ISD - 9

215 21 5
                                    

"Bid... Abid," Insha panik melihat Abid yang sudah tergeletak tidak berdaya didepannya saat ini. 

"Tolong..." Teriak Insha dengan panik. Insha panik bukan main karena dirumah tidak ada orang dan ia tidak telap membopong tubuh Abid. Insha berlari keluar pagar untuk mencari bantuan, betapa beruntungnya ia saat melihat ketua RT diperumahnnya sedang berjalan dengan beberapa warga sekitar.

"Pak RT. Tolong saya pak," teriak Insha. Karena merasa terpanggil, Pak RT segera menghampiri Insha yang terlihat sangat panik. 

"Ada apa bu?" tanya Pak RT tersebut.

"Tolong cucu saya pak. Dia pingsan, saya tidak telap memindahkannya kekamar," ucap Insha panik. Pak RT dan beberapa warga segera memasuki rumah Insha diikuti oleh Insha. Secepat mungkin mereka menganggkat tubuh Abid yang tergeletak tidak berdaya didepan pintu. 

"Ayo pak ikuti saya," ucap Insha lalu menuntun jalan para bapak-bapak yang sedang menganggkat tubuh Abid untuk dibawa kekamar tamu yang terletak di lantai satu rumah Insha. 

Setelah meletakkan tubuh Abid di atas kasur, bapak-bapak tersebut langusng keluar kamar diikuti oleh Insha.

"Mari, pak. Duduk dulu. Saya siapkan minum." Ucap Insha ramah. 

"Tidak usah, Bu. Kami langsung pulang saja," ucap salah satu bapak-bapak yang membantu Insha tadi. 

"Haduh, jadi tidak enak saya," ucap Insha. 

"Tidak apa-apa, bu. memang sudah menjadi kewajiban kita semua untuk saling membantu jika ada yang kesusahan," ucap Pak RT kepada Insha. Insha mengangguk lalu tersenyum.

"Sekali lagi terima kasih ya bapak bapak atas bantuannya," ucap Insha ramah. 

"Sama-sama, bu. Kami pamit dulu. Assalamu'alaikum." ucap mereka kompak. 

"Wa'alaikumussallam," jawab Insha. Setelah bapak-bapak tersebut pergi, secepat kilat Insha menutup pintu rumah dan menghampiri Abid. Sesegera mungkin Insha menelpon Rasya untuk pulang kerumahnya karna ia tidak mungkin menggantikan celana yang Abid pakai. 

Insha menggantikan baju seragam yang Abid kenakan lalu mengompres kening Abid menggunakan air hangat. 

°•°•°•°•°

Rasya terdiam memperhatikan Abid yang masih terbaring dengan mata terpejam. Hatinya sedih melihat putranya terbaring lemah seperti ini.  Andai saja Alula masih bersama dengan mereka, pastilah Alula akan merwat Abid dengan telaten sampai dengan Abid sembuh. 

"Pa..." Rasya mengalihkan pandangannya kearah Abid yang baru saja sadar. Rasya mengambilkan segelas air putih yang berada dinakas.

"Minum dulu, bang." Abid mengangguk, Rasya membantu Abid untuk duduk lalu membeberikan gelas tersebut kepada Abid. Setelah Abid rasa cukup ia kembali berbaring. 

"Kamu dari kuburan mama?" tanya Rasya pada Abid. Abid mengangguk sambil tersenyum tipis. Rasya menghembuskan nafasnya pelan. Ia tidak marah karena Abid selalu datang kemakam Alula, hanya saja jika itu sampai membuat Abid terbaring lemah seperti ini. Ingin rasanya ia marah kepada Abid. 

"Papa gak ngelarang kamu kemakam mama. Tapi ingat waktu. Tidak masalah jika kamu ingin berlama-lama disana, tapi jika cuacanya mendung, jika cuacanya tidak mendukung segeralah pulang, karna besoknya pun kamu masih bisa kesana, bang. Papa hanya khawatir jika kamu hujan-hujanan lalu kamu pulang mengendarai motor sedangkan badanmu tidak tahan dengan air hujan, jika terjadi sesuatu yang tidak dinginkan bagaimana? siapa yang rugi? kamu sendiri toh?" Abid terdiam mendengarkan omongan Rasya. Apa yang Rasya katakan memang benar. Hanya saja, rasanya hatinya begitu berat untuk beranjak dari makam Alula. 

Imam Satu DojoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang