MANISNYA ASYRAF
Mendapat kabar dari padang bahwa Hanisya kembali drop dan masuk rumah sakit membuat Asyraf di rundung gelisah dan galau. Pasalnya baru lima hari ia berada di Aceh di rumah orang tua Atiqa.
Memutuskan untuk berbicara dari hati ke hati dengan Atiqa menjadi solusinya untuk permasalahan ini.
"Abang pulang ke Padang dulu. Saat ini kak Hani pasti membutuhkan Abang," kata Atiqa setelah mendengar curahan isi hati.
Mereka sedang berada di kawasan wisata Batee iliek. Menikmati pemandangan sore dengan sepiring rujak.
"Adek ikut ya?"
Atiqa menoleh lelaki di sampingnya yang juga sedang menatapnya. Kali ini ia tidak ingin ikut, bukan tidak ingin melihat keadaan Hanisya tapi belum siap melihat kedekatan Asyraf dan Hanisya.
"Maaf Abang, Adek nggak bisa."
"Kenapa?"
"Adek belum siap," jujur Atiqa. Ia tidak ingin mengotori hatinya di sana, setidaknya di sini ia bisa menyibukkan diri dengan kegiatannya di pesantren.
Asyraf diam, matanya menelusuri riak sungai terhalang batu besar yang menjadi pusat keindahan tempat wisata itu.
"Abang nggak bisa pulang ke sana kalau Adek nggak mau ikut," tutur lelaki itu.
"Tolong mengerti Adek. Adek ikhlas Abang pulang ke tempat kak Hani karena keadaan seperti ini," harap Atiqa dalam ucapannya.
Asyraf mengusap kepala istrinya. Memaklumi perasaan Atiqa yang sedang berusaha ridho dengan keadaaan ini. Setelah menghabiskan rujak, mereka kembali ke pesantren.
Selesai sholat maghrib, Asyraf berangkat ke Medan. Ia akan naik pesawat di bandara kualanamu untuk penerbangan ke padang.
Atiqa merenung dalam kamar. Baru lima hari dan sekarang ia harus mengikhlaskan kepergian Asyraf ke Padang karena keadaan istri pertama lelaki itu yang sedang hamil dan sering drop.
Berat, sangat!
Asyraf.
Abang masih rindu, sama seperti rindu Adek yang menggebu.Wanita itu menangis membaca pesan Asyraf. Tujuh bulan tidak bertemu dan hanya lima hari memaksa rindu itu tuntas. Biarlah sisanya di jawab sang waktu.
Ia kembali melihat pesan yang masuk ke whatsapp-nya. Air matanya terlalu menyiksa batinnya. Kadar Ikhlas itu tak kunjung menyapanya.
Asyraf.
Maafkan Abang sayang, Abang segera pulang tanpa Adek minta.Menutup mulut dengan bantal menyembunyikan isak tangisnya. Setiap bulir yang membasahi pipi menjadi saksi bisu perasaan yang terpendam.
Dua hari bagai dua tahun. Rindu itu semakin besar, namun ia mengenyahkan rasa yang dibaluri cemburu. Mengingat kembali posisi yang disandangnya saat ini.
Hanisya bisa kuat, kenapa ia tidak. Seharusnya yang tersakiti itu Hanisya. Bukan dirinya.
Ia tidak cemburu pada kelapangan hati Hanisya. Ia cemburu memikirkan kebersamaan Asyraf dan Hanisya.
Fatamorgana dunia mengalpakan sudut putih dan suci dalam diri putri waled Hasan. Ilmu dan imannya tidak bisa membentengi dirinya dari rasa yang di salurkan iblis.
"Ustadzah, ada panggilan dari Abi." panggilan Sarah membuyarkan lamunannya. Setelah mengucapkan terimakasih pada Sarah Atiqa pulang ke rumah.
Ia melihat Walednya dan seorang santriwati bersama dengan walinya.
Menganggukkan kepala tanda hormat, Atiqa duduk di samping Waled bersebelahan dengan santri dan tamu tersebut.
"Ini ayah Intan. Beliau ingin meminta izin untuk menjemput putrinya selama tiga hari karena ada pengajian satu tahun almarhumah ibunya." waled Hasan menjelaskan kedatangan wali dari salah satu santri di pesantren Darul Istiqamah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURNAMA DI UFUK MESRA ✔
General FictionFOLLOW DULU AGAR BISA BUKA BAB LENGKAP💕 "Assalamu'alaikum zaujati." "Wa'alaikumsalam." "Hanisya, kenalkan istri Abang, Syarifah maula atiqa." Dua wanita tersebut saling berpandangan, Hanisya istri pertama Asyraf mengulurkan tangan terlebih dahulu m...