LUAHAN KECEWA ATIQA DALAM MANISNYA POLIGAMI
🌻
Asyraf menahan tubuh istrinya yang sudah membungkuk, memapahnya ke sisi ranjang dan duduk berhadapan. Matanya menelisik wajah yang tertunduk itu yang sudah memerah dengan tangisan sesenggukan.
Wanita itu, tidak mengangkat kepalanya. Tidak ingin memandang wajah lelaki yang membuatnya terpuruk.
Cukup lama saling diam, meredakan segala rasa marah dan kecewa yang menyatu dalam diri mereka.
"Abang manusia biasa, tidak luput dari khilaf dan dosa. Peran Abang di sinipun tak ayal membuat Adek tersakiti." Asyraf berbicara dengan menatap lekat wajah Atiqa.
Sejenak lelaki itu diam, menunggu reaksi dari sang istri. Meyakinkan dalam hati, ini hanya emosi sesaat istrinya, dan berharap akan reda secepatnya.
"Kalau hati Abang sudah memilih kalian berdua, apa Abang salah?"
Atiqa meremat tangannya, gumpalan keras seakan siap menghantam ulu hatinya. Ia tidak mengatakan lelaki itu salah, hanya menyesali posisinya sekarang.
"Lillahi ta'ala, Abang cinta sama kalian. Abang sayang, dan berusaha memberikan yang terbaik."
"Jangan bawa nama Tuhan, kalau masih dikuasai nafsu," desis Atiqa. Tidak sanggup mendengar kata demi kata yang terlontar dari mulut Asyraf.
Asyraf beristighfar, mendengar ucapan Atiqa. Nafsu?
"Kalau diberi pilihan, aku akan mencari yang terbaik. Dan itu bukan dengan suami orang."
Rahang lelaki itu mengeras. Katupan tulang pipi membentuk ruas merah. Degup jantung tersirat rasa bergejolak.
"Suami orang?" suara lelaki itu nyaris tak terdengar, desisan tajam nan menusuk jantung bagi siapapun yang mendengarnya.
Atiqa tersenyum sinis, netranya membalas tatapan tajam suaminya.
"Maaf salah, harusnya suamiku dulu, tapi tidak mengapa, dia lebih memilih wanita lain menjadi yang pertama."
Asyraf bungkam. Ini yang ditunggu, wanita ini akan mengungkit tentang perjodohan yang pernah dilakukan oleh orang tua mereka.
"Salahku, tidak menanyakan status terlebih dulu. Mengiyakan permintaan Abi dinikahi oleh lelaki yang berstatus suami orang."
"Adek mau mendengarkan tentang perjodohan kita?"
Atiqa menggeleng, tidak ada gunanya. Ia sudah mendengar cerita waled. Dan sekarang, wanita itu sudah menyimpulkan.
"Untuk apa? Apa bisa mengubah statusku? Atau, hanya akan ada aku?"
Asyraf terkejut, pertanyaan itu sarat dengan amarah yang terucap dalam nada lembut.
"Coba tanyakan pada semua wanita yang Abang kenal, apa mereka mau dijadikan yang kedua?"
Asyraf kembali meneguk emosinya yang tak bisa ia luahkan. Karena masih menjaga sopan santun di rumah mertuanya.
Sikap Atiqa saat ini, tidak bisa dikatakan dalam batas kewajaran. Terlebih wanita itu sedang berbicara kepadanya, sebagai suami. Imam dalam rumah tangga. Seketika ingatannya kembali pada Hanisya, dua tahun lebih usia pernikahannya dengan wanita itu tidak sekalipun Hanisya berani berbicara dengan menatapnya, apalagi melawan.
"Kecuali, Abang samakan semua wanita dengan istri pertama Abang." bahkan Atiqa tidak ingin menyebut nama madunya.
Sungguh, dua wanita itu sangat berbeda. Senyumnya Hanisya membawa dirinya tenang, sedangkan diamnya Atiqa, memicu retakan keping yang mulai menyapa hati lelaki itu.
"Doa seseorang dalam sujudnya yang membuatku menunggu jodohku, tapi tatkala datang, ia sudah lebih dulu membawa cinta pertamanya. Apa aku harus menerima?"
Atiqa berdiri, posisinya masih sejajar dengan Asyraf yang masih duduk.
