2. Setuju!

2.2K 165 101
                                    

"Setidaknya kasih aku pemahaman tentang kata sahabat yang sebenarnya?"

*************


Lila dan Cellia terus tersenyum geli setiap membuka halaman demi halaman album foto masa kecil mereka. Kini keduanya sama-sama melirik satu sama lain, bertelepati jika kejadian dulu sangat menggelikan.

Saat album ditutup, Lila mulai menerawang. Ingatannya mulai berputar pada kejadian 5 tahun silam.

Teriakan heboh dari para penonton futsal, membuat Lila dan Cellia ikut berteriak heboh-- eh salah, hanya Cellia saja yang berteriak heboh, sedangkan Lila hanya ikut bertepuk tangan tanpa selera. Bahkan rasanya, Lila ingin segera pergi dari lapangan futsal ini.

"Astaga, La. Gue deg-degan," ujar Cellia.

Lila akhirnya menoleh, kemudian menatap Cellia datar. "Lo kalau nggak deg-degan, berarti lo mati, Cell."

"AWAS!!!"

Ucapan itu sukses membuat Lila dan Cellia menatap ke depan. Mata Lila membulat sempurna saat sebuah bola meluncur ke arahnya. Lila sangat yakin, jika dalam hitungan detik saja bola itu akan segara menghatan wajahnya. Refleks, kedua mata Lila langsung menutup dengan sempurna.

Dugh!

Suara bola yang menghantam sangat nyaring terdengar, namun Lila tidak merasakan sakit dibagian manapun. Perlahan mata Lila terbuka. Terjadi hening saat Lila sukses membuka matanya.

"Lo aman. Sorry ya, tendangan temen gue terlalu kencang dan gak seimbang, jadinya kayak tadi." cowok itu tersenyum, sangat manis.

Lila tidak berkedip, sedikitpun. Cewek itu merasa sosok di hadapannya ini sangat sempurna. Bahkan jika saat ini dia bermimpi, Lila berharap tidak ada yang membangunkannya.

"Gue Alan. Dari SMP Utomo. Sekali lagi maaf ya."

Mengangguk, hanya itu yang dapat Lila lakukan. Bahkan setelah cowok itu pergi, Lila masih bengong di tempatnya.

Setelah cukup lama mematung, akhirnya Lila menarik napas, lalu menunduk. Dia mengeratkan pegangan pada tas selempang yang dipakainya. Ia tersenyum mengulum, mengingat wajah yang beberapa detik lalu mampu menggetarkan hatinya.

"Laurel!" jerit Cellia, kesal sendiri.

Lila mengerjap, tersadar dari lamunannya. Cewek itu menyengir lebar. "Apaan?" tanyanya, sok polos.

"Tau ah gelap."

Lila terkekeh geli melihat wajah bete Cellia, kemudian cewek itu berdeham singkat, membuat Cellia menoleh. "Cell, kayaknya gue udah benar-benar suka sama kak Alan," ungkap Lila dengan jujur.

Cellia sempat terkejut, lalu setelahnya ia kembali biasa saja. Cewek itu tersenyum tipis. Pandanganya sudah terarah pada langit-langit kamar.

"Serius, La?" tanya Cellia kalem. kemudian cewek itu tersenyum jahil. "Udah move on dari Rifki, nih?" kedua alis Cellia naik turun, membuat Lila mendengus kesal.

"Jangan ngebahas dia lagi, plis. Gue pengen muntah kalau dengar nama si badboy cap laron itu." Lila bergidik jijik, mengingat kisah singakatnya dengan Rifki.

Cellia malah tertawa, sampai kedua matanya menyipit.

"Kenapa sih, Cell?" Bibir Lila maju. "Udah ah, Cell. Gue kan mau cerita nih, masa lo ketawa terus?"

Akhirnya Cellia berhenti tertawa, cewek itu mulai mengatur napasnya yang sempat tidak beraturan, lalu ia menoleh dan memasang wajah yang serius. "Iya-iya, serius nih serius. Ayo, mulai lagi."

Game Over (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang