Ada banyak hal yang selalu aku impikan di saat senja muncul di sore hari. Termasuk, mengharapkan kamu yang sudah jelas tidak bisa aku miliki.
**********
Kevin duduk dengan santainya di depan wanita yang telah melahirkannya. Cowok itu tampak malas sekali untuk sekadar berbincang-bincang walau sebentar.
"Kapan kamu mau tinggal sama Mamih lagi, Vin?"
Seolah omongan wanita itu candaan, Kevin malah tertawa. "Cih, nggak sudi harus tinggal sama pria brengsek itu!"
Wanita itu terlihat kecewa. Namun, senyumnya tak pernah pudar saat menatap putra tunggalnya. "Kamu pasti senang tinggal di sana. Rumahnya luas, banyak kamar dan kendaraan juga. Suami Mamih yang sekarang tajir, jadi kamu tidak perlu khawatir akan kekurangan uang. Semuanya pasti Mamih kasih buat kamu."
Sekali lagi, Kevin tertawa. Kali ini tawanya seolah mengejek. "Gitu ya? Mamih kayaknya udah bermuka tembok banget deh. Mamih nggak malu apa udah dicap perebut suami dan kebahagiaan orang lain?" Kevin membuka bungkus rokok yang memang sudah tergeletak di atas meja. Ia mengambil satu, kemudian pematik api langsung membakar ujung rokok yang tengah Kevin apit dibibirnya. Asapnya ia hembuskan pada wajah Ibunya itu.
Ya. Wanita itu memang pantas mendapat perlakuan seperti ini setelah apa yang sudah ia lakukan padanya juga Ayahnya.
"Bu Jeni, Tuan menyuruh Ibu untuk segera datang ke Kantor Pusat."
Kevin nampak tidak terusik sama sekali saat seorang pria dengan jas hitam itu berbicara dengan Ibunya. Cowok itu masih asik dengan sebatang rokoknya.
"Bilang aja saya lagi pergi ke Dokter untuk perawatan. Kamu gak usah nunggu, saya masih lama."
"Baik, Bu."
Rokok yang Kevin hisap ia padamkan. Lantas mengambil gelas yang berisi jus jeruk, ia meneguknya sampai habis.
"Jika saja Mamih memiliki hati yang baik, mungkin keluarga kita masih utuh seperti dulu. Nggak kayak sekarang, semuanya rusak karena Mamih pergi sama cowok sialan itu. Hanya karena perusahaan Papih bangkrut, Mamih dengan gampangnya membuang kami." Sangat terlihat jelas sekali kalau Kevin begitu kecewa atas apa yang Ibunya lakukan.
Cowok dengan rambut berantakkan itu terus menatap ke luar jendela restoran. Mengalihkan segala pemikiran buruknya dengan menatap kendaraan yang sedang berlalu-lalang.
"Dulu, Kevin kira Mamih akan terus sama Papih walau saat itu kondisi keuangan kita memang lagi gak bagus." Lagi-lagi Kevin tertawa. "Dan ternyata, semua dugaan Kevin salah! Mamih memilih pergi dari rumah, ninggalin aku sama Papih yang waktu itu lagi sakit. Nggak sampai di situ aja, beberapa bulan Mamih menghilang tiba-tiba Mamih datang ke rumah, Kevin kira Mamih mau minta maaf karena udah pergi dari rumah. Ternyata, Mamih cuma datang untuk minta Papih tanda tangan surat perceraian.
"Saat itu, Kevin cuma bisa diam melihat betapa hancurnya perasaan Papih. Kevin udah cukup dewasa untuk mencerna semua yang terjadi. Sampai akhirnya beredar kabar kalau Mamih menikah lagi sama pria yang udah punya satu istri dan satu anak," Senyum sinis terbit dengan sendirinya, Kevin menatap Ibunya dengan satu alis terangkat. "Wanita mana yang mau dimadu? Anak mana yang bahagia saat melihat Ibunya menangis karena kehadiran wanita lain di antara Ibu dan Ayahnya? Padahal Mamih wanita, harusnya Mamih paham mengenai perasaan perempuan. Emang susah, kalau pikiran udah picik. Semua yang salahpun pasti dihalalkan."
PLAKKKKK....
"Cukup Kevin! Aku ini Ibumu, jaga ucapan kamu saat bicara sama Mamih!" Jeni menyela. Wanita itu tampak begitu emosi, terlihat dari kedua bola matanya yang memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over (Completed)
Fiksi Remaja"Semua orang selalu punya luka. Hanya saja cara mereka berbeda dalam menyembunyikannya." •••• Azril Laksha Arkan adalah cowok dengan kelakuan minus yang membuat Lila selalu kesal jika berada di dekatnya. Cowok yang selalu melanggar aturan itu punya...