3. With Azril

1.8K 135 64
                                    

"Aku sudah terlalu jauh jatuh dalam gelapku sendiri, sebelum akhirnya kamu hadir menarikku dari lingkaran hitam yang membelenggu."

**************


Suara alarm berhasil membangunkan perempuan yang masih nyenyak tidur di balik selimutnya. Lila membuka matanya, ia langsung menyingkap selimut tebalnya, melirik jam yang berada di atas nakas lalu menguap. "Udah jam segini ternyata, untung masih keburu buat shalat," ia langsung membuka lemari, mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi.

Satu jam Lila habiskan untuk mandi, shalat, juga merapikan diri untuk berangkat ke sekolah. Ia keluar kamar dan langsung berhadapan dengan Roselia Mamanya.

Lila hanya tersenyum tipis, lalu berjalan melewati Mamanya.

Sudah tidak heran lagi bagi Roselia jika Lila seperti itu, wanita paruh baya itu berdeham cukup keras mencoba mencari perhatian Lila. "Mama harus ke Semarang. Ada seminar yang harus Mama hadiri, uang jajan kamu udah Mama titip di Bik Tuti, Papa juga udah transfer katanya ke rekening kamu."

Lila tersenyum miris, kemudian berhenti berjalan. "Andaikan kasih sayang dan waktu kalian bisa Lila beli, berapapun akan Lila bayar untuk itu," balasnya pelan, ia menarik napas perlahan mencoba menstabilkan rasa sesak yang tiba-tiba muncul. Cewek itu masih membelakangi Mamanya, berusaha keras menahan air mata yang sekarang sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Mama sama Papa cari uang buat penuhi semua kebutuhan kamu, Lila."

"Tapi Lila nggak butuh itu, Ma. Lila hanya butuh Mama sama Papa."

Roselia bungkam.

Lila akhirnya menoleh, memberikan senyum pedihnya. "Lila pergi dulu. Take care, Ma."

Perlahan, Lila berjalan menjauh. Meninggalkan Roselia sendiri dengan kebisuannya. Lila benci melihat dirinya yang begitu lemah sekarang. Namun untuk sesekali, ia harus melepas topeng yang menutup kesedihannya bukan. Lila hanyalah gadis biasa yang sesekali akan menangis karena hantaman keras pada hatinya tidak bisa lagi ia tahan.

"Sekertaris OSIS!"

Lila yang tengah berjalan menuju halte bus terpakasa berhenti, cewek itu menoleh dengan tatapan datar.

"Apaan?" tanya Lila, malas.

Cowok yang tak lain dan tak bukan adalah Azril, tersenyum tipis. "Mata lo ... kayak mau nangis?" ia mendekat, meneliti setiap jengkal wajah Lila.

"Sok tau!"

Azril terdiam sekejap, memperhatikan Lila lebih dalam lagi. Cowok itu tersenyum, lalu menarik tangan Lila, membawa perempuan itu masuk ke dalam pelukannya. Lila sempat terkejut dengan perlakuan Azril ini, namun anehnya ia tidak bisa berkutik saat lengan Azril mengusap puncak kepalanya dengan lembut.

"Nangis aja, La."

Lila masih bergeming di balik pelukan hangat Azril. Namun satu detik kemudian, air mata Lila luruh. Semua sakit yang sudah susah payah ia pendam akhirnya hancur, melebur menjadi satu. Tangis Lila pecah, sejadi-jadinya. Lila mencengkeram seragam Azril dengan kuat, berharap tangisnya segera berhenti. Tapi sialnya, air mata Lila terus keluar seperti keran bocor.

"Lo ... seharusnya, gak usah ... nahan gue di sini, Zril," ucap Lila disela-sela tangisnya. Gadis itu berusaha keras menghapus air mata yang mengalir dengan sebelah lengannya tetapi gagal karena rasanya semua tubuhnya terasa lemah.

Lila tidak bisa terus seperti ini, ia melepaskan pelukan Azril, kemudian berbalik bersiap pergi. Namun lagi-lagi Azril menahan lengannya.

Dan sekali lagi, Azril tersenyum tipis. Kemudian menghapus jejak air mata dipipi Lila. "Hari ini kita bolos dulu. Tenang aja, gue gue udah ijin sama ketua kelas, jadi lo gak perlu cemas absen lo ada huruf A."

Game Over (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang