ISD - 13

162 19 0
                                    

Marwah menghempaskan tangan Abid yang dari tadi menarik dirinya entah kemana. Abid mengalihkan pandangannya kearah Marwah yang sudah melepaskan tangannya secara paksa.

"Kamu apa-apaan sih?" tanya Marwah tidak suka. 

Abid menatap Marwah dengan muka yang merah padam, "Kamu yang apa-apaan? Apa maksud kamu berdiri di tengah lapangan berdua sama Baim? Biar di bilang apa ha?!" Ucap Abid dengan intonasi suara yang sudah naik satu oktaf. 

Marwah memandang Abid sinis, "Apa hak kamu mengalarang aku? Emang kamu siapa aku ha?!" Abid terdiam mendengar omongan yang keluar dari mulut Marwah. 

"Kamu gak ada hak untuk neglarang aku ngapa-ngapain. Termasuk dengan siapa aku dekat. Karna kita cuma Teman. Gak lebih!" ucap Marwah lalu pergi meninggalkan Abid yang tersulut emosinya. 

Abid memukul tembok sekolah dengan keras, menyebabkan beberapa bagian tangan Abid mengeluarkan darah segar. beberapa adik kelas yang melihat itu berteriak kaget melihat tindakan Abid yang sangat jarang terjadi. 

Mereka mengenal Abid dengan sosok laki-laki yang sangat sabar. Mereka sangat jarang melihat Abid marah, bahkan jika Abid di pukul oleh orang Abid tidak pernah membalasnya. Tapi kali ini berbeda. Abid bukanlah Abid yang seperti biasanya. 

▪■▪■▪■▪■▪

NOTE : Jadi, Selama aku ikut karate. Aku selalu di ajarkan Senpai aku untuk mengendalikan emosi dan kami pun selalu di larang untuk ikut perkelahian liar atau apa pun yang menyerupainya. Saat ada orang yang mencari masalah dengan kami, sebisa mungkin kami membicarakannya baik-baik. Jika orang itu memukul kami maka kami akan diam dan kami akan memperingati orang tersebut, jika dia masih memukul dan sudah kami peringati dia tetap memukul barulah kami diperbolehkan untuk membalas tindakannya. 

Satu pesan Senpai aku yang selalu aku ingat "Biar orang yang memukul kita dulu jangan kita duluan yang memukul orang tersebut. Karna seorang karateka sejati tidak akan mudah terpancing emosinya dan tidak akan memukul sembarang orang" 

▪■▪■▪■▪■▪

Hanif, Rafka, dan Syaid berlari menghampiri Abid yang sudah duduk di lantai. Melihat tangan Abdi yang mengeluarkan darah tentu saja membuat ketiga sahabatnya syok bukan main. 

"Bid, Lo gak papa?" tanya Rafka kepada Abid. Abid diam tidak ada niat di hatinya untuk menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Rafka. 

"Gue mau pulang, Entar bawain pulang tas gue." ucap Abid lalu pergi begitu saja meninggalkan ketiga sahabatnya. 

Syaid yang awalnya ingin mengejar Abid di tahan oleh Hanif "Biarkan Abid menenangkan dirinya dulu. Abid masih butuh waktu untuk meredakan emosinya" ucap Hanif pada Syaid. Syaid mengangguk. 

"Eh ini gimana ngilangin darahnya?" ucap Rafka pada kedua sahabatnya. 

Hanif dan Syaid terkejut karna melihat bercak darah yang terdapat di dinding yang habis ditinju oleh Abid. Mereka tidak habis fikir dengan kekuatan yang Abid miliki. Bahkan dinding tersebut terlihat beberapa bagian yang retak walau sedikit. 

"Keknya kita harus nyusul tu anak deh," ucap Hanif dan di angguki oleh kedua sahabatnya.  Hanif, Rafka dan Syaid berlari keruangan Nabil, untuk meminta Nabil memeberitahu kepada guru mereka salanjutnya jika mereka berempat tidak akan masuk. 

Sebenarnya Nabil ingin mendengarkan dulu penjelasan dari ketiga anak muridnya tersebut tapi melihat wajah mereka yang panik bukan main membuat Nabil mau tidak mau langsung memberikan ijin. 

°•°•°•°•

Abid menundukkan kepalanya dalam, saat ini Abid, Rafka, Hanif dan Syaid sedang berada di kantin rumah sakit. Hanif menatap Abid sinis begitu pula dengan Rafka. Mereka tidak habis fikir dengan apa yang Abid lakukan.  Hanya karna tersulut emosi berakhir dengan ia yang harus di bawa kerumah sakit untuk melakukan Rontgen pada tangan kanannya. 

Imam Satu DojoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang