"APA???" Abid dan Rasya mengalihkan pandangannya kearah sumber suara. Disana beridiri Abyan dengan pakain santainya. Abyan menghampiri Abid dan Rasya dengan wajah tidak percaya.
"Apa, Bang? Tadi ayah gak denger," ucap Abyan mencoba meyakinkan dirinya.
"Lamarin Marwah buat Abid," ucap Abid mengulangi perkataannya barusan.
"Apa bang? Ayah salah dengerkan ini?" ucap Abyan mengulagi sekali lagi pertanyaannya.
Rasya memandangan Abyan dengan jengah, "Lu budek atau gimana?" tanya Rasya langsung. Abyan mendengus kesal mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Rasya.
Orang tua mana yang tidak terkejut saat mendengar anaknya meminta untuk melamarkan seorang akhwat untuk dirinya sendiri. Bahkan tidak pernah terlintas dibenak Abyan jika Abid akan meminta hal tarsebut.
"Ayo lah Yah, Pa. Abid gak bisa nahan perasaan Abid sendiri. Abid takut semakin banyak dosa yang Abid perbuat karena terus-terusan memikirkan Marwah." Ucap Abid mencoba meyakinkan kedua laki-laki dihadapannya saat ini.
"Tapi, Bang. Abang kan tau abang masih sekolah, Marwah pun juga begitu. Apa kalian mau berhenti sekolah cuma karna menikah muda?" tanya Abyan kepada Abid.
"Ya kan bisa diam-diam, yah." Jawab Abid masih mencoba untuk meyakinkan Abyan.
"Bang. Papa gak melarang kamu untuk memilih dengan siapa kamu menjatuhkan hati mu. Kami semua tidak melarang itu. Hanya saja menikah disaat kalian masih sekolah itu sangat berisko. Mau kamu kasih makan apa Marwah, sementara saat ini kamu masih hidup dibawah naungan Papa dan Ayah kamu. Dan juga, apa kamu yakin bisa membagi waktu mu untuk istri, pelajaran dan lainnya? Tanggung jawab seorang suami itu besar bang. Apa abang siap untuk itu?" Abid terdiam mendengar pertanyaan dari Rasya. Apa yang dibilang Rasya memang ada benarnya. Mau makan apa Marwah, jika saat ini ia masih diberikan jajan oleh Papa dan Ayah-nya.
"Bang. Sholat istiqoroh minta pentunjuk sama Allah. Insyaallah jika kamu yakin dengan niatan tersebut. Ayah dan papa akan menemui kedua orang tuanya," ucap Abyan lembut. Sejujurnya hatinya merasa bahagia pada saat ia tau jika Abid memilih menikah muda untuk mengurangi dosanya karna terus-terusan memikirkan Marwah yang jelas-jelas bukan mahromnya.
Dulu pada saat Abyan seumuran dengan Abid. Dengan mudahnya Abyan menumpuk dosa, sudah banyak Zina yang ia lakukan. Bahkan dengan mudahnya ia melakukan Seks bebas tanpa memikirkan dampaknya, yang ia pikirkan hanyalah kesenangannya saja.
Didalam hatinya tidak henti-hentinya Abyan mengucapkan syukur kepada sang pencipta karna Abid anaknya, anaknya dari hubungan terlarang tidak tumbuh seperti dia dijaman jahiliyah. Abyan juga bersyukur karna sewaktu kecil Abid memilih kabur darinya dan bertemu dengan Alula yang baik akhlaknya.
Abid memandang Abyan dan Rasya bergantian, "Jika kamu sudah yakin dengan pilihanmu. Segeralah beri tahu Papa dan Ayah." Ucap Rasya pada Abid. Abid menganggukkan kepalanya.
Sebenarnya, Abid sudah meghasilkan uang sendiri dari hasil mengajar karate dan dari hasil prestasi yang ia dapatkan. Ia sudah mendapatkan gaji setiap bulannya, begitu pula dengan Marwah. Tapi tentu saja Abid tidak akan memakai sepeserpun uang Marwah. Ia mau marwah dan dirinya makan dari hasil keringatnya. Uang Marwah, biarlah disimpannya untuk keperluan pribadinya.
"Dari pada bosan begini, mending kita cari makan yuk," ucap Abyan mencoba mencarikan suasana yang mendadak jadi canggung karna permintaan Abid barusan.
"Ayo lah, gue ganti celana dulu. Eh sekalian jemput Haura ya dirumah Bimo," ucap Rasya. Abyan mengangguk lalu Rasya pergi kekamarnya untuk memgangganti celananya dengan jeans.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Satu Dojo
Espiritual"Wa, lo mau gak?" Tanya Abid ambigu pada Marwah yang sedang memperhatikan adik-adik mereka yang sedang latihan gerakan dasar karate. "Mau apa? Jangan aneh aneh deh lo." Jawab Marwah dengan nada sedikit sinis. Abid tersenyum mendengar jawaban dari M...