Abid menatap lelah ke arah tiga wanita yang ada di depannya saat ini. Sungguh kakinya sudah merasa lelah karena sudah hampir 4 jam Abid dan ketiga wanita tersebut mengelilingi mall yang sangat luas ini.
Ingin rasanya Abid meninggalkan ketiga wanita tersebut. Tapi sayang, Abid tidak bisa melakukannya. Karena ketiga wanita tersebut adalah hidup Abid.
Abid pun heran kepada dua di antara ketiga wanita tersebut. Mereka sudah tidak lagi muda. Tapi mengapa tenaga mereka sangat luar biasa. Bahkan untuk mengelilingi mall selama 4 jam saja mereka tidak terlihat ke leleahan sama sekali.
"Abang gimana yang ini?" Tanya Insha kepada cucu-nya tersebut.
Abid menghela napasnya dengan pelan. Abid ingin pulang. Sungguh, mendadak ia merindukan kasur dan bantalnya yang ada dirumah. "Terserah nenek aja," jawab Abid pelan.
Insha mendengus pelan, lalu melanjutkan kembali acara memilih dan memilah barang-barang yang ada di depannya saat ini.
Entah mengapa keluarganya bersikeras untuk Abid tinggal di Apartemen dari pada tinggal bersama teman-temannya yang lain di asrama khusus. Alasannya klasik, tentu saja agar mudah bagi mereka mendatangi Abid dan tentu saja bisa tinggal selama apa mereka mau.
Abid? Hanya bisa pasrah. Abis sudah tidak ingin mengeluarkan komentar apapun. Percuma ia berkomentar. Karna pada akhirnya komentarnya akan di abaikan.
"Abid..."
Abid mengalihkan pandangannya kearah sumber suara. Disana terlihat Marwah yang sedang menatapnya sendu.
"Oh. Hai, Wa" Ucap Abid sambil tersenyum simpul kepada Marwah. Marwah membalas senyuman Abid. Marwah merasa canggung saat ini.
Setelah kejadian di ruang latihan tersebut. Marwah dan Abid menjadi canggung. Entah sejak kapan tercipta jarak di antara mereka. Bahkan pada saat mengajar dan latihan pun. Jarak tersebut terihat jelas di anara mereka berdua.
Bahkan orang-orang terdekat merekapun merasakan jarak tersebut. Tanpa di tanya pun, mereka sudah tau apa penyebabnya.
"Kamu ngapain disini?" Tanya Marwah.
"Tuh, lagi nemenin Oma, Nenek sama Ibu belanja." Ucap Abid sambil menunjuk kearah tiga wanita yang berharga tersebut. Marwah kembali mengangguk lalu terdiam.
"Eh, ada Marwah." Marwah dan Abid kompak pengalihkan pandangannya kearah Talita.
Marwah tersenyum lembut lalu mencium punggung tangan Talita, Insha dan Mira.
"Kamu sama siapa kesini?" tanya Mira.
"Sama Mama, Oma. Itu mama lagi bayar dikasir." Dan terlihatlah Zafi yang berjalan santai mengampiri Marwah.
"Eh, ada Abid." Abid mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Zafi. Setelah Abid bersalaman dengan Zafi barulah Zafi yang bersalaman dengan Insha, Mira dan Talita.
"Kamu kesini buat beli prabot untuk di Jepang ya?" Tanya Zafi. Abid mengangguk. Sedangkan Marwah sudah menatap Abid dengan heran.
"Oma. Abid laper. Makan, yuk." Ucap Abid cepat. Abid sudah tidak tahan melihat tatapan Marwah yang mensuk itu.
"Oh iya, Ayok. Zafi dan Marwah. Ayo ikut kami makan," ucap Mira kepada Ibu dan anak yang ada didekatnya saat ini.
"Tidak perlu repot-repot tante. Saya dan Marwah mau langsung pulang saja. Karena suami saya sudah menunggu." Tolak Zafi dengan halus.
Mira mengangguk lalu tersenyum, "Baiklah. Kalo begitu kami duluan. Assalamu'alaikum." Ucap Mira. Setelah mendapatkan jawaban dari Zafi dan Marwah barulah Mira, Insha, Talita dan Abid pergi meninggalkan Zafi dan Marwah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Satu Dojo
Duchowe"Wa, lo mau gak?" Tanya Abid ambigu pada Marwah yang sedang memperhatikan adik-adik mereka yang sedang latihan gerakan dasar karate. "Mau apa? Jangan aneh aneh deh lo." Jawab Marwah dengan nada sedikit sinis. Abid tersenyum mendengar jawaban dari M...