"Maaf" aku berucap dengan nada penuh penyesalan, diikuti oleh raut wajah keruh dan kepala yang langsung menunduk dalam. "Maafkan aku" hanya itu yang mampu ku katakan. Rasanya sungguh berat, dadaku, tenggorokanku, rasanya sesak, tercekat.
"Kenapa?"
Kedua tanganku digenggam olehnya, genggaman hangat seolah ia tengah mengutarakan seluruh perasaannya padaku. Dan lagi, hatiku berdesir miris. 'Jika saja kau menggenggam tanganku seperti ini empat tahun lalu, maka tanpa kau mintapun aku akan langsung menyerahkan seluruh hati dan jiwaku padamu.' Tapi sekali lagi, kini situasinya mulai berbeda.
"Jawab aku. Kenapa? Aku menangkap sebuah maksud yang tidak menyenangkan dari kata maafmu. Dan juga, kenapa kau meminta maaf?"
Aku semakin menunduk dalam. Kedua tanganku yang berada dalam genggaman tangan besarnya kini mengepal kencang. Rasanya sungguh sulit menghadapi kenyataan ini, dan rasanya hatiku sungguh tak rela untuk menerima semua kenyataan yang ada. Tapi.. tapi memang seperti ini. Memang seperti ini keadaannya. Mau ataupun tidak, memang seperti inilah keadaannya. Dan hal itu sama sekali tidak bisa diubah.
"Jungkook? Kenapa kau diam? Tolong jawab semua pertanyaanku"
Air mataku menetes, aku tak sanggup dengan hal ini. "Maaf. Maafkan aku. Hanya... tolong maafkan aku"
"Dan lagi... kenapa?"
"Hanya satu. Bolehkah aku egois?"
Aku tahu, aku tahu dia akan dibuat kebingungan oleh pertanyaanku. Aku tahu dia tak akan mengerti, aku tahu dia takkan pernah bisa menjawabnya. Aku tahu, karena aku memang tak pernah menginginkan jawaban dari pertanyaan itu. Karena ku yakin, "walaupun aku bisa... aku tak akan pernah melakukannya. Karena ku tahu... aku takkan pernah mampu menjadi egois"
Mataku terasa perih dengan pipi yang terasa lembab, bayangan abu-abu yang perlahan memudar kini telah membawaku pada terangnya dunia.
Sekilas aku terdiam. Meresapi ingatan akan bayang-bayang yang membuat hatiku berdesir menyedihkan.
Mimpi itu lagi.
Kenapa harus datang padaku setiap malam?
Haah...
Aku beranjak dari kasur lalu menghampiri jendela yang sudah terbuka dengan apik. Aku tersenyum tipis melihat itu.
Wajahku terlukis oleh bayangan dedaunan yang menari digerakan angin yang terasa sejuk saat dihirup paru-paru. Kepalaku mendongak ke atas langit, sedikit mengecilkan mata ketika sinar yang tertangkap retinaku terasa sedikit menyakitkan.
Aku berminpi kau ada disampingku.
Kau berada disana sekali lagi, seolah-olah kau belum pernah pergi.
Tidak. Kau memang pergi, namun kau juga kembali.Aku ingat kau berkata, meminta segala alasan yang ku miliki.
Namun... segalanya juga terlalu rumit untukku mengerti.Benar, ini hanya hari lain.
Namun,
matahari akan selalu bersinar suram dicakrawala jika aku masih saja terjebak akan bayangan masa lalu yang memuakkan.
.
.
.
"Semua attitude murid-murid terkontrol, sistem KBM juga telah di upgrade. Untuk soal wadah keterampilan, aku sangat mengutamakan hal itu. Aku tidak setuju dengan kegiatan belajar dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu 17 jam, mereka juga butuh waktu untuk menuangkan kreaktifitas dalam bentuk karya. Segala sesuatunya harus seimbang, itu hal yang paling ku tekankan"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband and His Girlfriend 2 [BXB]
FanfictionBerputar, lalu berkesinambungan menjadi satu. Inilah kisah cintaku. Warning! Boyslove Story!