadi malem Shena masuk UGD tapi Alhamdulillah sekarang sudah dipindah ke ruang rawat inap biasa"

"ibu mau jenguk Shena? Kapan bu? Oh iya-iya nanti biar Shenanya juga persiapan. Oke bu beres iya makasih buu Waalaikumsalam" Youra menutup panggilan dari calon besannya itu. 

kali ini "Dilema" hadir dengan 2 part karena kemaren belum sempet update. semoga kalian bisa enjoy baca ceritanya. jangan lupa vote dan komen :)

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang