"I miss you ..."
*****
Mobil Azril melaju dengan kencangnya membelah jalan raya. Cowok itu tetap fokus menyetir walau sebenarnya perasaanya sedang cemas.
Kembali terdengar nada panjang dari ponselnya, ia lantas mengambilnya. Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Azril langsung menggeser gambar hijau.
Hening.
"Kamu dimana?"
Suara gadis di seberang sana terdengar sangat halus. Tanpa sadar, Azril tersenyum. "Sebentar. Aku masih di jalan."
"Tapi, satu jam lagi Ana operasi, Zril." Suara Ana kini terdengar serak, "Ana pengin lihat wajah Azril untuk yang terakhir kalinya."
Hati Azril tertohok seketika. Senyum yang tadi masih tergambar jelas di wajahnya perlahan lenyap.
Kanker hati stadium lanjut. Sudah dua tahun lamanya penyakit itu terus bersarang di tubuh Ana. Keluarga Ana tidak pernah berhenti untuk mencoba berbagai pengobatan, bahkan sekarang tabungan yang selalu Ibu Ana sisihkan untuk bekal putri kecilnya di masa depan semakin menipis.
Ibu Ana tidak pernah menyerah. Sekalipun harus menukar hidupnya untuk kesembuhan Ana, ia rela.
Namun, balik lagi pada sang pencipta. Manusia memang hanya bisa berencana lalu berusaha sekuat yang ia mampu. Selebihnya biarkan Tuhan yang menentukan garis akhirnya.
"Sebentar," balas Azril, "Tunggu, ya. Azril bentar lagi sampai kok."
Di seberang sana, Ana tengah mengusap air matanya yang jatuh. Ana tahu, tidak seharusnya ia menghubungi Azril lagi. Ia seharusnya tahu diri, karena dirinya dan Azril sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi.
Mungkin Ana sangat egois. Tapi untuk kali ini, Ana hanya ingin melihat Azril. Memastikan jika cowok itu bisa baik-baik saja tanpanya. Dan untuk yang terakhir kalinya, Ana ingin menuliskan kenangan terakhir bersama Azril sebelum semuanya terlambat.
Ana mengembuskan napas perlahan. "Hati-hati."
Lalu, sambungan terputus.
Lampu merah menyala. Azril dengan patuh menghentikan laju mobilnya. Ia terdiam sesaat, kemudian menatap jalanan dengan pandangan kosong.
Azril menarik napas berat seraya menurunkan lenganya yang masih memegang ponsel. Cowok itu mendongak, melihat apakah lampu merah sudah berganti dengan lampu hijau. Dan ternyata memang sudah berganti.
Tanpa membuang waktu, Azril kembali melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat Ana di rawat.
Perjalanan menuju rumah sakit tidak begitu sulit, karena jalanan pada siang ini tidak begitu macet. Azril sangat bersyukur karena tidak memerlukan waktu lama untuk sampai di rumah sakit.
Cowok dengan baju polos berwarna putih itu keluar dari dalam mobil setelah memarkirkan mobilnya dengan benar. Begitu ia memasuki rumah sakit, Azril teringat sesuatu.
Rupanya, ia melupakan bunga kesukaan Ana.
Bunga lili.
Azril mendesah pelan. Sudah tidak ada waktu lagi untuk mencari toko bunga. Karena yang paling penting saat ini yaitu menemani Ana.
Satu kali belokan pada koridor rumah sakit, Azril sudah bisa menemukan ruangan tempat Ana di rawat. Senyum Azril mengembang sempurna ketika melihat Ana sedang duduk di kursi roda, menghadap ke arahnya.
Azril mendekat, kemudian berjongkok. Ia menyejajarkan dirinya dengan Ana. "Lama, ya?" tanyanya. Lalu mengelus rambut Ana pelan. "Aku lupa bawa bunga lili kesukaan kamu. Maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over (Completed)
Novela Juvenil"Semua orang selalu punya luka. Hanya saja cara mereka berbeda dalam menyembunyikannya." •••• Azril Laksha Arkan adalah cowok dengan kelakuan minus yang membuat Lila selalu kesal jika berada di dekatnya. Cowok yang selalu melanggar aturan itu punya...