Hari ini aku selesai menunaikan salat Dhuha, seperti biasa pasti masjid selalu lengang membuatku nyaman saat melakukan salat dengan khusyuk. Aku berjalan menuju rak berniat mengenakan sepatu, bertepatan langit kelabu menitikkan airmatanya. Membuat beberapa murid yang sempat salat di masjid segera melarikan diri menuju kelas mereka.
Namun, aku sama sekali tidak terburu-buru. Meski rintikan itu berganti menjadi deras, aku menikmatinya sambil memeluk tas mukenah yang kubawa. Biasanya banyak orang yang berkeluh kesah dengan mengatakan hujan membawa kerugian pada kepentingan mereka sendiri. Memarah-marahi nasib karena merasa sial akibat hujan yang berkah ini. Perasaan sedih melandaku ketika sadar aku terkadang tidak jauh berbeda dengan mereka.
Sehingga kuyakinkan segala apapun yang terjadi padaku hari itu merupakan keinginan Allah. Jika dimata manusia itu buruk, belum tentu di mata Allah itu buruk. Begitu pula sebaliknya.
"Ukhti, nggak takut dimarahin guru?"
Aku menoleh ke sumber suara. Ah, dia. Sang ketua rohis tahun ini sedang duduk di teras masjid sambil memandangi langit. Lelaki yang diidam-idamkan banyak kaum hawa karena keimanannya. Gusion Paxley, lelaki yang membuatku kagum karena suara merdunya saat mengaji.
Astagfirullah! Zinah, ley!
Aku segera beristigfar begitu mengingat suara itu memenuhi pikiranku. Tidak boleh! Aku tidak boleh memikirkannya!
"Hari ini guru lagi nggak ada di kelas, akhi. Jadi, untuk sementara saya menunggu hujan reda dulu biar nggak basah kuyup."
Aku segera menundukkan pandanganku ketika sadar tatap lelaki itu sedang memaku diriku. Jarak kami duduk mungkin bisa diukur sekitar 4 meter jauhnya. Ini kali pertamaku berinteraksi dengan lelaki yang tidak kukenal seperti aku pada teman sekelasku. Aku cenderung sedikit jaga jarak karena bunda selalu mengatakan bahwa lelaki dan perempuan itu bukan mahram/muhrim jika tidak berlandaskan pernikahan yang suci.
"Oh, begitu."
Hening. Salah satu dari kami sudah tidak bersuara lagi. Hanya suara hujan dan desrakan daun yang tertimpa tetes hujan saja yang mengiringi kesunyian kami.
Denyut di hatiku terasa perih, aku menunduk sambil mengucap beberapa surah pendek. Aku sama sekali tidak menyukai perasaan ini, perasaan yang akan menimbulkan percikan setan muncul dan teramat dibenci Allah.
Ini hanya pertemuan pertama, tetapi hatiku sudah bergejolak gembira mengetahui orang yang kukagumi berada di satu masjid bersamaku setelah menunaikan salat Dhuha.
Tetapi....
Tak bisa kucegah linangan airmata mengalir menuruni pipiku, diam-diam aku menengadahkan kedua tanganku secara tersembunyi.
Aku tahu akan berakhir seperti apa hubungan kami. Meskipun kami hanya sebatas kenalan karena bersekolah di satu tempat yang sama, aku tetap tak bisa menahan diri mengetahui segala akhlak lelaki yang kukagumi ini sungguh membuatku lupa.
Lupa bahwa aku jatuh cinta pada ciptaan Tuhanku sendiri.
Ya Allah, maafkan aku. Jangan biarkan setan senang sehingga menimbulkan fitnah yang menyebar kemana-mana. Karena aku sadar, bahwa segala sesuatu di dunia ini semua merupakan ciptaanMu.
Kumohon, tutup rapat perasaanku ini sehingga cintaku padaMu tidak terselimuti oleh godaan setan yang terkutuk. Sebab, tiada tempat selain berlindung di bawah naunganMu, Ya Allah.
Aamiin.
*
"Assalamu'alaikum, Lesley."
"Wa'alaikumussalam." Aku buru-buru memakai khimarku kemudian membuka pintu. Aku menemukan temanku, Miya sedang tersenyum lebar bersama suaminya, Alucard sedang menggendong anak mereka."Ayo, silahkan masuk. Maaf, rumahku berantakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshots (MLBB)
RandomBerisi cerita gabut yang Chii buat. All couple tapi tertentu :) Thank you. Don't forget to leave a vote and comment :)