Bhanu 5.2

1.9K 88 1
                                    

Dua hari semenjak pertemuan kembali untuk pertama kalinya antara Bhanu dan Cindai telah berlalu. Malam itu Bhanu baru saja pulang dari mako brimob, diucapkannya salam begitu masuk ke dalam rumah. Sang bapak dan Bunda terlihat sedang bersantai sembari menonton televisi.

"pulangmu lebih malam dari biasanya nuk" tegur sang bapak

"Bhanu tadi nganter Cindai beli kain dulu pak"

Jawaban dari Bhanu itu mengejutkan kedua orang tuanya, terutama sang bunda yang sekarang sedang menatap Bhanu. keningnya mengkerut mendengar nama yang baru saja disebutkan.

"Cindai? teman SMA mu itu? bukannya kamu sudah ndak berhubungan sama dia lagi" Sudaryoko menekankan kalimatnya itu.

Bhanu terdiam, dengan masih lengkap mengenakan seragam dan menggendong tas di punggungnya, Endang segera menyuruhnya untuk pergi kedalam kamar. Ia takut suami dan anaknya justru akan beradu argumen nanti.

"biar aku saja yang ngomong sama Bhanu pak" Endang pergi berlalu menyusul Bhanu yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam kamar

Diketuknya pintu kamar pria itu lalu perempuan setengah baya itu masuk kedalam, dilihatnya sang anak yang masih menggunakan kaos dalaman dinas sedang memainkan ponselnya sembari duduk menyenderkan punggung ke tembok. Endang mendekatinya sambil memijat pelan kaki kiri anaknya, Bhanu meletakan Hp di atas kasur tangannya menggapai tangan Endang.

"bunda, Cindai baru aja balik dari luar kota. Dia ga akan pindah kemana-mana lagi" Bhanu membuka percakapan dengan sang bunda yang saat ini menatap teduh Bhanu.

"terus?".

Bhanu berdehem dan mendekatkan badannya sebelum menjawab pertanyaan sang bunda, "Bhanu boleh mulai hubungan lagi sama Cindai?" Tanyanya dengan hati-hati. topik ini sangat sensitif menurutnya.

Sang bunda menarik tangannya dari genggaman Bhanu, mukannya berpaling tak kembali menatap wajah putra bungsunya itu. wajahnya berubah sendu, matanya menatap langit-langit kamar.

"bun?" panggil Bhanu lembut.

"bunda tidak setuju. Bunda ndak bisa membiarkanmu balikan sama dia" Endang mengatakan pernyataannya dengan nada tegas. Bhanu terlihat kaget begitu mendengar jawaban sang bunda, bahunya tidak lagi tegap seperti biasanya wajahnya tertekuk menghadap bawah.

Endang mengangkat wajah Bhanu dengan tangan kanannya, dipeluknya sang anak erat-erat sembari berbisik.

"bunda punya calon untukmu, kamu tau itu kan? Cobalah kamu percaya dengan pilihan bunda dan bapak".

Bhanu melepaskan dekapan itu, dekapan sang ibunda yang selalu ia sukai, namun kali ini berbeda. wajahnya terlihat menyimpan sesuatu hal yang membuatnya tidak nyaman berada di dalam pelukan bunda.

"aku gak pernah minta ke bunda apalagi bapak untuk mencarikan aku istri!!" pungkasnya tanpa memikirkan perkataannya.

Endang kembali menatap bola mata anaknya yang sedang berapi-api itu, setelah beberapa saat Bhanu menghembuskan nafasnya berat.

"aku belum yakin bun, aku merasa belum yakin dengan orang yang bunda pilihkan. Aku beda sama mbak Kirana, aku takut dia gak bisa nerima aku apa adanya".

Endang mengangguk pelan, berusaha membuat anaknya nyaman sehingga bisa menceritakan semua keluh kesahnya.

"aku dan Cindai berpisah karena aku ingin lebih siap jika sudah waktunya memboyong dia ke pelaminan. Aku ingin jadi laki-laki bertanggung jawab lahir batin sama dia. Dan sekarang dia masih nunggu aku bun, dia gak punya cowo sampe sekarang. Apa itu belum cukup buat bunda?" mata Bhanu berkaca-kaca, suaranya bergetar sambil menatap bundanya yang berada di depannya.

"lalu kamu mau menikahi Cindai?" Endang menanyakan hal yang mungkin menjadi inti pembicaraan mereka malam ini.

Bhanu menggeleng pelan, "Bhanu gak akan menikah sama dia kecuali bapak dan bunda memberi restu" jawaban itulah yang keluar dari mulut Bhanu. ia masih bisa mengikuti jalan pikiran yang benar, bukan hanya mengikuti nafsu yang saat ini sedang menguasai dirinya.

