part 6

246 27 0
                                    

Dua bulan kemudian

Setelah kejadian itu ewin semakin gencar melarang nana untuk berhubungan dengan rian. Bahkan bertemu saja jangan. Dia juga terpaksa menuruti perintah ewin karena nasehat emak yang bilang harus belajar mendengarkan ucapan suami.

Dia pergi ke grand mall singkawang  untuk menyegarkan dirinya. Dia berjalan bersama teman seprofesinya di hotel. Mariam. Mereka menikmati girls time mereka sampai satu penampakan mengiris hati nana.

Dia memusingkan mata memandang dua sejoli yang merangkul mesra di eskalator mall. Dia sangat yakin itu adalah calon suaminya.

Dia dengan siapa??

sesaat nana bisa melihat jelas wajah ewin yang terlihat bahagia bersama wanita yang di rangkulnya. Air mata nana tidak terbendung lagi. Mariam yang ada di sampingnya hanya mengelus bahu nana sebagai tanda penyaluran kesabaran. Dia memang kenal dengan calon suami nana itu.

"Kayak nya kamu harus batalkan pernikahannya sya?" Saran mariam membuat nana tersenyum pahit.
"Tidak. Aku percaya dengan dia yam, mungkin aja itu keluarga nya" bantah nana berpikir positif.

Apa aku harus jumpa dengan bang rian lagi. Cuma di yang membuat aku tenang

---

"Kenapa na?" Tanya rian saat nana mengetuk pintu kamarnya.
"Aku mau ngomong dengan abang?"
"Lebih baik kamu bicara sama emak?" Ucapan rian membuat nana memandangnya.

Kenapa gitu bicaranya?

"Apa aku gak boleh lagi curhat dengan abang?"tanya nana.
"Abang gak mau bikin salah paham laki mu lagi. kasihan kamu" rian tersenyum lembut membuat hati nana berdebar.

"Bang. Apa yang harus nana buat kalau nana dikhianati?"Nana bertanya hati hati.
"Tinggalkan dia. jangan siksa diri mu na" suara dingin rian membuat nana memandang sayu rian. Ada rasa pedih di sana. Entah lah! Dia tidak suka nada itu.
"Nana masuk dalam dulu bang"
"Hmm"

---

"Betul itu saudara abang? Tang nana gak pernah jumpa?" Tanya nana pelan. Gelagat ewin yang kaku membuatnya curiga tetapi dia mencoba menepis keraguannya.
"iya! Nasya gak perlu khawatir. percaya dengan abang?" Bujuk ewin santai. Bahkan terlalu santai.

Nana mencoba untuk tersenyum manis walaupun banyak keraguan dalam hatinya. Ewin mengalihkan tatapan saat mata mereka bertemu.

"Bapak minta abang siap siap. Acara lamaran resmi nanti bulan depan" jelas nana.
"ok!"

---

"Kapan kamu mau pulang sayang?" Suara mama di seberang pulau sana sedikit sedih.
"Dua bulanan lagi ma. Ku rasa cukup"
"Ada apa sayang? Suara mu terdengar layu" nada khawatir mama berselimut rindu membuat rian menghembuskan nafas kasar.
"I'm just done ma'am"

Rian menutup sambungan teleponnya. Dia memandang sedih atap kamarnya  sisa dua bulan lagi. Apa dia bisa hadir melihat wanitanya di miliki orang lain yang bahkan tak pantas untuknya.

Rian hanya bisa berharap semoga allah memberikan jalan terbaik. Kalaupun memang nana bukan jodohnya. Dia bisa di berikan jodoh yang lebih baik lagi.

---

Ewin baru saja tiba di depan kosan nisa. Nisa menelepon tengah malam dengan suara tangis air mata. Membuat ewin khawatir. Dia langsung masuk ke kamar nisa. Di sana nisa duduk di atas kasurnya dengan uraian air mata.

"Sayang kenapa?"tanya ewin yang langsung memeluk nisa.
"Bang aku hamil"

Ewin memang telah memperkirakan ini. Mengingat dia tak pernah menggunakan pengaman dan membuang di dalam nisa. Dia telah menentukan pilihannya. Nisa dan buah hatinya. Dia harus ikhlas melepaskan Nasya. Tetapi bagaimana caranya? Dia telah berjalan terlalu jauh. Dua bulan lagi Nasya akan menjadi istrinya.

"Aku bingung bang. Kita harus gimana? Abang kan mau nikah dengan Nasya?" Sahut nisa.
"Aku bakal nikah dengan kamu nisa" suara tegas ewin membuat nisa memeluk ewin erat.

Sekarang dia harus memikirkan bagaimana memberi tahukan ini pada semunya.

---

Dua minggu kemudian

Nana terlihat lesu saat ini. Dia hanya tersenyum di meja resepsionis saat ada tamu saja. Selebihnya dia hanya diam memandang kosong. Mariam bahkan terlihat jenuh melihat temannya itu.

"Kamu baik?"tanya mariam.
"Mmm. Hanya lemas aja!"bantah nana.
"jangan bohong! Masalah dengan calsum gimana?"
"Baik aja. Lancar" balas nana seadanya.

Bahkan saat ini bukan ewin yang ada di pikirannya. Tetapi rian. Rian. Dan rian. Terasa kepalanya penuh dengan nama itu. Membuatnya melemah. Bahkan terasa tak bersemangat hidup.

Kenapa dengan ku?

Sebulan lebih lagi dia akan menjadi istri orang kenapa malah sekarang dia mengingat pria lain. Apa dia memiliki perasaan lebih dari sekedar abang adik dengan rian. Nana hanya menggeleng kepala untuk menghilangkan bayangan wajah rian.

---

Sore ini nana berjalan kaki menuju ke rumahnya karena menaiki angkutan umum lagi. Bapaknya tidak sempat menjemput nya di karena kan sibuk dengan pernikahannya. Tetapi semakin mendekati harinya dia semakin hilang semangat.

"Capek?" Suara serak berat khas yang menjadi induknya itu membuat nana melirik ke samping.
"gak tau bang. rasa nya lemas aja"

"Jaga badan. Masa pengantinnya sakit?"Goda rian dengan senyum lembut khasnya.
"Abang datang kan di hari pernikahan Adek?"tanya nana dengan nada ceria.
"Rahasia" goda rian kembali dengan mengedipkan sebelah matanya.

Mereka melewati jalan biasa yang dilalui untuk tiba ke rumah. Hanya menikmati udara tanpa bicara. Saling memikirkan hal masing masing

"Apa abang nyaman kerja dengan bapak?"
"Nyaman"
"gak capek nguli??"tanya nana
"Gak. Halal kok"
"Abang lulusan apa sih?"
"SMP"

Nana memandang mata rian tajam.
"pembohong!"
"Hahahah"

NANA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang