"Hawa-hawa pengantin baru mah beda ya. Senyum mulu pokoknya," ucap Doni kepada Talita yang sedang tersenyum ke arahnya. Talita mendengus kesal, tidak lucu jika seorang pengantin yang sedang berdiri di atas pelaminan tapi mukanya masam dan manyun terus, bisa-bisa orang berfikir jika Talita dan Abyan adalah pasangan yang di paksa menikah karna di jodohkan.
"Udah halal mah bahagia, bukan kayak situ jomblo," ucap Abyan. Sontak saja terdengar tawa dari Rasya, Abyan, Bimo dan Bagas sedangkan wajah Doni sudah tertekuk masam. Ya, hanya dirinya yang jomblo sampai saat ini. Doni terkadang bingung, sebenarnya jodohnya sedang bersembunyi dimana, hingga saat ini Doni belum bisa menemukannya.
"Udah jangan di tekuk mukanya. Mending kita foto aja yuk." Mereka mengangguk lalu Rasya memberikan kamera yang di pegangnya kepada salah satu kru fotografer yang sudah disewa Abyan untuk mengabadikan hari bahagianya saat ini.
Setelah CoCo Squad turun sekarang giliran CeCa Squad yang naik. Siapa lagi personilnya jika bukan Kanaya, Arsyla, dan Kenzia. Jangan lupakan Talita, Talita juga salah satu personil dari CeCa Squad. Setelah memberikan selamat kepada Abyan dan Talita baru lah mereka selfi dan foto biasa.
Abid memandang diam kearah pelaminan disana ia menatap para Tante beserta Ibu barunya, rasanya ada yang kurang. Peronil mereka kurang 1, tidak ada Alula disana. Abid hanya berdoa semoga disana sang mama ikut bahagia melihat pernikahan sahabatnya tersebut.
Hanif menatap Abid yang terdiam di sebelahnya digendongan Abid ada Ica yang sedang asik memakan buah sedangkan digendongan Hanif sendiri ada Lia.
"Kenapa lo natap orang tua lo gitu amat? ngiri ya lo?" Ucap Hanif dengan nada mengejek.
Abid tertawa pelan, "Kagak ah ngapain gue ngiri. Gue cuma ngerasa ada yang kurang aja." Abid dan Hanif sama-sama terdiam. Hanif sudah tau kemana arah pembicaraan Abid kali ini. Tidak ingin membuat Abid semakin sedih akhirnya Hanif memutuskan untuk mengajak Abid ke balkon untuk sekedar mencari udara segar.
Tapi sebelum itu mereka meyerahkan Ica dan Lia kepada Kanaya dan Bimo, karna tidak baik anak seumuran Ica dan Lia terkena angin malam. Setelah itu barulah Abid dan Hanif keluar dari ballroom tersebut.
Sesampainya di luar Ballroom, Abid menatap langit yang di penuhi dengan bintang-bintang. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Abid maupun Hanif.
Abid menghembuskan nafasnya kasar, Hanif mengalihkan pandangannya kearah Abid, "Gue tau pasti berat ngejalaninya. Tapi lo harus yakin lo pasti bisa. Tante Alula juga gak suka kali liat lo sedih berlarut-larut gini." Ucap Hanif kepada Abid.
Abid menundukkan pandangannya, apa yang di katakan Hanif memang ada benarnya. Tapi, Hanif tidak pernah tau bagimana beratnya ketika ia rindu seseorang tapi tidak dapat pengucapkannya kepada orang tersebut.
"Jangan lo pikir gue gak ngerasain apa yang lo rasain. Gue udah ngerasain, bahkan diumur gue yang masih kecil. Ketika gue rindu akan sosok seorang ayah, rindu itu tidak tersampaikan sama sekali. Betapa sedihnya gue melihat bunda gue dengan susah payah mencari uang untuk makan kami berdua. Orang yang dulunya berjanji pada bunda akan memabahagiakan bunda seakan hilang bak di telan bumi. Bahkan sampai saat ini gue gak pernah lagi ketemu sama ayah kandung gue." Hanif terdiam sesaat. Lalu melanjutkan lagi omongannya.
"Tapi, gue bersyukur banget karna Allah mempertemukan Bunda sama Ayah Nabil. Seenggaknya gue sama bunda udah gak hidup susah lagi. Tapi, tetap aja ada luka hati yang sampai saat ini gak bisa diobati"
Abid masih terdiam, benar apa yang di katakan Hanif. sebenarnya ia masih sedikit beruntung karena masih bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Tapi tidak dengan Hanif, dari ia kecil ia sudah tidak merasakan kasih sayang seorang ayah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Satu Dojo
Spiritual"Wa, lo mau gak?" Tanya Abid ambigu pada Marwah yang sedang memperhatikan adik-adik mereka yang sedang latihan gerakan dasar karate. "Mau apa? Jangan aneh aneh deh lo." Jawab Marwah dengan nada sedikit sinis. Abid tersenyum mendengar jawaban dari M...