Hari ini terasa begitu melelahkan, setelah menyelesaikan proyekku di salah satu negara di asia tenggara sekarang aku harus kembali terbang ke Eropa. Mataku melamun sesaat ketika menatap pemandangan awan senja dibawahku, memikirkan seseorang yang sudah lama tak ku jumpai.
Awan-awan itu perlahan menguap, berubah bentuk lalu berjalan digiring angin. Waktu terus saja berlalu, dan aku makin tak mengerti dengan diriku sendiri.
Sungguh lucu, aku ini sungguh lucu. Aku selalu saja tak tenang dengan apa yang ku miliki sekarang. Seolah segalanya tak lengkap, terasa kurang, terasa ada sesuatu yang kosong dalam bagian hidupku, juga hatiku. Dimana otakku sendiripun tahu, akulah dalang dari segala hal itu.
Jalani saja hidupmu, kau penyebab dari ini semua. Semua kondisi yang kau rasakan, itulah konsekuensi dari apa yang telah kau perbuat. Kalimat itu... setiap hari selalu menggema dalam ruang kecil di benakku, seolah ingin selalu menyadarkanku untuk tahu diri akan segalanya. Namun tetap saja, tetap saja aku masih tak puas. Semua masih belum cukup bagiku. Aku ingin memiliki segalanya, aku ingin memiliki segalanya sampai bibirku kembali menyunggingkan senyuman lama.
Senyuman lama yang hanya ku persembahkan untuk duniaku, Jeon Jungkook.
Aku menghela napas, menelan ludah saat sesuatu terasa mememuhi gendang telingaku. Dimana aku dibuat tersenyum kecut saat sesuatu itu meneriakiku untuk tahu diri. Aku sadar aku ini memang manusia kotor, kesan masa laluku sangat buruk. Dan parahnya lagi akulah sebab dari semua itu.
Aku harap aku bisa mengambil sinar redup dalam segala kegelapan yang ada dibelakang. Sinar redup yang dulu selalu memutariku tanpa henti seolah aku orbit baginya, namun tololnya aku malah membuatnya berhenti, dan membuatnya mati. Namun sekarang aku janji, aku janji untuk membuat sinar itu kembali terang benderang seperti dulu. Aku janji untuk membiarkannya berputar disekelilingku. Jadi biarkan, biarkan aku untuk bertingkah tidak tahu diri mulai sekarang.
.
.
.
Ayunan dari jabatan tangan mengakhiri misiku kali ini. Senyuman memikat diselingi selubung bisnis terus tersungging dibibirku saat akhirnya CEO wanita pemilik salah satu perusahaan berpengaruh di Eropa telah berhasil ku tundukkan. Bibirku menyeringai saat mata dari wanita itu menunjukkan ketertarikan yang sangat kuat padaku.
Bagus, ini semua bisa mempermudah segala rencana untuk semakin memajukan laju bisnis perusahaanku.
"Terima kasih.. senang bisa berbisnis dengan anda, nona cantik?" aku tersenyum puas saat wanita berambut pirang itu terlihat tersipu atas pujian yang ku layangkan padanya barusan. Respon bagus, karena aku bisa semakin mengeratkan hubungan kerja sama yang kuat dengan taktik ini.
Akhirnya setelah menyelesaikan segala urusan aku bisa kembali ke mobil lalu menghela napas lelah sambil melonggarkan ikatan dasi di leherku.
"Percepat laju mobilnya, Jim. Aku ingin segera sampai di hotel"
"Baik.."
Aku terdiam sejenak. "Tanggal berapa sekarang?"
"Sembilan belas"
Alisku terangkat dengan ekspresi terkejut, Jimin yang melihatku lewat kaca spion sukses menertawakan ekspresiku. "Kau kenapa Tae?"
"Aku sudah hampir satu minggu meninggalkan anak-anak, apa mereka baik-baik saja ya?"
"Dia bersama istrimu, masa tidak-tidak baik-baik saja"
"Masalahnya itu, Jisoo selalu bertingkah seolah-olah ia masih seorang gadis dan melupakan posisinya sebagai seorang ibu. Aku khawatir dia menelentarkan anak-anakku di Korea" seketika napasku berderu tak tenang memikirkan hal itu. "Aku takut Jisoo sibuk hang out bersama teman-temannya lalu melupakan anak-anakku... bagaimana ini?"
