01

344K 22K 1.7K
                                    

Naina keluar dari mobil. Cewek itu mendesah menatap gusar gerbang sekolah yang sudah tertutup. Dia mengecek jam tangannya, telat lima menit. Andai jam pertamanya tidak mengadakan ulangan, ditambah lagi Bu Aya selaku guru ter-killer di sekolah yang tidak segan-segan memberikan nilai buruk dan berakhir dengan nilai remedial tertulis di rapor. Naina memilih pulang dan absen saja ke sekolah.

Tatapan dingin ciri khasnya melihat keadaan sekeliling. Pos satpam tidak ada orang. Mungkin satpam yang berjaga sedang berada di kantin untuk sarapan pagi. Tidak menemukan satu orang pun di sana, Naina mulai menginjak celah gerbang besi. Dengan hati-hati dia terus memanjat hingga berhasil lompat masuk ke dalam.

Naina menurunkan rok berwana abu-abu yang sedikit terangkat hingga memperlihatkan paha putihnya, merapikan baju putih dan membenarkan dasinya yang sedikit bergeser. Sempurna. Naina mengatur napas. Lalu dengan wajah super tenang dia melangkah melewati pos satpam, parkiran, dan lapangan olahraga jika ingin sampai ke kelasnya.

"Hai cewek!" Dipanggil seperti itu Naina langsung menoleh. Wajah datar dengan tatapan dingin langsung dia berikan kepada orang yang memanggil.

Razi berjalan mendekati Naina. Satu tangannya berada di saku celana, dan tangan satunya lagi memegang absensi kelas.

"Lari dua putaran lapangan basket!" Razi berucap seperti hal biasa yang dia lakukan jika mendapati siswa telat atau melanggar hukuman sekolah. Jangan ditanya kenapa Razi bisa memutuskan, tentu saja itu bukan hanya kata asal-asalan yang keluar dari mulutnya.

Arvian Razi Melviano. Si ketua OSIS tampan, pintar, dan kapten basket sekolah. Di SMA Smith kepala sekolah memberikan kekuasaan lebih kepada mereka yang menjabat sebagai ketua OSIS. Mereka yang menjadi ketua OSIS bisa memberikan hukuman langsung kepada siapa pun siswa yang melanggar peraturan sekolah. Alasannya karena guru tidak dapat memantau siswa-siswi sepenuhnya, mereka yang melakukan kesalahan terkadang dapat lolos dengan mudah dari hukuman karena guru tidak mengetahui. Namun karena adanya Razi, keadaan sekolah menjadi lebih disiplin. Tidak ada siswa yang cabut saat jam pelajaran, nongkrong di kantin sambil merokok. Karena takut ketahuan Razi.

"Buat apa gue ngelakuin itu?" Tidak sama seperti siswi lain yang jika tepergok Razi sedang melakukan kesalahan langsung memohon agar tidak diberi hukuman. Naina tetap menatap dingin cowok di depannya itu.

"Masih nanya? Tentu aja karena lo telat, dan lo masih berani manjatin pagar!"

"Itu hak gue."

Naina melihat jam yang melingkar di tangannya. Dia tidak punya waktu untuk meladeni lebih lama.

"Gue ada urusan penting." Naina akan melangkah pergi, namun Razi menahan pergelangan tangannya.

Razi tersenyum sinis. "Siapa yang kasih izin lo pergi?"

Segera Naina tepis tangan itu. Namun gagal. "Gue nggak butuh izin dari siapa pun!" balasnya kesal.

Cowok paling berpengaruh di Smith itu terkekeh. Tawa yang membuat Naina sangat kesal.

"Jangan karena di sekolah lo diagung-agungkan bak dewi. Dikasih fasilitas lebih di sekolah. Lo jadi seenaknya dengan peraturan. Di mata gue lo nggak lebih dari anak-anak yang cuma bisa nari. Tapi nilai akademiknya nol besar. Kalau kalian cuma bisa berpenampilan sambil menari-nari. Harusnya masuk sekolah khusus buat nyalurin kehebohan kalian itu. Bukan cari seribu perhatian di sini."

Naina yang super tenang. Kini matanya berkabut menahan marah. Perkataan Razi membuat kepalanya mendidih. Ingin dia maki rasanya cowok di depannya itu. Razi telah menghinanya, teman-temannya dan juga hobinya. Dia jelas tidak terima.

"Apa lo bilang! Cuma bisa nari?" sinis Naina. Cowok di depannya dengan tenang hanya balas menatap. "Pergi ke ruang kepala sekolah! Lo cek penghargaan di sana, kebanyakan dari Popopi semua. Sekolah bikin acara, Popopi jadi pengisi acaranya. Kalian nggak susah payah mikirin pengisi acara, nggak perlu bikin proposal buat dana bayaran. Karena apa? Karena Popopi yang melakukan semuanya secara cuma-cuma!" Suara Naina begitu keras. Sampai semua perhatian anak-anak yang sedang beraktivitas di lapangan teralihkan kepada mereka berdua.

Dia Naina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang