Brian menatap dalam diam pada benda yang tergeletak diatas mejanya. Ia membuang nafas berulang kali begitu berat, lalu matanya beralih pada pemuda yang tengah duduk didepannya sambil menundukkan kepalanya. Menahan air mata yang sedari tadi menumpuk dipelupuk matanya.
"Kau yakin ingin mengundurkan diri?", Tanya Brian setelah ia berdiam diri dalam waktu yang cukup lama. Ia bersidekap seakan ia biasa saja, namun semua itu hanya kedok.
"Ya,,tidak sebenarnya. Tapi aku harus melakukannya, kau benar", pemuda itu menjawab dengan tidak yakin ,ia dengan ragu mendongak dan menatap mata Brian.
"Dengan bertahannya aku pada pekerjaan ini, aku rasa aku hanya semakin mempersulit kalian", pemuda itu kembali menundukkan kepalanya.
Brian lagi-lagi membuang nafasnya kasar, ia tak dapat mengatakan apapun.
Padahal ia yang sering kali meminta agar pemuda ini mengundurkan diri dari pekerjaannya agar tidak menganggu keadaan kantor. Namun, ternyata ia belum siap jika hari-hari nya dikantor yang begitu monoton dan membosankan semakin jadi tidak nyaman ketika pemuda ini tidak ada."Aku menolaknya", Brian mendorong benda tersebut kepada pemuda itu, ia tak menerima keputusan sang pemuda.
"Kau adalah karyawan terbaik yang aku miliki, aku tidak ingin kehilangan seseorang yang berpotensi seperti mu. Untuk masalah kantor, tidak usah kau pikirkan. Semuanya akan baik-baik saja dalam waktu dekat", ujar Brian santai, membuat pemuda itu kembali mendongakkan kepalanya tak percaya.
"Tapi, kau bilang aku akan merepotkan semua orang", Brian mengambil surat pengunduran diri yang diajukan pemuda tersebut, ia lalu dengan santainya menyobek benda tersebut hingga terbagi menjadi beberapa bagian. Pemuda itu terkejut sambil melebarkan matanya.
"Sebelum adanya masalah inipun, kau sudah banyak merepotkan orang. Jangan pernah memberikan surat semacam ini padaku, aku akan dengan senang hati merobeknya menjadi bagian-bagian kecil", ujar Brian final, lalu ia membuang bagian kecil kertas tersebut ke tempat sampah.
"Tapi, aku tak punya keberanian untuk terus bekerja disini dengan tenang. Semua orang menatap ku seolah aku penyebab kekacauan", ucap pemuda itu sedih.
"Untuk apa kau bersedih ketika kenyataannya kau memang penyebab kekacauan? Kau abaikan saja apa yang mereka katakan, dimataku kau rekan kerja yang kompeten", Brian berdiri dari duduknya, ia lalu mengambil coatnya yang ia sampirkan pada kursi kerjanya.
"Tapi--"
"Changbin! Cukup untuk membuat ku merasa gila hari ini. Sampai kapanpun tidak akan aku izinkan dirimu untuk keluar dari sini tanpa alasan yang masuk akal", pemuda itu -Changbin- meragukan pendengarannya, ia tak salah dengarkan Brian memanggil nya dengan sebutan 'Changbin' bukan 'tuan Seo' seperti biasanya.
Ia sebenarnya juga cukup bingung, kenapa pula Brian marah saat ia akan mengundurkan diri. Padahal menurutnya, Brian adalah orang yang paling sering menganjurkan padanya untuk segera resign. Tapi kenapa sekarang bos mudanya itu malah melarang. Bahkan menantang dengan keras.
"Ingin menemaniku? Hari ini ku izinkan dirimu untuk libur", Brian mengulurkan tangannya pada Changbin, menunggu pemuda itu memegang tangannya.
Changbin menatap aneh pada tangan Brian yang terulur didepannya itu,. Ia berulang kali memandang tangan Brian juga wajah Brian bergantian.
"Aku rasa aku butuh sesuatu agar otakku kembali bekerja dengan baik, dan kau yang menyebabkan otakku malfungsi, jadi kau harus menemaniku", Brian tanpa permisi meraih tangan Changbin dan menggandeng tangan tersebut. Ia membawa Changbin keluar ruangannya tanpa banyak bicara.
"Kita akan kemana?", Tanya Changbin saat mereka sampai di parkiran mobil Brian.
Brian membukakan pintu mobil untuk Changbin, mengisyaratkan pemuda itu agar segera masuk kedalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
[5]So I Married My Anti-Fans | Jungkook x Changbin ver. (COMPLETED) (✔)
Fanfictiontentang si pendek dan si idiot bertemu dalam waktu singkat namun saling terikat siapa sangka perasaan benci itu berubah jadi cinta seperti banyak orang mengatakan "jangan terlalu membenci seseorang jika kau tak ingin berakhir menyukainya" WARNING!! ...