Jimin terkekeh. "Kau bertingkah seolah-olah kaulah induknya, lebih baik kau ganti posisi saja Tae. Jisoo bekerja, kau memakai daster dan mengurus anak-anak" kali ini Jimin tertawa kencang "lalu mengurus masalah dapur dan kebersihan rumah, juga menyusui anak-anakmu ketika mereka lapar.. haha! Lucu sekali membayangkannya"
Aku terkekeh. "Iya sangat lucu," lalu tertawa tak minat saat mendengar Jimin terbahak.
"Benar kan... lucu sekali membayangkan kau jadi induk beranak dua..."
Aku masih berpura-pura tertawa lalu melepaskan dasi dileherku, setelah itu dengan cepat segera memasukkannya ke dalam mulut Park Jimin sialan yang kini sedang menganga lebar akibat tertawa terbahak.
"Rasakan" desisku kesal.
"Yak! Tawe! Apwa-apwaan kaw ingi?!!!"
Aku menggedik acuh. "Itu dasi Gucciku yang harganya delapan belas juta, ganti dengan yang baru karena aku tak mau menerima dasi itu kembali setelah tertular liur rabiesmu"
Jimin melotot ke arahku lalu mengeluarkan dasi dalam mulutnya."WHAT THE FUCK?!"
.
.
.
.
.
Ini tidak mungkin kan? Pasti ini tidak mungkin.
Dadaku berdebar cepat, sedang kedua mataku terus menyorot tajam pada interaksi dua orang didepanku.
Aku tak percaya ini. Mencoba menampar pipiku dan terhentak pada kenyataan saat pipiku terasa sakit. Seketika dadaku bergemuruh oleh amarah saat kedua orang itu masuk ke dalam kamar, yang sama.
Rahangku mengeras, hendak menghancurkan pintu kamar itu namun segera menelan ludah saat otakku dipenuhi oleh konsekuensi yang akan ku dapat nanti. Sampai akhirnya aku memilih memasuki lift lalu menumpahkan amarahku dalam kamar.
.
.
.
"Sialan kau... untuk apa kau menemui semua klienmu hari ini jika kau hanya akan mengacuhkan dan mencampakkan mereka. Bahkan tadi kau membentak saat mereka berkata dengan tutur kata luar biasa sopan. Benar-benar bajingan, membuatku malu saja"
Mataku menyorot tajam. "Diam"
"Sebenarnya kau ini kenapa? Ada masalah apa? Apa kau marah gara-gara kemarin aku meledekimu induk beranak dua?"
Aku membuang pandangan dan mengacuhkan Jimin, terus menatap bangunan-bangunan di sepanjang jalan dengan mata kosong. Namun tidak dengan kepalaku, rasanya benar-benar runyam.
Tubuhku menegap lalu memicingkan mata saat penglihatanku menangkap kedua orang itu memasuki restauran mewah. Rahangku seketika mengeras dengan tangan mengepal, dadaku benar-benar dipenuhi amarah. "BANGSAT!"
Aku segera menoleh ke arah Park Jimin. "Pinggirkan mobil"
"Kenapa?"
"Ku bilang pinggirkan!"
"Baik baik"
Aku segera membanting pintu setelah keluar dari mobil lalu dengan langkah cepat segera memasuki sebuah restauran dan mencari sosok yang ku cari. Hatiku semakin panas membara saat melihat sosok itu kini sedang bermesraan.
Sial sial sial sial!!!
Napasku berderu cepat dengan kepalan tanganku yang semakin menguat, terus memperhatikan interaksi kedua orang itu yang kian lama semakin memancing emosiku.
Aku memejamkan mata lalu mati-matian menahan gejolak amarah yang memenuhi dada dan kepalaku, setelah itu lebih memilih mengabaikan segala yang terjadi lalu keluar dari restauran dan masuk ke dalam mobil kembali.
"Jalan"
Napasku masih berderu cepat lalu membenarkan letak jasku, setelah itu memenatap pemanangan luar dengan mata tajamku.
Sialan, kau punya yang 'lain'.
-To Be Continue-
Kira-kira itu siapa? 🌚
![](https://img.wattpad.com/cover/182922558-288-k489094.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband and His Girlfriend 2 [BXB]
FanficBerputar, lalu berkesinambungan menjadi satu. Inilah kisah cintaku. Warning! Boyslove Story!