21. Garis Takdir

1.2K 85 11
                                    

Nyatanya setelah badai berlalu, semua harapan itu hanya menyisakan cerita yang sesekali kita ingat dalam sepi.

****

Helaan napas gusar kembali keluar dari dalam mulut Azril. Cowok dengan iris mata hitam legam itu terus menggenggam lengan Lila dengan kecemasan yang sangat besar.

Wajah Azril semakin tertunduk dalam, banyak penyesalan yang sekarang tengah menyelimuti dirinya. Dieratkan lagi genggaman tangannya pada Lila, sambil sesekali mengecup pelan tangan kecil itu.

Ketakutan Azril semakin bertambah seiring waktu berjalan, ia sangat takut pada kenyataan yang sebentar lagi menamparnya. Azril mengusap wajahnya, mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya, lalu mengetikan pesan kepada Ibu dan sahabatnya Rifki, memberitahu bahwa dirinya tidak bisa pulang karena Lila sedang dirawat di rumah sakit. Setelah itu, Azril berusaha memasang senyum terbaiknya, mencoba terlihat kuat demi Lila.

Jangan nyesel ya kalau nanti Lila udah diambil orang lain. Ingat ya Zril, semua penyesalan biasanya hadir dikemudian hari, saat elo baru sadar kalau yang dulu lo lakuin itu emang salah besar.

Rifki memang benar, semua penyesalan ini kini terjadi. Dan sekarang, Azril menyesal.

Andai saja....

Sudahlah, Azril tidak bisa memaksa lagi. Yang sekarang Azril inginkan hanya satu, melihat Lila kembali bersinar seperti sediakala. Walau harus ia yang redup karena sinarnya menjauh.

Azril terus tersenyum, namun matanya tidak bisa berbohong, cowok itu begitu khawatir saat ini. "Bangun sayang, buka mata kamu." Kemudian lengannya menarik jemari Lila perlahan, membawa punggung tangan cewek itu untuk ia kecup, cukup lama. Tanpa sadar, semua perlakuannya ini mampu membuat dada cowok di seberangnya sesak.

Kevin duduk di sebelah kanan ranjang Lila, sedangkan Azril duduk di sebelah kiri. Mereka berdua terduduk lesu menunggu perempuan itu membuka matanya. Kecemasan tak bisa mereka bendung lagi, bahkan seorang Kevinpun tidak bisa mengelak akan hal itu.

Kevin menarik napas, membuang sesak yang sejak tadi sudah bersarang di dadanya. Cowok itu menutup matanya perlahan, berdoa dalam hati meminta kesembuhan untuk Lila.

Sudah sekian lama Kevin tidak pernah mengucapkan doa-doa yang indah, bahkan rasanya saat ini ia sangat malu pada Tuhannya. Dulu saat dia merasa terhempas, Kevin tidak pernah sekalipun mengingat Tuhannya. Yang ada hanya cacian yang memalukan. Bahkan Kevin sendiri saja merasa jijik saat mengingat betapa mengerikannya dia saat itu.

Sekarang, Kevin mengerti. Tuhan memberinya berbagai masalah hanya karena ingin membentuk dirinya untuk menjadi cowok kuat dan lebih mengerti akan arti kehidupan yang sesungguhnya.

Kevin tersenyum.

Maaf, dan... terima kasih.

Mata Kevin kembali terbuka. Jemarinya bergerak, merapikan rambut Lila. Cowok itu tersenyum sembari menatap wajah Lila dengan seksama. "Kalau sekarang kamu bangun, aku bayarin kamu es krim sepuasnya deh. " Pandangan Kevin beralih menatap Azril yang kini tengah menatap dirinya. Ia hanya tersenyum tipis, lalu kembali menatap Lila. "Aku kangen liat kamu tersenyum manis seperti biasa, La."

Hati itu diciptakan hanya untuk dimiliki oleh satu orang. Jika dalam permasalahan ini mereka menyukai wanita yang sama, maka semua keputusan buruk itu harus mereka terima dengan lapang dada.

Sudah banyak cerita manis dan pahit yang sudah ikut hadir dalam perjalan mereka. Jika dalam kisah ini, harus berakhir dengan patah hati, maka ikuti saja alurnya. Karena sesungguhnya, mengikhlaskan dia bahagia bersama pilihan hatinya jauh lebih baik dibandingkan bersama tanpa ada rasa sedikitpun.

Game Over (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang