Naina masuk ke dalam kelas yang sudah ramai. Cewek itu memasang wajah super cuek saat melangkah ke bangkunya. Semua mata kini tertuju padanya. Bukan hal yang biasa memang, karena Naina selalu menjadi pusat perhatian setiap anak. Tapi kali ini perhatian semua anak tertuju pada penampilan Naina yang berbeda. Jika biasanya Naina akan menggerai rambut panjangnya, kini cewek itu membuat rambutnya dengan gaya ponytail.
Banyak wanita yang akan terlihat cantik dengan rambut yang tergerai menutupi sebagian samping wajah. Apalagi bagi sebagian wanita yang ingin menutupi pipi chubby-nya, rambut tergerai akan menjadi pilihan utama. Ketika Naina menggerai rambut panjangnya, semua mengakui cewek itu yang tercantik di SMA Smith. Dan ketika sekarang Naina mengikat rambutnya, dan masih terlihat sangat cantik. Murid laki-laki tidak bisa mengalihkan pandangan mereka dari Naina, mata mereka terus bergerak mengikuti langkah cewek itu.
"Cantik." Amar spontan menutupi mulutnya dan langsung melihat tembok di samping. Sambil mengucap mantra semoga saja tidak ada yang mendengar ucapannya.
Aldi dan Ghani yang dapat melihat lebih jelas saat Naina berjalan ke bangkunya. Tidak kunjung berkedip. Memandang Naina dengan kagum. Aldi yang sadar terlebih dahulu, langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Dalam hati dia berucap, "jangan sampe suka, kontrol mata sama hati lo, Al."
Sedangkan Razi langsung mengalihkan pandangannya saat melihat Naina masuk ke dalam kelas. Cowok itu pura-pura fokus dengan ponselnya. Dia menjadi malu jika mengingat hari-hari kemarin, saat secara tidak langsung Naina sudah menolaknya.
Meski diperhatikan, Naina tetap cuek duduk di bangkunya. Cewek itu mengambil buku tulis warna merah yang sampulnya tertulis bacaan campus. Naina membuka bagian tengah buku, lalu merobek kertas. Cewek itu berbalik ke belakang, melihat Ghani.
"Tugas Bu Afrah, gue udah bagi soalnya sama rata. Lo kerjain soal nomor enam sampe sepuluh, gue nomor satu sampe lima," ucap Naina.
Ghani belum fokus, cowok itu mengangguk kecil sebagai bentuk respons.
Sekarang setiap pembagian kelompok, kalau aturannya harus berpasangan. Naina selalu bersama Ghani. Itu karena tempat duduk mereka yang satu barisan, dan berdekatan pula. Guru-guru yang tidak mau repot akan menyuruh setiap anak berpasangan dengan teman di belakangnya. Hanya anak yang duduk di posisi depan saja yang berpasangan dengan teman di samping. Contohnya Amar yang beruntung bisa berpasangan dengan Tika yang pintar karena duduk di barisan sampingnya.
Naina menyodorkan kertas yang berisi soal kepada Ghani. "Karena lo jarang masuk pelajaran matematika, ini soalnya sama contoh cara mengerjakannya udah gue catat, lo tinggal ngikutin aja."
Tidak enaknya masuk kelas unggulan ya begini. Guru kebanyakan menyuruh mereka mengerjakan soal terlebih dahulu, baru pertemuan besoknya dijelaskan. Makanya mereka dituntut untuk mandiri dan banyak belajar di rumah.
Ghani mengambil kertas itu, meski bingung, cowok itu mengangguk kembali.
"Tulis di kertas double folio, yang rapi," tambah Naina.
Ghani mengangguk lagi.
Selesai dengan urusannya, Naina kembali ke posisi lurus menghadap papan tulis dan mengecek ponselnya. Ghani masih menatap kertas berisi soal yang diberikan Naina. Aldi yang kepo ikut melirik kertas diam-diam. Sedangkan Razi, masih pura-pura fokus dengan ponselnya.
***
Bu Dina berhalangan hadir dan tidak ada guru yang bisa menggantikan. Alhasil selama tiga jam pelajaran kelas mereka mendapat kebebasan. Anak-anak sudah keluar kelas, yang rajin pergi ke perpustakan, yang belum sarapan pergi ke kantin, dan yang cowok pergi ke lapangan bermain futsal. Tidak terkecuali Ghani, Amar dan Aldi. Tapi tidak dengan Razi, cowok itu memilih tetap berada di kelas. Saat diajak ketiga temannya ke lapangan, cowok itu menjawab akan menyusul.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Naina (Completed)
Teen FictionIni kisah Naina Putri Praja. Sosok gadis dingin, berwajah cantik, si pemilik tatapan tajam, namun jarang tersenyum. Member Popopi yang merupakan primadona sekolah. Bersama Razi si ketua osis yang menyebalkan. Dia Naina. Khairanihasan