16

120K 17.4K 1.4K
                                        

Sudah dua hari Naina tidak mendengar kabar ketiga temannya. Grup chat mereka pun selalu sepi. Inez yang biasanya suka mengirim stiker-stiker lucu untuk memulai obrolan, tidak pernah melakukannya lagi. Naina tidak mengerti kenapa Dira semarah itu kepadanya, begitu pun dengan Fani dan Inez yang ikut-ikutan menghindarinya.

Dua hari ini Naina hanya menghabiskan waktu di dalam kelas, waktu istirahat yang biasanya ke ruangan Popopi ataupun menemui ketiga temannya di kelas IPA 2. Kini Naina tidak melakukannya lagi.

Sudah dua hari, Naina mulai sadar dia tidak boleh egois. Jika Dira marah dan mungkin tidak ingin melihatnya, maka dia harus menemui temannya itu, mengajak Dira bicara agar kesalahpahaman mereka tidak berlanjut.

Bel istirahat baru saja berbunyi. Naina kini sedang menyusuri koridor, melangkah menuju ruangan Popopi. Jika nanti Dira belum bisa memahaminya, setidaknya mereka harus memulai latihan untuk acara ulang tahun sekolah. Naina tidak mau penampilan mereka berakhir buruk karena tidak ada yang profesional di antara mereka. Apalagi waktunya hanya tinggal dua minggu lagi. Jika dia terus bersikap egois, maka besar kemungkinannya penampilan Popopi di atas panggung tidak sebagus biasanya. Naina tidak ingin itu terjadi.

Naina mendorong pintu, lalu dia masuk ke dalam ruangan. Naina pikir ketika masuk ke dalam ruangan yang ada hanya keheningan, mengingat tidak mungkin ketiga temannya latihan koreografi tanpanya. Tapi yang dia dengar dan lihat sekarang sangat mengejutkan. Musik latihan berdentum keras di ruangan, temannya sekarang sedang bergerak lincah, menghafal koreografi, dengan Dira yang mengarahkan gerakan mereka. Dan yang paling membuat Naina terkejut, ada Vio di antara ketiga temannya, ikut andil dalam formasi.

Naina merasa dikhianati sekarang.

"Nai, lo di sini?" Fani yang terlebih dahulu sadar dengan keberadaan Naina berucap ramah, cewek itu tersenyum kepada Naina. Membuat Dira, Inez dan Vio berhenti berlatih, dan kini melihat ke arah Naina.

"Nai, cepet ganti baju lo. Ikut latihan sama kita," celoteh Inez. Cewek itu menatap antusias kehadiran Naina. "Kita berempat udah latihan selama dua hari lho," oceh Inez dengan penuh semangat.

"Berempat?" Naina menatap datar ketiga temannya secara bergantian.

"Iya. Sama Vio juga." Inez menunjuk Vio. Cewek yang kini hanya diam, menatap Naina dengan kepala yang sedikit menunduk.

"Kita udah sepakat, Nai. Untuk penampilan Popopi kali ini, Vio ikut tampil dengan kita. Lagi pula kalau berlima, formasi kita bisa lebih bagus. Karena Vio jago juga dalam dance," jelas Fani.

Sesaat Naina terdiam, lalu dia memandang temannya kembali. "Gue nggak setuju," tolaknya.

Dira yang sejak tadi hanya diam. Sekarang angkat bicara, "Kita udah memutuskan. Satu suara dari lo nggak merubah apa pun, Nai," ucapnya.

Naina menghela napas, sedang berusaha membuat ekspresi wajahnya tetap biasa saja. Walaupun sekarang suasana hatinya menjadi sangat buruk, karena kata-kata Dira barusan. Tidak tahu apa yang salah, Naina sedang memikirkan mengapa ketiga temannya kompak berubah. Hingga tidak ada yang memihaknya lagi.

"Saat pertama Popopi ini dibentuk. Kita berempat. Nggak ada penambahan atau pengurangan dari kita. Sekarang kenapa kalian buat keputusan seenaknya kayak gini?"

"Kita enggak buat keputusan sembarangan kok. Kita ngadain voting dan kita bertiga setuju nambahin Vio ke dalam Popopi. Kalau lo permasalahin kenapa pendapat lo nggak ditanya di sini. Karena nggak perlu. Tiga lawan satu, jelas pendapat lo kalah, Nai," tutur Dira.

Naina kembali diam.

Dia sempat percaya Dira, Fani dan Inez adalah temannya. Teman yang akan selalu bersamanya. Dia sudah mencoba tersenyum untuk membalas kebersamaan yang diberikan ketiga temannya dua tahun ini. Lalu untuk apa senyuman itu. Jika pada akhirnya ketiga temannya juga memilih pergi. Dia benar-benar bodoh, bisa-bisanya dia lupa. Tidak ada teman yang memang benar-benar ingin menjadi temannya. Sekarang, biarkan mereka pergi Naina. Jangan berharap dengan Dira, Fani dan Inez lagi.

Dia Naina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang