Entah apa yang Elang rasakan setelah apa yang kemarin Senja ucapkan. Yang Senja harapkan saat ini adalah Elang sadar dan akan berubah. Namun, harapannya pudar saat mendapati Reta duduk di sebelah Elang. Sarapan pagi bersama Elang. Berdua. Senja rela bangun sangat pagi untuk bersiap-siap dan membuatkan sarapan untuk Elang pagi ini karena tadi malam tante Zara tidak bisa pulang dan memintanya untuk membuatkan Elang sarapan.
Tadinya Senja ingin pergi saja. Namun, diambang pintu ia tak sengaja menendang tempat sampah membuat Reta dan Elang menoleh. Menyadari keberadaannya."Maaf ganggu,"
Reta memutar bola matanya malas.
"Aku bawa sarapan buat kamu. Semalam tante Zara--"
Elang menendang meja makan kesal membuat Senja berjengit kaget. Menatap Senja tajam lalu berdiri menghampiri Senja yang kini menunduk. Elang ambil kasar kotak bekal berwarna merah muda dari Senja.
"Ini," Elang mengacungkan kotak berwarna merah muda yang tadi ia rebut dari Senja lalu melemparnya ke dalam tempat sampah. "sampah!"
Senja menatap Elang tak mengerti. Memang nya harus di buang di depan wajahnya? Padahal ia rela bangun pagi dan repot-repot memasak sendiri. Senja pegangi dada nya saat lagi-lagi Smartwatch jantung nya berbunyi membuat Elang berdecak jengkel.
"Lo itu emang cewek bego yang pernah gue kenal," Elang mendorong kening Senja membuat Reta semakin bersorak dalam hati memperhatikan keduanya.
"Lang---" Senja menahan rasa rasa di dada nya.
"Erlangga." ralat Elang cepat karena muak mendengar panggilan 'Elang' dari Senja.
Senja diam dengan mata berkaca-kaca. Hati nya sakit di perlakukan seperti ini. Dua tahun sabar nya belum berbuah juga. Sikap Elang bukannya melunak malah semakin membeku untuk dirinya.
"Salah aku tuh apasih, Lang?" kali ini setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Tetap memanggil laki-laki di hadapannya Elang.
Elang menarik sebelah sudut bibirnya lalu terkekeh.
"Lo pikir," Elang mendorong pundak Senja dengan telunjuknya. "dengan lo nangis bisa buat gue luluh? Dengan lo selalu manfaatin rasa sakit di dada lo? Meringis setiap kali gue bentak? Jangan mimpi! Karena lebih baiknya lo mati aja." ucap Elang pedas tanpa memikirkan rasa sakit yang Senja rasakan.
Senja menggeleng. Tenggorokannya serasa tercekat.
"Lo kemarin bilang supaya gue batalin perjodohan ini tanpa batalin niat baik bokap lo kan?" Elang menaikan sebelah alisnya.
Senja diam. Tapi jika Elang tetap ingin membatalkan perjodohan ini, kali ini Senja tak akan pernah mempertahankan apa yang tidak ingin di pertahankan. Cukup dua tahun ini Senja mengalah.
"Gue pastiin nanti malem semua nya selesai!"
"Terserah!" setelah mengucapkan itu Senja langsung berbalik. Berlari meninggalkan Elang dan Reta. Ia memang cewek bodoh yang bisa-bisanya jatuh hati kepada laki-laki brengsek seperti Elang.
***
Kelas XII MIPA 1 dan XII MIPA 2 memang memiliki jadwal jam olahraga yang sama belum lagi lapang basket dan volly yang bersebelahan membuat Senja terus saja memperhatika Elang yang tengah bermain basket.
Jika semua memakai seragam olahraga, berbeda dengan Senja yang tak pernah di perbolehkan memakai nya. Kenapa? Untuk apa repot-repot mengganti pakaian jika tidak mengikuti kegiatan.
"SENJA!" pekik sebagian siswi saat bola akan menghantam kepala Senja yang tak memperhatikan. Senja berdiri memperhatikan Elang di pinggir lapang.
Senja memekik kaget saat bola menghantam kepala nya keras. Pandangannya memburam lalu berwarna merah, kuning setelah itu ... gelap.
***
Elang berdecih saat menyadari sedari tadi Senja terus memperhatikannya. Meski berkali-kali ia lemparkan tatapan tajam kepada Senja, gadis itu dengan enggan memindahkan pandangannya meski Elang dengan terang-terangan mendelik kepada nya.
"Cewek sialan!" desis Elang. Namun, suara pekikan yang menyerukan nama gadis sialan itu sontak membuat semua perhatian siswa-siswi terpusat kepada Senja yang tergeletak dengan mata tertutup.
Elang menatap Ega yang berlari menuju lapang volly tepatnya menghampiri Senja yang baru saja akan digotong oleh dua laki-laki. Tanpa banyak bicara Ega mengangkat Senja lalu membawa gadis itu ke ruang UKS dengan langkah terburu.
Elang berdecih hendak menyusul keduanya namun tertahan oleh Reta yang kini memegangi tangannya.
"Mau ke mana?"
Elang menepis tangan Reta. Tanpa menjawab pertanyaan gadis itu Elang langsung saja berlari menyusul Ega dan Senja.
Elang membuka pintu UKS kasar. Menghampiri Ega yang tengah mengompres kening Senja. Menarik kaus belakang olahraga yang Ega pakai.
"Brengsek!" umpatnya setelah memukul rahang Ega.
Ega mengusap sudut bibirnya yang robek. Sedikit mengeluarkan darah. "Lo kenapa?" tanya Ega menatap Elang tak mengerti.
Elang terkekeh sebelum kembali menatap Ega tajam.
"Lo tau dia siapa kan?" Elang menunjuk Senja. "dia itu tunangan sahabat lo!" ucap Elang memberitahu.
"Lo anggap dia tunangan lo?" tanya Ega semakin membuat Elang menyorotnya tajam. "terus kenapa gak lo aja yang bawa dia ke sini? Itu yang lo maksud sebagai tunangan? Ngebiarin ceweknya yang pingsan di tengah lapang--"
"Gue gak suka di repotin!"
"Terus kenapa lo marah gue yang bawa dia ke sini? Dia cuma cewek sialan kan buat lo?" Ega menyeringai saat Elang tak membalas ucapannya.
Elang bertepuk tangan lalu memajukan kepala nya kepada Ega.
"Cewek sialan emang cocok sama cowok sialan kayak lo." sekarang giliran Elang yang menyeringai lalu memutuskan untuk pergi setelah sebelumnya berdecih.
"Sialan." umpat Ega.
Bila berkenan follow aku ya : hil.aaa_ kita bisa saling menyapa di sana
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlangga: Bad Fiance ✓
Teen Fiction(Part masih lengkap dan sudah terbit di @_gentebooks) Ada tiga hal yang Erlangga benci. Pertama, berisik. Kedua, hal-hal merepotkan. Ketiga, Senja. Namun, menurut Senja hal-hal yang Erlangga benci adalah hidupnya. Cerewet dan merepotkan? Mungkin. Se...