"Ya, Tuhan. Jika Engkau berkehendak, izinkanlah aku bertemu dengan mama di dalam mimpi. Sebab, aku merindukannya setiap detik dalam hidupku..."
Estes keluar dari ruangannya ketika mendengar suara feminin dan lemah itu di altar gereja. Dia tersenyum menemukan gadis manis tengah berlutut dan menyatukan kedua tangannya dengan mata terpejam.
Sudah terhitung dalam dua bulan ini, ia menemukan gadis itu selalu mengunjungi gerejanya dan berdoa sendirian di depan altar.
"Mendoakan ibumu lagi?"
Gadis itu tersentak mendapati Estes menyapanya. Wajahnya bersemu mengetahui doanya didengar oleh biarawan di gereja. Dengan rona pipi sewarna stroberi dan kulit putih pucat membuatnya terlihat seperti mayat hidup.
Melihat gadis itu tidak menjawab pertanyaannya, Estes beralih menoleh kearah jendela. Dia melihat salju berguguran memenuhi jalanan. Mengetahui musim dingin tengah turun, Estes berjongkok di depan gadis kecil sembari meraih tangannya yang dingin.
"Kau kedinginan, putri cantik." Estes tersenyum sembari mengelus tangan gadis yang sedang menghembuskan uap dingin dari mulutnya."Ayo, hangatkan dirimu dahulu."
Gadis itu hanya menurut ketika Estes menuntun dirinya menuju ruang yang memiliki rak-rak menjunjung tinggi dengan buku-buku tertata rapi. Melihat ada perapian di dalamnya, mata gadis itu berbinar cerah membuat Estes yang memerhatikannya merasa lega.
"Terima kasih." Gadis itu menggumam pelan sembari mendekatkan dirinya ke arah perapian. Menghangatkan tubuhnya yang mulai membeku karena kedinginan.
Estes membawa senampan kue kecil dengan susu coklat hangat. Entah mengapa melihat gadis ini, ia tidak bisa mengabaikannya. Dengan dua rambut panjangnya terkuncir di dua sisi kepalanya membuat penampilannya terlihat menggemaskan.
"Kau tidak dimarahi orangtuamu karena telah meninggalkan rumah saat salju sedang turun?" tanya Estes sembari duduk bersila di hadapan gadis itu.
"Papa sedang tidak ada dirumah, bibi juga lagi sibuk." Gadis itu terlihat kosong saat menghangatkan tubuhnya di depan tungku api."Aku takut sendirian di rumah, jadi aku ke gereja..."
"Kenapa kau berdoa? Ibumu kemana?"
Gadis itu menatap Estes sekilas kemudian menunduk menatap perapian yang menyala-nyala."Sejak lahir, aku hanya ditemani papa dan bibi. Mereka satu-satunya yang merawatku disaat mama tidak hadir. Tetapi, papa selalu bilang mama telah pergi dan akan selamanya hidup di hatiku."
Estes tersentuh mendengar perkataan anak didepannya, ia mengelus kepala gadis itu sembari menyerahkan senampan cemilan."Selagi menunggu salju berhenti, mungkin kita bisa mengobrol sebentar."
Gadis itu mengerjap menatap Estes dengan mata bulatnya. Dia meraih cookies dengan chocochip taburannya dan menggigitnya perlahan.
"Umm.." dengung si gadis dengan ragu. Dia masih mempertimbangkan tawaran Estes karena dia belum mengenal biarawan gereja yang tengah ia kunjungi hari ini.
Mengetahui gadis didepannya tengah ragu-ragu, Estes memilih jalan lain untuk bisa mengobrol dengan gadis manis didekatnya.
"Boleh kutahu bagaimana kedua orangtuamu bertemu?"
Gadis itu masih menggigit cookies di tangannya."Mereka bertemu, jatuh cinta dan berpisah."
Estes menghela napasnya karena berhasil mengajak gadis ini mengobrol. Namun, satu hal yang baru ia sadari dari penjelasan gadis di depannya.
"Maksudmu..."
"Mereka tidak menikah..." Gadis itu melanjutkan maksud perkataan Estes sembari tersenyum setengah, sorot matanya terlihat kosong."Karena kata papa, mama bukan manusia..."
![](https://img.wattpad.com/cover/170804846-288-k531509.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshots (MLBB)
Ngẫu nhiênBerisi cerita gabut yang Chii buat. All couple tapi tertentu :) Thank you. Don't forget to leave a vote and comment :)