03

191K 17.4K 947
                                        

Sudah dua tahun Naina menjadi anak SMA. Tiga semester yang sudah terlewati, dan dia selalu mengambil rapor seorang diri. Sekarang pun tidak jauh berbeda. Saat hari pengambilan rapor, lagi-lagi Naina berjalan di koridor sendirian. Tanpa didampingi orang tuanya.

Naina melewati sepanjang koridor yang ramai dengan orang tua para siswa. Dia baru saja mengambil rapornya di ruang guru. Bagi anak-anak yang orang tuanya tidak bisa hadir, mereka harus menunggu pembagian rapor selesai baru diperbolehkan mengambil rapor di ruang guru. Naina adalah salah satunya.

Di sepanjang koridor dia mendengar banyak suara, ada yang memuji bangga kepada anaknya karena mendapatkan nilai bagus, ada juga suara kekesalan orang tua yang mendapati nilai anaknya menurun.

Dia mendapatkan nilai bagus, juara dua di kelas. Tapi Naina tidak memasang raut wajah bahagia, ekspresinya tetap datar dengan tatapannya yang dingin. Tidak ada yang harus dibanggakan, karena orang tuanya tidak di sini, bersama dengannya.

Saat ini Naina sudah berjalan di lapangan basket, dia akan ke parkiran dan langsung pulang.

"Lo udah ambil rapor?" Naina menoleh ke sampingnya saat mendengar pertanyaan itu. Cowok yang sering mengatakan tidak menyukai Popopi tengah berjalan ke arahnya.

"Sendirian lagi. Orang tua lo nggak datang?" Cowok itu bertanya kembali.

"Bukan urusan lo!" Naina mengatakan itu sambil terus berjalan. Dia pikir setelah mengatakan itu, Razi akan meninggalkannya. Tapi yang terjadi Razi terus mengikutinya.

"Gimana dengan nilai lo?"

Cowok itu kenapa? Basa-basinya terlalu berlebihan. Untuk apa bertanya seperti itu kepadanya.

Naina tidak merespons, dia terus berjalan hingga kini sudah berada di parkiran. Tepat saat dia membuka pintu mobil, cowok itu menutupnya kembali.

Naina terpancing, dia menatap tajam cowok yang berada sangat dekat di hadapannya sekarang.

"Gue perlu bicara sama lo."

Tatapan tajam Naina meneliti cowok di hadapannya itu.

"Gue nggak merasa ada sesuatu yang perlu dibicarakan sama lo," jawabnya ketus. Kemudian ingin membuka pintu mobil, sayangnya Razi seakan tidak membiarkannya lolos. Cowok itu berdiri di depan pintu mobilnya. Sengaja menutupi.

Razi. Cowok di hadapannya itu terkekeh seraya menampilkan senyum sinis.

"Udah dua tahun, masih aja menghindar dari gue? Kemarin aja, lo nantangin gue buat datang jumpai lo langsung. Di mana keberanian itu hilang?"

Naina tidak peduli. Dia mendorong tubuh itu agar menjauh dari mobilnya. Tapi Razi malah menahan tangannya. Naina tidak mengerti dengan apa yang terjadi sekarang, dari menahan tangannya, kini cowok itu menggenggam tangannya. Dan mata yang selalu membalas tatapannya tidak kalah dingin, kini menunjukkan ekspresi yang tidak bisa dia tebak.

"Lo mau apa?" Naina menarik tangannya.

"Mau bicara."

"Barusan gue udah bilang, gue nggak merasa ada sesuatu yang harus dibicarakan sama lo."

"Tapi gue punya," balas Razi cepat. "Lo ada pacar?" tanyanya.

Mata Naina melebar mendengar pertanyaan itu. Namun dengan cepat berubah datar.

"Ada nggak?" Razi berseru lagi.

"Urusannya sama lo apa?"

"Karena gue mau tau."

Jawaban yang sangat menyebalkan, hingga Naina putuskan untuk tidak menjawab.

"Kalau gebetan, ada?" tanya Razi lagi.

Dia Naina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang