Kamu menghela nafas sedikit keras. Mendekati akhir bulan ramadhan begini, rasanya ingin sekali pulang ke rumah. Tapi apalah daya, kalau tugas kampus dan organisasi seakan tidak mengizinkan kamu untuk pulang sama sekali. Belum lagi dosenmu yang malah semakin bersemangat memberikan tugas.
"Sambat mulu, kenapa Le?" tanya Brian--teman sekelompokmu untuk tugas dari Pak Hery.
"Mau pulang, udah mau lebaran masa belum pernah sahur sama buka di rumah," katamu setengah menggerutu, atau malah mengeluh ya?
Brian hanya tertawa. Siang ini, sehabis kelas kalian sedang mengerjakan studi kasus Pak Hery di kantin bawah--berniat untuk ngadem, tapi berakhir kegerahan karena kipas anginnya mati.
"Segitunya banget pengen pulang? Kayak ada yang ngajakin bukber aja," kata Brian, sambil menuliskan beberapa catatan kecil di sticky notes. Kamu memukul pundaknya sedikit agak keras.
"Aduh..."
Brian, memang tidak bisa memahami kamu sepenuhnya. Jarak rumahnya dengan kampus hanya 20 menit, itu katanya. Setiap hari juga pulang pergi naik mobil jazz abu miliknya.
"Kangen kolak pisangnya Bunda tau," katamu pelan. Sebenarnya bukan hanya soal kolak pisang, tapi juga suasana berbuka di rumah.
"Lah, dijalanan juga banyak yang jual kali, Le." kata Brian masih tetap mengetik di laptop, menyelesaikan makalah studi kasus kalian.
"Bedaaa, punya Bunda manisnya pas terus ubinya sama pisangnya masih kerasa renyah, kagak lembek banget."
"Beda dikit doang itumah," katanya dengan begitu santai.
"Ya itukan kamu, segala asal bentuk makanan atau minuman juga dilahap. Ya nggak?" katamu balik menggoda Brian.
"HEHEHHEHEHE"
Kamu menghelas nafas lalu meletakkan kepala diatas meja kantin. Ini sudah hari ke-21. Tapi tanda-tanda libur lebaran sama sekali belum terlihat.
"Yuk," kata Brian selagj merapikan laptop, handphone, dan chargernya dari atas meja.
"Hah, kemana? Kan tugasnya udah selesai," tanyamu. Setau kamu, minggu ini hanya ada satu tugas kelompok yang kelompoknya sama dengan Brian.
"Aku tau tempat yang kolak pisangnya enak,"
"Nggak mau. Kamu mah semua tempat juga dibilang enak," katamu lagi.
"Nurut aja elah apa susahnya sih," katanya sambil menarik tanganmu agar beranjak dari tempat duduk kemudian mengambil tasmu dan bernajak ke parkiran.
"Briaaannnn...."
Brian kemudian mulai melajukan mobilnya dengan santai. Walaupun kamu sudah mengenalnya sejak jaman maba, tetapi rasanya baru kali ini semobil hanya berdua dengan Brian.
Brian--yang merasa sedang dipehatikan menoleh, "Bengong mulu kesambet juga lama-lama. Kenapa? Ganteng banget ya?"
"Bodo ah. Lagi puasa jadi nggak boleh berkata kasar,"
Brian lagi-lagi tertawa lebar, kemudian mengelus puncak kepalamu pelan--terlalu lembut malah.
Mati, Brian terlalu manis untuk dilewatkan.
"Ini kamu yakin tempatnya disini? Kok masuk komplek?" tanyamu ketika mobil Brian mulai memasuki salah satu kawasan komplek elit.
Ini juragan kolak pisang atau gimana sih?
"Hehe, iya kok. Bener."
Kamu menyentil pelipisnya pelan, memintanya sedikit lebih serius. "Bri? Seriusan dong."
"Mama barusan buat kolak pisang. Kan katanya kamu kangen kolaknya Mama, siapa tau kolaknya Mama kita mirip kan?"
Loading completed.
Pengen kolak pisang yang enak kudu banget ya buatan Mamanya Brian? Main ke rumahnya aja nggak pernah...
"Sst, udah diem. Nggak usah protes. Bentar lagi udah mau nyampe nih, Papa kayaknya juga udah sampai di rumah."Kamu masih bengong, bener-bener kaget. Tiba-tiba aja mobil Brian sudah berhenti di depan pagar hitam sebuah rumah bertingkat dua.
Pintu kayu besar terbuka, lalu tampak seorang wanita paruh baya yang langsung tersenyum ketika melihat Brian. "Oh pantes kok minta tiba-tiba dibuatin kolak pisang. Biasanya diajak buka di rumah, aja alesannya sibuk. Mau bawa pacar ke rumah toh?"
Brian hanya tertawa haha-hehe disampingmu. Tidak menyangkal apalagi meyanggahnya.
"Bukan pacar tante, cuman temen sekelasnya Brian kok," katamu sedikit sungkan. Ini pertama kalinya kamu ke rumah Brian tapi kenapa suasananya se-awkward ini?
"Belum pacar, Ma. Anaknya di pdkt-in aja nggak peka-peka," kata Brian sambil melenggang masuk ke ruang tamu, kemudian dengan santainya duduk diatas sofa.
Kamu bingung. Sejak kapan seorang Brian menaruh perhatian lebih kepadamu. Pasalnya Brian memang selalu seperti itu. Tetap Brian yang selalu ngajakin makan enak di sekitaran kampus, Brian yang sering ngingetin buat makan kalau lagi banyak tugas. Brian yang haha-hehe, Brian yang goler kalau pas jam istirahat.
Nggak ada bedanya.
Brian sepertinya puas dengan wajah bingungmu, kemudian tertawa dan mengacak ponimu yang sedikit lepek. "Udah nggak usah pasang muka bingung banget gitu dong. Aku mandi dulu bentar,"
"Udah diajak makan kemana aja sama si Brian? Anak itu kalau deketin cewek hobinya kulineran mulu, heran deh Mama." kata Mamanya Brian, dengan wajah penasaran.
Mampus, harus jawab apa ini.
Kamu hanya tertawa canggung. Bingung harus menanggapi apa. Kenapa ini jadi berasa introgasi calon mantu sih?
********
"Bri?"
"Kamu tadi lagi bercanda ya? Lain kali, jangan bercanda soal begituan,"
-Lea"Aku nggak pernah bercanda Lea. Jalan bareng aku yuk,"
-Brian"Hah?"
"Hah heh hah heh mulu ni bocah. Lucu banget, minta disayang banget ya mbak?"
-Brian"Jadian yuk Lea?"
-Brian****
-visualisasi Brian pas Lea bilang iya buat ajakan pdkt-nya
Meanwhile Ale:
INSYAFLAH WAHAI MANUSYA MASIH PUASA KE UWU-ANNYA DITAHAN DULUUU
KAMU SEDANG MEMBACA
Joyful [Day6]
FanfictionDAY6 ✖ YOU Kumpulan one shoot imagine super duper ringan yang bacanya bisa sambil leha-leha ngehaluin bias. Jangan berharap bakalan ada konflik berat disini, karena work ini isinya bahagia-bahagia semua :)) A beautiful cover by Zaerilyn