"bunda bersyukur kamu masih mengutamakan restu dari kami berdua, bunda berterima kasih selama ini Bhanu sudah jadi anak yang baik dan bisa membahagiakan bunda dan bapak. Sebagai bentuk terima kasih inilah Bunda dan Bapak ingin kamu mendapatkan jodoh yang terbaik, jodoh pilihan dari bunda dan bapak" terang Endang, mata sayunya meneteskan bulir air mata yang jatuh di tangan Bhanu. Endang sesenggukan menahan tangisannya, tangannya sibuk menghapus air mata yang terus mengucur deras dari kedua matanya. Bhanu terlihat tak tega, dihapusnya air mata yang menetes dengan kedua ibu jarinya. Ia memeluk sang bunda, wanita yang sangat dicintai ini.

"maafin Bhanu bun, Bhanu salah sudah bentak bunda" Bhanu menangis sesenggukan di pundak Endang, tangisnya pecah mengingat perkataan yang sudah ia ucapkan sehingga membuat hati wanita itu terluka. Ia mencium kedua pipi bundanya itu, diciumnya pula kedua tangan sang bunda sebelum kembali memeluknya. Beribu maaf ia sampaikan padanya.

Malam semakin larut, suasana sudah mulai berangsur tenang. Bhanu sudah bisa menguasai kembali emosi yang sempat menghinggapinya, sang bunda terlihat sabar menunggu sang putra untuk mengatakan sesuatu setelah sebelumnya ia menyampaikan padanya hal yang ingin dilakukan oleh putranya itu.

"jadi bunda mau aku jenguk dia?" Bhanu memberanikan diri bertanya, Endang menjawabnya dengan senyum tipis dan anggukan kepala.

"tapi bun Bhanu.." belum selesai Bhanu menuntaskan pembicaraannya, Endang menggenggam erat kedua tangan putranya.

"kamu harus yakin, dia calon istri kamu".

Kata-kata itu membuat Bhanu sadar, Gadis yang besok akan dijenguknya adalah calon istri pilihan kedua orang tuanya. Gadis itu pastilah spesial sehingga mampu membuat kedua orangtuanya menginginkan mereka bersama.

Perbincangan malam antara bunda dan Bhanu berakhir, mereka kembali ke tempat tidur masing-masing. Berharap dengan tidur yang cukup dapat mengembalikan energi yang sudah habis dipakai beraktifitas di pagi hari. Begitu juga Bhanu, dirinya lebih memilih untuk tidur dan mengabaikan ponselnya yang terus bergetar tanda ada notifikasi pesan masuk.

Malam itu seperti biasanya, Endang membangunkan Bhanu untuk shalat tahajud. Setelah menunaikan shalat tahajud ia pergi mengecek Hpnya, 10 pesan WA dari Cindai ia terima. Perasaan bimbang menyelimuti Bhanu, di satu sisi ia ingin menjalin hubungan yang baik dengan wanita itu di lain sisi ia telah mengiyakan rencana sang bunda untuk memilihkan jodohnya kelak. Bhanu bukan tipe pria yang bisa menempatkan perasaan yang sama untuk 2 orang wanita berbeda. Walaupun Bhanu belum menjumpai gadis pilihan sang bunda, setidaknya dia tidak ingin calon pasangannya itu kecewa melihatnya memiliki kedekatan dengan wanita lain.

"aku balas singkat saja, dia cuma temanku, teman semasa SMA dulu" Bhanu meyakinkan dirinya kembali, tak mudah memang melakukan itu. tapi ia yakin, sebaik-baiknya jalan adalah jalan yang direstui oleh kedua orang tua.

Jam menunjukan pukul 05.24 saat Bhanu melajukan kendaraannya meninggalkan rumah untuk apel pagi di kantor. Endang melihat dari kejauhan mobil sang anak perlahan sudah mulai menghilang. Ia kembali masuk ke dalam rumah, duduk semeja dengan sang suami.

"Bhanu nanti mau jenguk Shena pak" ucapnya diiringi anggukan sang suami.

"sebenernya anak itu masih sayang sama Bhanu" sang ibu melanjutkan permbicaraannya, ia mengatakannya sehati-hati mungkin.

"maksud kamu gimana?".

"ndak sengaja aku nemuin surat di kantong celana Bhanu, surat itu dari Cindai. Bunda baca isinya, sejak itu bunda tau kalau dia masih sayang sama Bhanu". Sudaryoko berdehem beberapa kali, diminumnya air putih hangat di dalam gelas. 

"kita sudah menemukan calon pasangan buat Bhanu jauh-jauh hari, wanita itu sudah tidak bisa mengganggu Bhanu lagi. Dia Cuma figuran bukan pemeran utama yang nantinya mendampingi Bhanu" jawabnya sembari mengelap sepatu hitamnya.

"bunda ngerti, tapi apa ndak papa kita paksa Bhanu seperti ini pak?".

"kita tidak memaksa Bhanu, kita mengarahkan Bhanu. Kita cuma ingin Bhanu bahagia dengan gadis yang tepat. sudah begitu".

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang