Dilema 8.1

2.1K 85 1
                                    

Alarm berbunyi tepat pukul 05.00, suaranya yang nyaring membuat Shena terhentak dari tidur nyenyaknya. Ia langsung duduk di atas kasur dan menyadari bahwa masih ada ponsel yang berpindah di tangan kirinya. Ia membuka kunci layar dengan ibu jari tangannya, matanya terbuka lebar dan pipinya bersemu merah melihat chat dari seorang pria.

From: Mas Bhanu

Iya dek, kalau udah ada waktu yang pas ya.

Mungkin kamu udah tidur Shen, aku cuma mau bilang selamat malam semoga tidurnya nyenyak. Jangan lupa berdoa ya..

Shena menjerit dalam diam, ia menutupi wajahnya yang sudah semerah tomat yang sebentar lagi akan meledak. Tidak pernah ia merasa semalu ini saat menerima chat dari seorang cowok. Setelah cukup tenang, ia memutuskan untuk segera beranjak dari tempat tidur dan menunaikan shalat subuh 2 rakaatnya.

Hari senin ini ia memulai hari dengan sarapan bersama ibu, ayah dan tentu saja Tasya yang sudah siap dengan ransel merah mudanya. Perasaan bahagia terpancar dari wajah Shena yang menjadi pusat perhatian di meja makan saat ini.

"ciee kakak uda ga jomblo lagi yaa" goda sang ibu.

"apasih buu, aku kan ga pacaran sama mas Bhanu tapi taaruff" jawab Shena dengan bibir kecilnya.

"taaruf tu apaan bu?" Tasya bertanya dengan wajah kebingungan.

"sudah-sudah, belum waktunya Tasya tau kaya begituan. Sekarang kita sarapan saja yaa" Agung mengambilkan lauk yang ia letakan diatas piring anak bungsunya.

Jam menunjukan pukul 06.30 saat Agung mengantarkan Tasya menuju ke sekolahnya. Hari ini Shena masuk pukul 13.00 karena dosen yang tidak bisa masuk pada jadwal yang seharsunya yaitu pukul 09.00 pagi. Shena segera kembali ke kamarnya setelah melambaikan tangan dari depan pintu rumah, ia membuka ponselnya dan mencari chat semalam dari Bhanu yang belum sempat ia balas.

Keraguan hinggap dalam pikirannya, apakah ia harus membalasnya sekarang atau bagaimana? Baru pertama kali ia merasakan kebingungan saat membalas pesan dari lawan jenis, sebelumnya ia tidak pernah merasa seperti ini saat berbalas pesan dengan Gibran. Hal itu mungkin karena Shena merasa Gibran adalah sahabatnya, jadi ia tidak merasa secanggung ini, toh ia dan Bhanu baru sehari bertemu sehingga Shena masih belum begitu mengenal kepribadian pria itu.

Shena merebahkan badannya diatas kasur, ia meletakan ponsel di samping tubuhnya. "mas Bhanu lagi apa ya? apa dia lagi persiapan ke kantor? Kira-kira dia kerja dimana ya?" gumam Shena. Ia baru menyadari bahwa ia tidak tahu banyak tentang Bhanu, ia hanya tau kedua orang tuanya dan nama panggilannya saja. Kenapa kemarin ia tidak bertanya padanya? Malah sibuk menikmati suasana canggung yang ada.

Shena membalikan badannya memeluk boneka sapi yang ia beli saat ke Cimory, "huahhh.. kaya begini apa rasanya deket sama cowo" ia mendesah pelan, matanya mengerjap-erjap sambil menikmati lamunannya. Tanpa sadar ia merasakan berat pada kedua kelopak matanya, hal itu membuatnya memejamkan mata dan hanyut kedalam mimpi.

Tring.. Tring.. Tring....

Nada dering telfon memaksa Shena menggapai dengan susah payah ponsel yang berada tak jauh dari sisinya saat ini, ia menggeser tombol warna hijau dan segera menempelkan layar ponsel ke telinga kirinya.

"halo asalamualaikum"

"waalaikumsalam, Shen? Ini nomernya Shena kan?" suara itu terdengar tak asing di telinga Shena, ia nampak membuka kedua matanya yang tadi masih dalam posisi terpejam.

"iya aku Shena, ini siapa?" tanyanya.

"ini Bhanu dek. Kamu lagi apa? Kok suaramu aneh begini?".

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang