Mark itu sebenarnya bukan anak perantauan. Rumahnya juga gak jauh-jauh amat dari Cakrawala tapi entah gimana anak-anak gengnya malah sepakat nyewa rumah murah deket kampus buat sekedar ngumpul. Padahal kalau difikir-fikir ada rumahnya Jebi atau Juan yang lumayan gede buat ngumpul, atau rumahnya Bambam yang orang tuanya selalu stok banyak makanan-makanan kalau mereka gak ada uang buat jajan. Tapi emang dasarnya sih kumpulan cowok itu lagi berusaha nyari kebebasan, apalagi statusnya kini anak kuliahan bukan lagi anak remaja yang terus-menerus berlindung sama orang tua.
Mark membuka pintu kontrakan, mengisyaratkan Windy untuk masuk bersamanya dalam rumah mungil berkamar dua ini. Dia dengan santai membuka sweater, menggantungkannya kemudian melangkah lebih dalam dengan Windy dibelakang mengikuti saja dalam diam sambil memeluk badannya. Cewek itu gak banyak komentar, cukup menjelajahi isi rumah ini dengan mata bundarnya.
"Rumah lo?"
Itu pertanyaan Windy diawal mereka masuk. Mark menggeleng, "Rumah sewa, punya gue sama anak-anak."
"Anak-anak?"
"Jackson, Jebi, Yogi, Jaenal, Juan, Bambam."
Sekarang giliran Windy yang mengangguk faham. Cewek itu berdiri kaku di ruang tamu dengan dua sofa menghadap TV. Ternyata emang sesolid itu mereka sampai punya rumah sendiri kayak gini. Windy mendadak kagum.
"Kenapa gak duduk?"
"Hm?"
Mark menatapnya dengan telunjuk menunujuk sofa disamping mereka.
"Baju gue basah." Windy agak meringis, mununduk buat melihat bajunya yang emang basah parah gara-gara hujan tadi.
Jadi emang begitu kejadiannya. Hujan turun lebat bikin mereka mau gak mau nunda perjalanan dan berakhir di rumah ini. Mark gak berniat cari kesempatan atau gimana, tapi emang rumah ini yang paling dekat yang bisa dia pakai buat berlindung sementara. Lagipula kondisi Windy yang pucat efek basah dan kedinginan kena hujan juga bikin Mark gak tega. Entah udah berapa kali Mark kasihan sama Windy belakangan ini.
"Yaudah ganti baju aja." Kata Mark pada akhirnya.
"Tapi gue gak punya baju ganti."
Mark diam, Windy juga sama ikutan diam bikin suasana berubah sepi. Butuh beberapa detik sebelum akhirnya Mark menghela nafas berat.
"Buka baju lo."
Windy menatap horor. Dia bergerak mundur, memegang baju dibadannya dengan waspada. Apaan ini? Enteng banget nyuruh cewek buka baju. Dia kira Mark cowok yang sopan, tapi kenyataannya sama aja.
"Apa sih? Gue cuma suruh lo buka baju lo, pake punya gue."
Dan Windy jadi diam, malu sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT CAKRAWALA
Fiksi PenggemarJadi sederhananya begini Awalnya pura-pura tapi kelamaan jadi beneran suka. Sukanya sama sejenis tembok berjalan yang kalau senyum gak yakin sampai satu senti, lurus abis. Aduh udah deh Windy mah sabar aja ngadepin makhluk yang satu ini. #cover by S...