"Maaf. Aku tidak bisa berbagi. Maaf, kembalilah pada dia yang sudah membuat Abang jatuh hati. Sekalipun di hatiku sudah ada nama Abang, aku akan belajar menghapusnya."
Atiqa keluar, meninggalkan lelaki itu dalam senja yang mengukir merah di langit mesjid raya. Meninggalkan tanda tanya, kecewa dan rasa yang sudah terluahkan pada Asyraf.
Cukup, ia tidak ingin larut. Bongkahan batu menghantam dada meremukkan segala rasa menyakiti remukan berdarah. Langit senja menjadi saksi, tangis menyayat kalbu wanita yang sudah jatuh hati pada suaminya, yang juga suami Hanisya.
Adzan maghrib, Asyraf keluar dari kamar. Lelaki itu menyapa waled Hasan yang juga sedang bersiap ke mesjid. Sikapnya biasa saja, seolah tidak terjadi apa-apa. Sehingga mengundang tanya dalam benak Atiqa, yang semenjak setelah kejadian tadi sudah duduk di ruang tengah dengan bacaannya.
Gelagat Atiqa tidak luput dari perhatian ummi. Wanita paruh baya itu tersenyum, sembari mengenakan mukena.
"Ehm, siapapun lelaki itu, Atiqa mau Abi. Yang penting baik akhlak dan sunnahnya. Atiqa tidak akan mempersulit."
Atiqa tertegun mendengar suara di belakangnya. "Ummi?"
"Bukan, itu putri Ummi yang ngomong."
Atiqa menunduk mendengar ucapan ummi-nya.
"Sholat, dan hidangkan makan malam untuk suamimu. Setelah itu, masuk ke kamar Ummi. Kita bicara, ya?" lembut, bersahaja dan penuh kasih. Begitulah Ummi berbicara kepada putra-putrinya.
Atiqa mengangguk, dan bersegera masuk ke kamar melaksanakan kewajiban fardhu-nya.
Pulang dari mesjid, Asyraf melihat hidangan makan malam sudah tersaji. Seperti biasa, nampan bulat dan besar itu penuh dengan piring berbagai lauk.
"Abang sedang tidak selera, nanti Abang makan ya?"
Atiqa tidak menjawab, ia kembali memasukkan nasi yang sudah di isi ke mangkuk nasi. Matanya memperhatikan raut lelah suaminya yang kini sudah berbaring di ranjang. Dan sadar, suaminya belum beristirahat sejak tiba tadi sore.
Mata lelaki itu terpejam, lingakaran hitam jelas sekali masih terlihat. Atiqa mendekat, memperhatikan wajah damai suaminya.
"Bisa pijitin kepala Abang, terasa pusing."
Atiqa mengerjap, menyadarkan dirinya. Pijit? Sedangkan, mereka baru saja terlibat adu mulut. Apa bisa ia melakukannya?
Mata itu bahkan tidak terbuka. Satu tangannya diletakkan di atas dahi. Spontan Atiqa memindahkan tangan Asyraf yang terlipat di dahi.
Dengan hati-hati ia mulai memijit. Hangat, itu hawa yang dirasakan pertama kali menyentuh dahi suaminya. Ketika tangannya memijat bagian pelipis, ibu jarinya tidak sengaja menyentuh titik bening di sudut mata Asyraf.
Sejenak ia tertegun dan memperhatikan wajah suaminya.
"Lupakan Abang, setelah Rabb mengambil kembali ruh yang hina ini."
Dada Atiqa sesak mendengar ucapan Asyraf, mata lelaki itu masih terpejam. Nafasnya teratur.
"Cari yang lebih baik, setelah izrail mengambil jiwa ini."
Atiqa menggigit bibirnya, menahan sesak dan sakit bersamaan.
"Tapi, jangan lupakan Abang dalam sujud Adek Karena yang Abang butuhkan di sana hanya do'a. Dan salah satunya do'a dari Adek dan Hanisya."
KAMU SEDANG MEMBACA
PURNAMA DI UFUK MESRA ✔
Ficção GeralFOLLOW DULU AGAR BISA BUKA BAB LENGKAP💕 "Assalamu'alaikum zaujati." "Wa'alaikumsalam." "Hanisya, kenalkan istri Abang, Syarifah maula atiqa." Dua wanita tersebut saling berpandangan, Hanisya istri pertama Asyraf mengulurkan tangan terlebih dahulu m...